3 Mei 2024

Dimensi.id-Setiap individu dalam masyarakat pasti menginginkan terjaminnya rasa aman dan terwujudnya kesejahteraan. Apalagi dalam kondisi sedang dilanda pandemi korona seperti saat ini. Optimalnya peran negara memberi jaminan sangat diharapkan. Beberapa waktu  lalu masyarakat cukup dihebohkan dengan kebijakan Menkumham tentang pelepasan narapidana.

Kebijakan ini menuai pro dan kontra. Benar saja, saat kebijakan ini dijalankan, para napi dibebaskan. Sang menteripun semakin menerima gugatan karena sebagian masyarakat melakukan protes, para napi kembali membuat keresahan. Ternyata masalah menghasilkan masalah baru saat yang diambil  solusi gagal.

Kebijakan digugat, bukti sistem gagal selesaikan problem masyarakat

Sejumlah aktivis hukum yang tergabung kelompok masyarakat sipil menggugat kebijakan pelepasan narapidana melalui program asimilasi dan integrasi yang dilakukan Menkumham Yasonna Laoly ke Pengadilan Negeri Surakarta.  (CNNIndonesia.com, 26/4/20)

Rasa aman dapat hadir jika di dalam masyarakat tidak terjadi tindak kriminalitas,  Jikapun terjadi harusnya tidak banyak kasus dan tidak terulang. Ini hanya mungkin dengan  adanya sebuah sistem atau aturan yang bersifat pencegah dan pembuat jera. Pencegahan dengan menghadirkan keimanan dan ketakwaan pada Allah  SWT. Serta adanya hukuman sanksi yang membuat jera dan pelaku bertaubat.

Sedangkan kesejahteraan dapat terwujud jika kebutuhan tiap individu terpenuhi dengan baik. Ini mencakup kebutuhan dasar (sandang, pangan dan papan). Jika perlu individu dijadikan mampu untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya.

Ditengah kondisi pandemi korona hari ini, terjaminnya rasa aman dan kesejahteraan semakin  sulit diwujudkan. Karena tidak dalam pandemi saja, masyarakat masih belum terjamin keamanan dan kesejahteraannya. Seperti kondisi tingginya kriminalitas berupa pencurian, begal, penganiayaan bahkan pembunuhan dll. Tingginya angka  ini dibuktikan dengan lapas yang over kapasitas. Maka kebijakan pelepasan napi baru-baru ini dengan alasan lapas kepenuhan dan menghemat anggaran negara tidak tepat. Ini adalah solusi gagal. Malah melahirkan masalah baru.

 Masyarakat semakin tidak aman karena berkeliarannya para napi yang tidak bisa dipastikan telah bertaubat. Masyarakat sekarang terancam wabah korona sekaligus terancam oleh hadirnya narapidana.  Napi tidak memiliki  jaminan pekerjaan atau penghasilan saat dia dilepaskan. Diperparah dengan label mantan napi akan menyulitkan mereka untuk diterima sebagai pekerja. Maka ini berpotensi membuat napi kembali berbuat kriminal karena banyak faktor, salah satunya faktor ekonomi khususnya kebutuhan perut yang tidak dapat ditunda.

Inilah yang terjadi ketika sebuah masalah tidak diselesaikan dari akarnya. Dan tidak dengan solusi yang hakiki(benar). Yaitu solusi yang datang dari Zat yang menciptakan manusia, alam semesta dan seluruh isinya berupa tuntunan syariat islam. Tidak diterapkannya syariat islam Inilah sesungguhnya yang menjadi akar masalah lahirnya problematika yang kompleks ditengah masyarakat maka seharusnya bersegera mengambil dan menerapkan syariat islam adalah satu-satunya solusi bagi permasalahan yang kita hadapi saat ini. Ada dua alasan kenapa kita harus bersegera.  Pertama,  mengambil syariat islam adalah kewajiban, penerapan syariat islam adalah kebutuhan.

Saat sistem yang diambil dan diterapkan bukan dari Islam, tapi sistem Kapitalis. Seperti saat ini. Dengan melihat pada asas kehidupannya yang melakukan pemisahan agama dari kehidupan.  Serta pemisahan agama dari negara. Menjunjung asas manfaat. Menjadikan standar kebahagiaan adalah banyaknya harta atau materi yang dimiliki. Wajar, jika sebuah masalah disebabkan oleh masalah yang lain dan solusi yang diambil juga berbuah masalah. Inilah yang terjadi pada kebijakan  pelepasan napi karena alasan korona dan lapas yang over kapasitas sesak dengan narapidana hingga alasan menghemat biaya negara. Wabah korona tidak juga selesai. Narapidana berulah juga tidak selesai.

