17 Mei 2024

Tak lama lagi, tamu agung Ramadan akan hadir di tengah-tengah kita. Ramadan bulan suci, bulan istimewa bagi umat muslim di seluruh penjuru dunia. Di Indonesia, sudah bukan rahasia, Ramadan merupakan bulan aji mumpung baik bagi sektor perdagangan maupun hiburan (siaran televisi). Menyikapi hal ini, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegaskan, selama bulan Ramadan 2021 siaran televisi diperketat.

Dilansir oleh laman Pikiranrakyat.com, (24/3/2021), KPI telah mengeluarkan surat edaran Nomor 2 tahun 2021 tentang pelaksanaan siaran pada bulan Ramadan, yang isinya KPI meminta agar selama bulan Ramadan, Lembaga Penyiaran tidak menampilkan muatan yang mengandung lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik/horor/supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya.

KPI pun mengimbau untuk tidak menampilkan muatan yang mengeksploitasi konflik atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, juga tayangan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan. Tidak menampilkan pengisi acara yang berpotensi menimbulkan madharat atau keburukkan bagi khalayak kecuali ditampilkan sebagai orang yang menemukan kebaikan hidup, tobat/insaf, lanjut aturan tesebut.

Selain itu, KPI juga menegaskan jika Lembaga Penyiaran tidak melaksanakan hal tersebut, maka akan ditindaklanjuti sesuai kewenangan KPI sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan. Maksud dan tujuan dari semua ini adalah untuk menghormati nilai-nilai agama berkaitan dengan pelaksanaan ibadah di bulan Ramadan.

KPI juga menegaskan jika Lembaga Penyiaran tidak melaksanakan hal tersebut, maka akan ditindaklanjuti sesuai kewenangan KPI sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ilustrasi konten tv, sumber: sinarharapan.net

Seolah menjadi ritual tahunan, setiap menjelang Ramadan umat muslim kerap kali diributkan dengan wacana ditutup/diperketatnya hal yang berbau maksiat oleh pemerintah, baik itu tempat hiburan malam, tempat prostitusi, siaran televisi, dan lain-lain. Sepintas, alasan-alasan yang dikemukakan dalam tindakan ini terlihat sangatlah baik karena dimaksudkan untuk menghormati nilai-nilai agama yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah di bulan Ramadan. Namun benarkah demikian?

Memang benar, pada saat umat Islam menunaikan ibadah di bulan Ramadan, diperlukan suasana kondusif jauh dari segala yang berbau maksiat, agar ibadah puasa bisa dijalankan dengan khusuk. Tetapi, apabila ditelaah lebih jauh, penutupan sementara pagelaran maksiat selama bulan Ramadan, justru berbahaya dan akan menimbulkan kerancuan berpikir di masyarakat.

Karena seolah menjadi pembenaran bahwa segala macam maksiat harus disetop selama Ramadan dan boleh dijalankan kembali usai Ramadan berakhir. Larangan tayangan selama Ramadan semestinya berlaku sepanjang waktu, bukan hanya ketika momen puasa belaka.

Menyaksikan fakta di atas, imbauan KPI untuk memperketat tayangan televisi di bulan Ramadan, sejatinya tidak akan memberikan efek apapun. Pasalnya, umat muslim tidak hanya membutuhkan tayangan yang mendukung tercapainya tujuan puasa, tapi juga sistem yang benar-benar mewujudkan tujuan takwa. Karena seyogyanya, untuk meraih derajat takwa yang totalitas dan permanen dibutuhkan kerjasama antara individu, masyarakat, pemerintah, negara, juga sistem yang kuat.

Dari aturan yang dikeluarkan KPI selama Ramadan, kita bisa melihat betapa sistem kapitalis yang mengusung paham sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) semakin bergulir deras di negeri ini. Agama dalam sistem ini hanya dianggap sebagai ibadah ritual semata, hanya berlaku di momen tertentu saja seperti musim haji dan bulan Ramadan. Maka tidak heran jika ketakwaan dalam sistem ini ibarat budaya kambuhan, hanya setahun sekali yakni ketika di musim haji juga di bulan Ramadan.

Tidak demikian dengan pandangan hakiki Islam. Dalam Islam, bulan Ramadan adalah bulan mulia untuk mewujudkan ketakwaan; baik individu, keluarga, masyarakat maupun negara.

Allah Swt. berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana puasa itu pernah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (TQS. Al-Baqarah : 183)

Selain bulan diwajibkannya ibadah puasa dan kesempatan emas untuk meraih takwa, Ramadan adalah bulan bertabur pahala yang berlipat ganda juga sebagai bulan pengampunan bagi dosa-dosa. Bulan di mana pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup serta setan-setan dibelenggu.

Rasulullah saw. menegaskan bahwa Ramadan adalah Sayyid Syuhur yakni penghulu semua bulan. Di mana 10 hari pertama adalah bulan penuh rahmat, 10 hari kedua adalah bulan penuh pengampunan dan 10 hari terakhir adalah pembebasan dari api neraka. Ramadhan juga adalah bulan yang di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Itulah Lailatul Qadar.

Ramadhan juga adalah bulan yang di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Itulah Lailatul Qadar.
Ilustrasi lailatul qadar, sumber: ayosemarang.com

Ramadan dalam negara Islam (khilafah) diposisikan sebagai junnah (perisai) umat dari segala bentuk kedurhakaan kepada Allah Swt. Maka tidak heran, negara yang berlandaskan Islam, akan mengerahkan segenap kemampuannya menjaga dan menjauhkan umat dari berbagai kemaksiatan, agar tercipta suasana kondusif sehingga ketakwaan umat senantiasa terjaga.

Uniknya penjagaan ini dilakukan bukan hanya di bulan Ramadan saja, tetapi sepanjang waktu. Sejarah mencatat, hampir 14 abad lamanya, betapa negara yang menerapkan aturan Islam mampu membangun ketakwaan umatnya dalam segala kondisi.

Dari sini, maka jelaslah hanya Islamlah satu-satunya sistem yang mampu mewujudkan dan menjaga ketakwaan masyarakat secara total. Karenanya, jika kita menginginkan ketakwaan benar-benar terwujud nyata dalam kehidupan, kita harus kembali kepada Islam beserta ajarannya dan menerapkannya secara kafah dalam institusi Daulah Khilafah Islamiyyah. Niscaya ketakwaan, ketenangan, ketenteraman, kemuliaan Ramadan akan dapat kita rasakan sepanjang masa.

Wallahu A’lam bi ash-shawwab.

Penulis: Reni Rosmawati | Ibu Rumah Tangga, Pegiat Literasi AMK

Editor: Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.