4 Mei 2024

Penulis : Aldzikratul Rachma (Tim AMKCV dan Kontributor Media)

Dimensi.id-Dengan melihat berbagai macam problematika umat saat ini dalam sistem sekuler. Tentunya, penting bagi kita memiliki pemimpin yang  peduli akan nasib rakyat. Bukan pemimpin yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dengan asas manfaat dalam segala aspek.

Kita pun juga menginginkan sosok yang peduli pada nasib umat di seluruh penjuru dunia. Yang saat ini, tengah menjadi korban kebrutalan teroris kafir harbi laknatullah.

Karena itu kita ketahui bersama, bahwa dampak yang terjadi dalam sistem saat ini, ialah kurangnya kepedulian negara dalam urusan rakyat. Akibatnya, banyak rakyat yang merasakan penderitaan.

Sebab, sistem yang telah  memisahkan agama dari kehidupan (sekuler). Terikat dengan ikatan nasionalisme. Sehingga, umat Islam pun selalu tersudutkan meski  berada dalam kondisi mayoritas. Dan saling tak peduli dengan kondisi saudara muslim di negara lain.

Padahal, sejatinya kaum Muslimin ialah bagaikan satu tubuh. Jika yang lain merasa sakit, maka anggota tubuh yang lain pun merasa kesakitan.

Namun, jangankan peduli nasib kaum Muslimin di negara lain. Nasib  rakyat di negeri sendiri saja terabaikan. Dalam arti, setiap masalah yang ada, tak pernah bisa ditangani dengan tuntas. Apalagi, memikirkan kondisi muslim di negeri seberang.

Permasalahan datang silih berganti. Dari bencana alam, seperti longsor, gempa bumi, tsunami, lalu disusul dengan adanya virus yang kini meresahkan.

Belum lagi pada permasalahan lainnya, seperti kasus perzinaan, LGBT, pemerkosaan, pembegalan, perampokan, narkoba, pendidikan, ekonomi dsb. Satu pun, belum ada solusi yang tepat dalam penanganannya.

Maka tak heran, jika permasalahan datang silih berganti. Bahkan, terus terulang bak roda yang berputar.

Oleh karena itu, dengan melihat fakta, problem dan dampak dari kerusakan sistem, tentunya kita  membutuhkan sosok pemimpin yang tidak hanya memperdulikan kepentingan pribadinya saja.

Namun, pemimpin yang diharapkan dan yang kita butuhkan, ialah sosok pemimpin yang peduli serta serius dalam menangani permasalahan rakyat dan peduli dengan nasib rakyatnya.

Memperhatikan pendidikan, kesehatan, ekonomi serta membuka lapangan kerja dengan seluas-luasnya. Agar rakyat bisa merasakan kesejahteraan.

Dan juga memperhatikan kondisi rakyat, melindungi harta, jiwa, darahnya serta memberikan jalan keluar untuk rakyat. Bukan hanya banyak pencitraan untuk kepentingan politik.

Karena sejatinya. Seorang pemimpin itu tak punya waktu untuk bersantai. Jepret sana jepret sini untuk sebuah pencitraan. Jika demikian, maka jadi artis saja untuk syuting atau model tata busana saja untuk pemotretan.

Dan jika ingin ngelawak. Maka jadilah pelawak yang tayang di layar tv dalam sebuah dagelan. Tapi, jangan membuat dagelan penguasa yang membuat negara lain tertawa karena kebodohan.

Seorang pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan. Paham atas tugas sebagai seorang pemimpin, berjiwa kesatria nan bersahaja.

Bukan pemimpin boneka yang mudah dipermainkan, bukan pula mobil yang harus disetir, bukan pinokio yang pandai menipu, bukan Fir’aun yang dzhalim terhadap rakyatnya dan bukan Mustafa Kemal Attatur yang jasadnya tak diterima oleh tanah.

Tidak hanya itu, rakyat pun mengharap kan pemimpin yang adil dan bertakwa. Pemimpin yang menjadikan Islam sebagai asas kehidupan. Bukan malah memisahkan agama dari kehidupan (sekuler) sehingga Islam selalu tersudutkan.

Oleh karena itu, solusi terbaik untuk kaum Muslimin saat ini ialah, menjadikan Islam sebagai hukum dalam bernegara. Karena dengan itu, maka kaum Muslimin akan memiliki pemimpin yang adil, menjalankan hukum sesuai Al-Qur’an dan Sunnah,  bertanggung jawab, amanah, bijaksana serta siap dikritik. Bukan pemimpin arogan, ingkar janji, pengkhianat, zalim, yang suka persekusi dan membenci ajaran Islam.

