26 April 2024
7 / 100

Dimensi.id-Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia sekaligus Presiden G20, mengatakan, dunia saat ini, tidak mempunyai arsitektur kesehatan yang andal untuk mengelola pandemi. Ini dibuktikan dengan adanya pandemi Covid-19, dan negara di dunia tidak siap menghadapi pandemi. Maka menurut presiden kita harus memastikan ketahanan komunitas internasional dalam menghadapi pandemi.

Pernyataan ini dinyatakan saat meluncurkan Pandemic Fund atau Dana Pandemi secara virtual yang digelar di Nusa Dua, Bali, Ahad, 13 November 2022. Jokowi mendorong penguatan arsitektur Kesehatan Global lebih andal dan antisipatif terhadap pandemi. Ini agar jika pandemi terjadi tidak lagi memakan banyak korban jiwa dan meruntuhkan sendi-sendi perekonomian global.

Maka, dalam jangka pendek dunia harus mempunyai kapasitas pembiayaan untuk mencegah dan menghadapi pandemi, serta kedua, membangun ekosistem kesehatan yang tersinergi lintas negara. Diperkirakan pembiayaannya dibutuhkan sebesar 31,1 miliar dolar AS setiap tahunnya. Jumlah ini merupakan hasil studi yang dilakukan Bank Dunia dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) awal tahun ini. Karena itu, negara-negara G20 telah sepakat untuk membentuk dana pandemi bagi kepentingan pencegahan persiapan dan respon terhadap pandemi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut cakupan Pandemic Fund ini tidak akan hanya terbatas pada anggota G20. “Harus inklusif dan memberikan perhatian lebih bagi negara-negara miskin dan berkembang, membangun kapasitasnya untuk persiapan pandemi,” kata Sri Mulyani saat jumpa pers di pertemuan bersama menteri keuangan dan menteri kesehatan G20 (JFHMM) di Nusa Dua, Bali, Sabtu malam, 12 November 2022.

Sejauh ini, dana yang terkumpul sejumlah US$ 1,4 miliar atau setara dengan Rp 21,7 triliun. Diperkirakan dana itu berpotensi terkumpul lebih dari US$ 4 miliar atau setara dengan Rp 62 triliun. Perhitungan itu muncul setelah ada sejumlah negara yang baru saja menyampaikan komitmen untuk memberikan sumbangsihnya. Negara-negara tersebut adalah Australia, Prancis, dan Arab Saudi.

Sebelumnya, negara yang bersepakat ikut menyumbang dana cadangan pandemi adalah Australia, Kanada, Komisi Eropa, Perancis, Jerman, Cina, India, Indonesia, Italia, Jepang. Selanjutnya, Korea Selatan, Selandia Baru, Norwegia, Afrika Selatan, Singapura, Inggris, Spanyol, Amerika Serikat, dan UEA. Ada pula tiga filantropi yang bergabung dalam pandemic fund, yakni The Bill & Melinda Gates Foundation, The Rockefeller Foundation, dan Wellcome Trust. Dana ini bakal dipakai bersama untuk membenahi sistem hingga menanggulangi kesenjangan anggaran kesehatan lima tahun ke depan.

Diyakini, pengumpulan dana cadangan bisa juga menjadi katalis ( faktor yang bisa mempercepat proses) untuk memobilisasi pendanaan-pendanaan lainnya bagi sektor kesehatan yang datang dari sumber yang berbeda-beda. Salah satunya bisa digunakan dan dimanfaatkan untuk reformasi kesehatan di Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga menuturkan dalam 20 tahun terakhir, pandemi global memberikan dampak finansial sangat besar bagi negara-negara di dunia. “Krisis kesehatan dapat menciptakan dampak ekonom, seperti krisis finansial global dan memberikan tremendous impact.” Pendapat ini makin memperkuat bahwa Pandemi Find adalah solusi terbaik untuk kesehatan global.

Secara teknis, dana cadangan pandemi dikelola Bank Dunia dan kriteria penggunaannnya akan diputuskan dalam pertemuan tingkat negara. Negara-negara yang membutuhkan dana darurat dapat mengajukan proposal kepada pengelola pandemic fund.

Menilik Kemanfaatan Pandemi Fund Sebagai Arsitektur Kesehatan Global

Ada beberapa poin yang patut dicermati dari gagasan inklufis yang terkesan Mustanir namun mengawatirkan pertama, pandemi Find berasal dari dana patungan beberapa negara di tambah perusahaan filantropi. Jelas ini akan rentan dimanipulasi atas nama kepentingan kedaruratan yang sesuai kacamata pemegang dana. Kedua, mengapa hanya pandemi yang menjadi prioritas? Sementara banyak jenis penyakit berat yang juga melumpuhkan perekonomian. Meski tak sehebat dampak pandemi, namun pengumpulan dana ini kesannya hanya solusi lips servis tanpa menyentuh akar persoalannya. Ketiga, jika bank dunia ikut terlibat, artinya ada kapitalisasi kepentingan atas nama kesehatan, ini bisa jadi bentuk lain dari pengumpulan dana segar guna pembiayaan proyek-proyek kapitalis yang rakus. Keempat, ada aroma hegemoni para pengusung kapitalisme atas negara-negara miskin dan berkembang, dengan terus menerus memaksakan kebijakan agar diratifikasi dan diterapkan.

