12 Mei 2024

Dimensi.id-Indonesia zero corona virus, itulah yang pernah diungkapkan oleh pemerintah dalam beberapa kali jumpa pers awal tahun ini. Pernyataan ini diragukan oleh berbagai pihak, termasuk dari harvard dan WHO. Terbukti akhirnya pada senin (2/3/2020) Presiden RI Joko Widodo merilis dua WNI di Indonesia positif terjangkit virus corona baru alias Covid-19. Menurut Jokowi dua WNI tersebut sempat kontak dengan warga Negara Jepang yang terdeteksi virus corona setelah meninggalkan Indonesia dan tiba di Malaysia. 

Tak hanya itu, pada Kamis (2/4) Menko bidang kemaritiman dan Investasi  Luhut Binsar Panjaitan Indonesia menyebutkan bahwa “dari hasil modeling, cuaca Indonesia yang  panas dan humidity tinggi untuk covid 19 itu gak kuat” . Ungkapnya saat video conference usai rapat terbatas bersama presiden Jokowi

Alasan karena cuaca panas dan kelembaban yang tinggi tidak selalu tepat. Nyatanya ada beberapa Negara yang lebih panas dari Indonesia tetap terpapar Covid 19. Berdasarkan pantauan Gis And data (3/4/2020) negara tersebut adalah Arab Saudi, India, Malaysia, Filipina, dan Pakistan. Hanya bedanya, kelima Negara ini semuanya menerapkan Lockdown untuk mengantsipasi meluasnya penyebaran covid 19.

Bagaimana dengan Indonesia? Sampai saat ini, pemerintah belum mau mengambil kebijakan lockdown. Walaupun jumlah kasus terinfeksi covid 19 kian hari grafiknya cenderung naik. Sajian data pada pekan 2 Maret-8 Maret, jumlah kasus penularan Covid-19 masih berada di bawah 50 kasus. Kemudian, pada 9 Maret-13 Maret, jumlah kasus penularan Covid-19 mulai naik hingga maksimal 50 kasus. Terakhir, pada 14 Maret-19 Maret, jumlah kasus penularan Covid-19 mengalami kenaikan drastis dari hari ke hari, yakni 100 kasus hingga lebih dari 300 kasus. Hingga saat ini (10/4/2020), jumlah total pasien positif Covid-19 3512 kasus, 306 meninggal dan 282 sembuh

Ini butuh penanganan yang serius, karena jumlah yang tertera pada data ini bukan hanya sekadar angka statistik. Tapi ini menyangkut nyawa rakyat. Mengutip apa yang pernah disampaikan oleh gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat mengumumkan jumlah korban yang terinfeksi covid 19 di wilayah DKI Jakarta. Beliau menyampaikan bahwa para korban tersebut adalah orang-orang yang sebelumnya bisa berkegiatan, sebelumnya sehat, dan mereka-pun punya anak, istri dan saudara.

 Banyak pihak menyayangkan pemerintah Indonesia tidak merespon dengan cepat penyebaran covid 19 ini. Kalaulah sejak awal sudah diambil langkah pencegahan, tentu angka yang yang tersaji tersebut bisa ditekan seminimal mungkin. Bahkan sampai saat ini  Indonesia belum mencapai puncak pandeminya.  Pakar Epidemiologi universitas padjajaran, Panji Fortuna Hadisoemarto memprediksi Indonesia akan mengalami puncak pandemi covid 19 pada akhir Mei. Ini berarti kemungkinan ada korban lebih banyak lagi sampai dua bulan ke depan.

Rasanya kalau mau mundur beberapa abad ke belakang, tentu akan menemukan model ideal dalam mengatasi penyebaran  wabah dengan cepat. Adalah Abu Ubaydah bin Jarrah radhiyallahu anhu sebagai komandan pasukan Jihad di Syam bertemu dengan Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu di Sargh. Khalifah berniat untuk membawa kembali Abu Ubaydah ke Madinah mengingat adanya wabah yang sedang melanda wilayah Syam. Abu Ubaydah menolak dan mengingatkan apakah Sang Khalifah ‘lari dari takdir Allah’?

Hal ini dijawab oleh Khalifah Umar bahwa ‘kita lari dari takdir Allah ke takdir Allah yang lain’ seraya menjelaskan pilihan seorang penggembala yang membawa kambingnya ke lembah yang hijau ketimbang lembah yang tandus. Pilihan Khalifah Umar radhiyallahu anhu untuk memutuskan meninggalkan Syam, dan pilihan Abu Ubaydah untuk tetap berada di Syam ternyata mendapatkan legitimasi dari hadist yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Auf.

“Jika kalian mendengar suatu negeri dilanda wabah, maka jangan kalian memasukinya. Jika wabah itu terjadi di negeri yang kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar darinya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dari sisi ilmu dan kebijakan kesehatan masyarakat modern, apa yang Rasulullah  SAW  sampaikan  adalah upaya pencegahan untuk mengisolir penularan wabah penyakit agar tidak meluas dan tidak memakan banyak korban sehingga mampu menjaga jiwa manusia. Dalam Islam, menjaga satu jiwa seperti menjaga banyak jiwa.

Tidak seperti konsep kekebalan kelompok (herd immunity ) ala kapitalis yang memiliki konsep membiarkan banyak manusia terinfeksi virus agar mencapai titik kekebalan pada suatu kelompok masyarakat. Menurut Panji, konsep Herd Immunity ini diterapkan pada suatu populasi yang tidak menerapkan lockdown (karantina wilayah).  Sungguh cara seperti ini tidak diajarkan dalam Islam.

“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya “. (Al Maidah : 32).[ia]

Penulis : Rian Handayani

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.