Karena seharusnya tugas lain seorang pemimpin ialah mengayomi, mendengar kan suara rakyat, berpihak terhadap rakyat, peduli terhadap nasib rakyat. Bukan malah menjadi musuh rakyat itu sendiri atau abai terhadap rakyat.

Pemimpin yang sangat diharapkan ialah sosok pemimpin yang mahu menerapkan hukum Allah dalam setiap aspek kehidupan (kaffah/menyeluruh).

Oleh karena itu, sosok pemimpin dambaan umat adalah mereka yang mau mengambil hukum Allah sebagai hukum bernegara.

Karena hanya dengan bersandar pada hukum Allah, umat akan merasakan kesejahteraan dan tidak melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Misal, berbuat zina, pemerkosaan, mencuri, merampok, melakukan LGBT, narkoba, korupsi, pembunuhan dsb.

Namun, untuk mencapai hal itu agar bisa terwujud, tentunya baik umat,  keluarga, masyarakat maupun negara, harus siap untuk memperjuangkan tegaknya institusi pelaksana hukum Islam secara kaffah. Karena hal itu akan menjadikan Allah Swt, Dzat Yang Maha Menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan akan ridha dengan hukum yang telah diterapkan. Sebab, hanya dengan menjalankan sistem Islam saja yang bisa mengatasi segala problematika umat.

Seperti halnya pendidikan. Dalam sistem Islam, pendidikan digratiskan. Sehingga, siapa saja bisa menempuh ilmu sesuai yang diminatinya dengan fasilitas pendidikan yang memadai.

Begitu pun ekonomi rakyat diperhatikan.

SDA dikelola oleh negara, sehingga rakyat merasakan kesejahteraan dengan membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Adapun yang tidak mampu untuk bekerja karena keadaan fisik dsb, maka kebutuhannya ditanggung oleh negara.

Demikian halnya kesehatan, negara akan memberikan kesehatan gratis kepada rakyat dengan fasilitas kesehatan yang memadai.

Tidak hanya itu. Masih banyak lagi kebutuhan rakyat yang dipenuhi pada sistem khilafah. Termasuk penegakkan hukum yang ditegakan secara adil, sehingga membuat pelaku jera.

Seperti halnya mencuri, akan berlaku hukum potong tangan jika diketahui mencuri bukan karena kelaparan. Akan tetapi, jika seseorang mencuri karena kelaparan, maka akan dibebaskan dari hukuman tersebut dan diberi bantuan untuk modal usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pelaku zina, akan berlaku hukum dera (cambuk) seratus kali bagi yang belum nikah dan hukum rajam (lempar batu) bagi pelaku zina yang telah menikah tanpa belas kasihan hingga tewas, yang melakukan LGBT akan dijatuhkan dari gedung yang tinggi dan pembunuhan akan berlaku hukuman qisas atau diyat.

Qisas ialah, hukuman yang setimpal bagi pelaku. Jika seseorang menghilang kan nyawa seseorang dengan sengaja, maka nyawa dibalas dengan nyawa atau berlaku hukum diyat. Yaitu permintaan maaf kepada keluarga korban dengan membayar diyat atau denda (kafarat).

Ada pun hukuman bagi korupsi. Akan dikembalikan pada keputusan sang Khalifah yakni hukum tahdzir. Dan seorang khalifah akan memberikan hukuman yang setimpal, yakni hukuman yang membuat pelaku jera. Tentunya hal demikian, tidak melanggar syariat Islam. Dan tidak memandang takhta, terlepas siapapun pelakunya. Hukuman bagi yang membuat kesalahan, akan dihakimi seadil-adilnya.

Bagi koruptor diberi hukuman tahdzir, hukuman tahdzir yang paling berat bisa dihukum mati, dijatuhkan dari tempat yang paling tinggi dengan posisi kepala di atas.

Dalam pandangan Islam, istilah korupsi dibagi dalam beberapa dimensi yakni, risywah (suap), al-gasysy (penipuan) dan juga khianat atau pengkhianatan.

Selain itu, dalam sistem Islam. Seseorang ketika diberi amanah untuk menjadi pemimpin. Maka hartanya akan ditimbang atau dihitung terlebih dahulu, jika selama kepemimpinannya membuat hartanya bertambah dari hasil korupsi, maka harta tersebut akan ditarik dan dikembalikan oleh negara.

Begitu mulianya Islam menangani permasalahan umat. Segala hukum yang berlaku tak terlepas dari syariat Islam, yakni Al-qur’an, sunnah, ijma dan qiyas. Suatu hukum yang membuat pelaku jera.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.