Islam Solusi Terbaik Atasi Persoalan Kesehatan

Pandemi menunjukkan bahwa sistem kesehatan ala kapitalis tak mampu menyelesaikan persoalan, bahkan di negara-negara maju sekalipun. Ini yang tidak mereka akui. Dan bodohnya, Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia, tak melihat ini sebagai kelemahan kapitalis padahal memiliki serangkaian aturan yang sangat ampuh mengatasi berbagai problematika umat, yaitu syariat Allah SWT.

Pandemic fund tak akan mampu menyelesaikan persoalan sistem kesehatan, karena solusi ini hanya terkait dengan bantuan pendanaan, dan bukan pada persoalan paradigmatik. Apalagi dalam kapitalisme, layanan kesehatan termasuk yang dikapitalisasi. Hubungan negara dengan rakyat sama persis dengan penjual dan pembeli. Dana yang dikumpulkan di APBN seringkali dikatakan beban jika untuk pembiayaan dampak pandemi masyarakat. Padahal dana yang terkumpul berasal dari pajak rakyat dan utang luar negeri.

Islam memiliki paradigma sistem kesehatan terbaik, yang menjadikan kesehatan adalah hak setiap individu rakyat, dan negara wajib memenuhinya. Dengan sistem pembiayaan yang mandiri yaitu Baitul Mal, negara akan mampu mengatasi dampak pandemi yang luar biasa. Salah satu pendapatan adalah berasal dari pengelolaan sumber daya alam yang oleh syariat ditetapkan menjadi kepemilikan umum.

Maka, terkait dengan pelayanan kesehatan, obat-obatan, layanan terapi, pembangunan rumah sakit, pendidikan kedokteran dan tenaga kesehatan, pembangunan laboratorium terkait dengan Litbang, berikut infrastruktur lain yang berkaitan dengan kesehatan negara wajib memenuhinya dan menjamin ketersediaannya merata serta mudah diakses rakyat, dimanapun berada.  Perhatian di bidang kesehatan tidak hanya terbatas di kota-kota besar, bahkan di seluruh wilayah Islam, hingga sampai ke pelosok, bahkan di dalam penjara-penjara sekalipun. Pada era itu, sudah ada kebijakan Khilafah dengan rumah sakit keliling. Rumah sakit seperti ini masuk dari desa ke desa.

Para Khalifah dan penguasa kaum Muslim di masa lalu, bukan hanya mengandalkan anggara negara. Karena mereka juga ingin mendapatkan pahala yang mengalir, maka mereka pun mewakafkan sebagian besar harta mereka untuk membiayai rumah-rumah sakit, perawatan dan pengobatan pasiennya.

Pemisahan orang yang terjangkit penyakit dan yang sehat juga dipisahkan. Khalifah memastikan kedua golongan ini tetap bisa menjalankan aktifitasnya secara normal, maka yang sakit akan diberi santunan oleh negara, keluarga yang ditinggalkan karena misalnya ia sebagai kepala rumah tangga namun harus diisolasi akan dijamin penafkahannya hingga ia sembuh.

Negara juga akan melakukan edukasi kesehatan, terkait pola interaksi sosial dan pola hidup sehat di masyarakat. Sebab, hari ini justru negara-negara barat yang paling banyak menyebarkan penyakit sosial dengan gaya hidup yang tidak manusiawi yang tak ada obatnya, seperti HIV AIDS, LGBT dan lainnya. Berikut tata kelola kota yang mengedepankan keseimbangan antara area hijau, pemukiman dan industri.

Semua dilakukan atas kekuatan sendiri, Rasulullah pernah memberikan hadiah dokter dari penguasa lain kepada rakyat, sebagai bentuk syiar bahwa negara, melalui kepala negaranya benar-benar menjamin kesehatan rakyat tanpa memandang strata, jabatan atau apapun dan tanpa kompensasi apapun alias gratis. Hal ini karena kesehatan salah satu kebutuhan pokok rakyat.

Hal ini tidak akan terwujud selama kapitalisme masih bercokol di negeri ini dan menjadi sandaran arah pandang kehidupannya. Bukti sekian kali berganti pemimpin selama yang dibawanya adalah sistem sekuler maka tidak akan pernah ada perubahan. Allah SWT berfirman, “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS al-Maidah 5,50). Wallahu a’lam bish showab.[DMS]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.