Dimensi.id-Belum genap dua purnama wabah corona menyerang Indonesia. Namun, sudah lebih dari tujuh ratus nyawa yang melayang karenanya. Serangan dahsyatnya juga membuat kacau kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Aktivitas perekonomian lumpuh.
Mewabahnya corona membuat sebagian perusahaan menghentikan usahanya. Ada yang merumahkan atau bahkan terpaksa mem-PHK para karyawannya. Akhirnya banyak keluarga kehilangan pendapatan. Hal ini membuat mereka kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya.
Terhadap meluasnya pandemi dan dampaknya ini, Presiden menginstruksikan kepada para menteri dan kepala daerah untuk kembali menyisir anggaran-anggaran yang bisa direalokasi untuk penanganan virus corona. Salah satu anggaran yang direalokasi adalah dana pendidikan. Pemangkasan yang paling banyak dari sektor ini diambil dari tunjangan guru senilai Rp 3,3 triliun.
Pemotongan anggaran tunjangan guru menuai protes dari banyak pihak. Diantaranya, disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih. Menurutnya, Perpres Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 merugikan sejumlah pihak, yang justru sebetulnya membutuhkan dukungan lebih dari pemerintah di tengah situasi penyebaran virus corona. (cnnindonesia.com).
Terlepas dari itu, fakta yang lebih mengejutkan adalah rencana pemerintah mengalokasikan anggaran senilai Rp5,6 triliun untuk perusahaan Ruangguru.com untuk pelaksanaan proyek Kartu Prakerja. Hal ini dikritik oleh Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira. Dia mengatakan, program pelatihan menjadi tidak tepat sasaran dan tidak menjawab kebutuhan khususnya bagi pekerja yang di-PHK. Anggaran Rp5,6 triliun yang disalurkan untuk pelatihan daring hanya menguntungkan penyedia jasa. (bisnis.com)
Sebagaimana diketahui, Ruangguru.com adalah perusahaan penyedia layanan pendidikan berbasis teknologi terbesar di Asia Tenggara. Pendirinya, Belva Devara merupakan salah satu Staf Khusus Milenial Presiden Republik Indonesia (meski akhir-akhir ini dia diberitakan mengundurkan diri). Beberapa waktu lalu, Ruangguru telah mengumumkan bahwa unit usahanya, Skill Academy resmi ditunjuk sebagai salah satu mitra resmi Kartu Prakerja, program pengembangan kompetensi kerja di bawah naungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.
Nantinya, seluruh penerima Kartu Prakerja, akan mendapatkan bantuan biaya pelatihan hingga Rp7 juta per peserta sekali seumur hidup. Kemudian penerima Kartu Prakerja dapat langsung memanfaatkan berbagai jenis pelatihan yang tersedia di Skill Academy by Ruangguru, baik pelatihan online, offline, maupun kombinasi online dan offline. Dengan begitu diharapkan calon pekerja bisa meningkatkan kompetensinya agar relevan dengan kebutuhan industri dewasa ini.
Memang benar pelatihan kerja penting bagi calon pekerja. Namun, ketimbang pelatihan sekarang ini masyarakat lebih membutuhkan bantuan langsung dari pemerintah berupa dana dan ketersediaan barang kebutuhan pokok mereka, termasuk bahan atau peralatan kesehatan.
Namun itu tampaknya sulit terealisasi. Alasannya negara sedang defisit/kekurangan anggaran. Anehnya dalam kondisi sulit seperti ini, alih-alih memprioritaskan anggaran untuk menolong masyarakat yang terdampak wabah. Pemerintah malah membuat kebijakan yang lebih banyak menguntungkan para pengusaha dan juga kroninya.
Padahal, pelatihan kerja bukanlah perkara yang mendesak untuk saat ini. Lihat saja, imbas pandemi telah melemahkan seluruh lini perekonomian nasional. Realitasnya bisnis kian hari kian terpuruk. Bahkan banyak yang gulung tikar. Sehingga dimasa pandemi ini, kecil kemungkinan perusahaan melakukan perekrutan dalam waktu dekat. Justru sebaliknya, yang terjadi sekarang PHK dimana-mana. Anehnya, solusi yang ditawarkan pemerintah justru pelatihan online dengan anggaran yang fantastis. Bukankah solusi itu sangat tidak tepat dan tidak nyambung dengan apa yang terjadi pada masyarakat hari ini?