Lemahnya ekonomi seseorang  dapat menjadi pemicu seseorang bertindak kriminal. Tingginya kriminalitas menghadirkan kerusakan dan kekacauan dalam masyarakat. Lalu pelaku kriminal diberi sanksi penjara. Penjara over kapasitas. Pembiayaan negara untuk lapas membengkak. Setelah sanksi selesai, keluar penjara tidak merasa jera. Problematika ini menjadi sebuah lingkaran setan yang tidak bisa diputuskan. Maka kita harusnya menyadari bahwa sistem yang diterapkan saat ini bukanlah sistem kehidupan yang benar. Karena bukan berasal dari Allah  tapi dari akal manusia yang lemah dan terbatas.

Peringatan tegas oleh Allah atas sikap manusia yang berpaling dari solusi yang telah Allah berikan lewat firmanNYA. “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh baginya penghidupan yang sempit, dan sungguh Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: Wahai Rabbku, mengapa Engkau himpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulu adalah seorang yang melihat? Allah berkata: Demikianlah, sungguh telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, kemudian kamu melupakannya, maka begitu pula pada hari ini kamupun dilupakan. Demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Rabbnya, dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.” (Thaha: 124—127)

Jadi kompleksnya problematika yaang dihadapi saat ini karena syariat islam belum diterapkan total dalam kehidupan.

/penerapan islam kaffah (total), selesaikan masalah tanpa lahirkan masalah/

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)

Pembuktian bahwa penerapan syariat islam yang total dapat menyelesaikan problematika kompleks yang sedang membelit  masyarakat ditopang oleh 3 aspek. Ketakwaan individu, ketakwaan masyarakat dan ketakwaan negara.

Tingginya angka kriminalitas dari awal bisa dicegah dengan penanaman keimanan kepada Allah SWT. Keimanan yang kuat ini akan mendorong setiap individu untuk terikat total dengan syariat islam. Individu akan selalu menghadirkan Allah dalam setiap perbuatan yang akan dilakukan. Dia memahami perbuatannya akan dihisab untuk dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Ada surga dan neraka. Sehingga dia tidak akan mau berbuat kriminal.

 Tidak ada faktor internal yang lebih kuat dari keimanan yang mampu mencegah seseorang berlaku maksiat atau kriminal. Maka yang paling berkewajiban menghadirkan ketakwaan individu adalah negara. Seorang pemimpin. Karena ini bagian dari kewajibannya sebagai pemimpin. Disamping negara paling memiliki wewenang dan akses untuk mewujudkannya dengan semua fasilitas yang ada. Misalnya, penanaman akidah dalam sistem pendidikan, ekonomi, sosial dll. Namun hari ini peran negara itu belum tampak sama sekali.

Disisi lain, terciptanya kontrol sosial dari masyarakat dengan adanya aktivitas amar makruf nahi mungkar dakwah islam akan menjadi alaram pengingat saat ada individu yang berniat untuk berlaku kriminal. Kondisi seperti ini hanya mungkin hadir jika masyarakat juga dibentuk menjadi masyarakat yang bertakwa.

 Memiliki keimanan yang kuat kepada Allah dan keterikatan pada syariat islam. Karena tiap individu masyarakat memahami dakwah islam adalah kewajiban sekaligus kebutuhan. Jika bukan karena adanya dakwah, mustahil syariat islam yang agung dan memuliakan kehidupan manusia bisa tersebar keseluruhan alam ini. Lagi-lagi pemimpin dan negara yang berkewajiban dan memiliki akses besar mewujudkannya.

Aspek berikutnya hadirnya negara yang menerapkan syariat islam yang agung secara Totalitas. Hadirnya negara akan menjadi pihak yang memfasilitasi terbentuknya ketakwaan individu dan masyarakat  serta akan menerapkan sistem sanksi. Seseorang yang mencuri sampai pada kondisi dan batas yang ditentukan syariat akan dipotong tangannya. Bagi yang melakukan pembunuhan dihukum qishos, nyawa dibayar nyawa. Bagi yang berzina dirajam. Maka semua sanksi dari syariat ini mampu mencegah seseorang berbuat maksiat dan akan menjadi penebus dosa jika diterapkan pada pelakunya.

Pentingnya kehadiran seorang pemimpin yang menerapkan syariat dilaksanakan sebagai perisai  yang melindungi. ”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud)

Allah SWT berfirman : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (TQS. Al A’raf 96)

Maka, masalah yang paling utama kita saat ini menghadirkan penerapan syariat islam yang  totalitas dalam tataran negara. Karena syariat lah satu-satunya solusi tuntas dari kompleksnya problematika kehidupan yang sedang kita hadapi.

Penulis : Farah Sari, A. Md (Aktivis Dakwah Islam, Jambi)

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.