Di sisi lain, pemerintah bahkan membuat kebijakan memangkas tunjangan guru dengan dalih untuk menangani wabah,. Demikian pula porsi APBN untuk haji. Bagian ini pun lebih dibidik untuk dialihkan sebagai dana penanggulangan wabah dibanding dana belanja pemerintah dan atau dana pemindahan ibu kota baru serta dana untuk infrastruktur. Benar-benar keijakan yang zhalim.
Dari sini semakin jelas terlihat keberpihakan pemerintah dan kuatnya kepentingan oligarki. Kebijakan-kebijakan yang dibuat lebih cenderung berpihak pada para pengusaha ketimbang rakyat. Hati mereka seperti tertutup hingga tidak melihat penderitaan rakyat. Mereka bahkan memanfaatkan pandemi ini untuk kepentingan mereka sendiri.
Beginilah watak sistem demokrasi. Sistem ini telah melahirkan para penguasa dan pejabat yang egois. Mereka berkuasa bukannya untuk memenangkan rakyat atau berjuang untuk kepentingan rakyat. Tetapi untuk memenangkan kepentingan segelintir orang. Yakni kepentingan para korporat dan elite politik.
Jelas pembagian kekuasan dalam demokrasi, yang mereka sebut dengan trias politika hanyalah omong kosong. Yang terjadi justru mereka bergandengan mesra, saling menjaga kepentingannya. Termasuk kepentingan para tuannya-para konglomerat.
Hal di atas tentu saja jauh berbeda dengan sistem Islam, yakni khilafah. Seluruh kebijakan penguasa mengacu pada prinsip kemaslahatan dan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Keberadaan mereka semata untuk mengurusi urusan dan kebutuhan umat.
Begitu pun dengan anggaran yang mereka buat. Khalifah sebagai kepala negara, hanya tunduk pada syariat Islam. Khalifahlah yang memiliki kewenangan penuh untuk mengatur pos-pos pengeluarannya, dan besaran dana yang harus dialokasikan. Selain itu, dalam penyusunan anggaran tersebut juga diperhatikan efektifitasnya. Apakah benar-benar dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat atau tidak.
Selain itu, dalam khilafah perencanaan anggaran dibuat dengan memperhatikan skala prioritas sesuai arahan syariat . Prioritas yang dimaksud yaitu lima kebutuhan dasar atau disebut dengan ad-daruriyyat al-khams. Yakni kebutuhan untuk pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Konsep lima kebutuhan dasar ini diambil dari tujuan diturunkannya syariat atau Maqasid As-Syariah.
Sesuai konsep tersebut, pemeliharaan jiwa termasuk yang menjadi prioritas saat mengalokasikan anggaran. Bahkan jika terjadi defisit anggaran, maka hal utama yang akan dilakukan negara adalah dengan menghemat pengeluaran. Khususnya pengeluaran-pengeluaran yang dapat ditunda.
Terlebih di kala pandemi melanda negeri. Maka khilafah akan memprioritaskan anggarannya untuk melindungi jiwa dan menjaga keselamatan rakyatnya. Misalnya dengan membuat kebijakan karantina wilayah dan memastikan suplai kebutuhan vital pada wilayah yang diisolasi tersebut.
Hal ini tentu saja mengharuskan khalifah membuat kebijakan ekonomi yang terintegral dengan kebijakan politik pemerintahan. Sehingga tidak terpisah dari kebijakan negara di bidang lainnya.
Syariat Islam telah menjelaskan bagaimana seharusnya negara mengatur dana untuk menangani pandemi. Mulai dari sumber pemasukannya hingga pembelanjaan atau penggunaannya. Diantara sumber pemasukan tersebut adalah dari fa’iy (harta rampasan perang), kharaj (pungutan atas tanah kharajiah).
Selain itu ada juga dari pos kepemilikan umum. Maka pengeloaan SDA seperti barang tambang oleh negara, hasilnya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Jika dengan semua itu negara masih belum mampu menutupi kebutuhan rakyat, negara bisa mengambil dharibah (pungutan atas kaum muslim).
Penulis: Adzkia Mufidah, S.Pd
Editor : Azkabaik