2 Mei 2024

Penulis : Siti Maftukhah, SE. (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)

Dimensi.id-Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut pandemi virus corona membuat civitas akademika melakukan cara-cara baru dalam menuntut ilmu. Salah satunya adalah kuliah dalam jaringan (daring).

“Kuliah daring yang selama ini sangat lamban dijalankan, sekarang sangat berkembang. Kuliah daring telah menjadi new normal dan bahkan menjadi next normal,” kata Jokowi saat membuka konferensi virtual Forum Rektor Indonesia yang disiarkan di saluran youtube Sekretariat Presiden, Sabtu (4/7/2020).

Jokowi juga yakin akan muncul normalitas-normalitas baru yang lebih inovatif dan lebih produktif.(https://nasional.kompas.com/read/2020/07/04/10593421/jokowi-kuliah-daring-sudah-jadi-new-normal-bahkan-next-normal)

Sebuah harapan yang boleh saja ada. Namun yang juga harus diperhatikan adalah kesiapan dari para mahasiswa sendiri dan juga dosen. Sudahkah presiden memberi fasilitas yang memadai kepada mahasiswa atau pun dosen, baik telepon seluler (ponsel) android atau jaringan internet? Karena dua ‘barang’ itu adalah fasilitas yang harus ada saat melakukan kuliah daring.

Adalah Fortunatus Roland Lamanepa (20), mahasiswa di kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), kesulitan mengikuti proses kuliah secara online. Mahasiswa semester III Program Studi Teknologi Budidaya Perikanan, Jurusan Perikanan Kelautan, Politeknik Pertanian Negeri Kupang itu tidak memiliki ponsel untuk kuliah online.(Kisah Mahasiswa NTT Kesulitan Kuliah Online karena Tak Punya Ponsel http://kmp.im/AFzyKb)

Untuk bisa kuliah daring atau online, dia harus pinjam ponsel tetangga dan teman. Namun, ia beberapa kali tidak bisa mengikuti kuliah online tersebab tidak memiliki uang untuk mengisi pulsa data.

Belum lagi jaringan internet yang masih belum merata yang menyebabkan mahasiswa kesulitan untuk mendapatkan jaringan internet yang bagus.

Sartika, salah satu mahasiswi di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, terpaksa harus memanjat pohon agar mendapatkan sinyal untuk mengikuti perkuliahan online. Bahkan, untuk mendapat jaringan internet harus menempuh perjalanan satu hingga dua jam untuk mendaki perbukitan.

Kisah Fortunatus dan Sartika mungkin mewakili mahasiswa-mahasiswa lain yang kesulitan untuk mengikuti kuliah online atau daring karena tidak ada ponsel atau sulit mengakses jaringan internet.

Sejak wabah pandemi, ada banyak perubahan yang harus dilakukan. Salah satunya adalah belajar/kuliah yang harus dilakukan secara online. Sayangnya, pemerintah tampak tidak siap dengan kondisi-kondisi seperti itu.

Miris memang, sebelum wabah pandemi ini muncul, penguasa negeri ini pun sebenarnya juga kurang bahkan abai dengan tanggung jawabnya kepada rakyat.

Misalnya tidak segera ditutupnya pintu masuk ke negeri ini. Bahkan cenderung melakukan pembiaran wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia disaat negara-negara lain menutup pintu negara mereka terhadap warga negara lain.

Padahal seharusnya negeri ini menutup pintu, agar wabah tidak masuk dan menyebar di dalam negeri.

Tak ayal, wabah masuk ke negeri ini. Alih-alih segera tanggap, penguasa negeri ini cenderung lambat dalam penanganan wabah. Agar tidak semakin menyebar, harusnya tindakan isolasi terhadap wilayah awal munculnya wabah. Itupun juga tak lekas dilakukan.

Dampak yang ditimbulkan saat wabah semakin menyebar tak terkendali juga semakin luas. Perusahaan merumahkan karyawan, hingga pemutusan hubungan kerja, sehingga pengangguran semakin meningkat. Di sektor informal pun juga sama, terdampak. Akibatnya, perekonomian seolah macet bahkan geliatnya menurun.

Kebijakan yang diambil atas dampak wabah juga setengah hati. Pemberian kartu pra kerja yang menyisakan pro kontra karena dinilai menguntungkan sejumlah pihak dan dinilai tak memiliki urgensitas karena banyak perusahaan tutup alias lapangan pekerjaan tidak ada. Bantuan buat rakyat yang masih karut marut dan tidak bisa menjangkau semua, termasuk indikasi salah sasaran dll.

Kebijakan stay and work at home, penutupan tempat ibadah, namun mall dan pusat perbelanjaan dibiarkan beroperasi.

Termasuk adalah kebijakan belajar daring. Para pelajar dan mahasiswa harus melakukan pembelajaran dan perkuliahan secara online. Tentu membutuhkan jaringan internet lebih banyak. Alih-alih pemberian internet gratis, biaya kuliah pun ternyata juga masih harus dibayar oleh para mahasiswa.

Wabah tak bisa diprediksi kapan akan berakhir. Kuliah akan dilakukan dengan sistem daring atau online. Maka pemerintah harus segera mengambil langkah agar pembelajaran atau perkuliahan tetap bisa dilakukan. Bisa dengan pemberian akses jaringan internet yang mudah dan murah.

Termasuk yang lebih penting lagi adalah penanggulangan wabah yang serius dan tuntas. Sehingga masyarakat bisa lebih aman untuk beraktivitas, termasuk beraktivitas agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

Namun selama pandemi masih berlangsung, negara harusnya memberikan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat terutama kebutuhan pangan. Karena kebutuhan pangan adalah kebutuhan dasar yang apabila tidak tersedia akan menyebabkan kematian.

Dalam Islam,  pendidikan, entah pendidikan dasar, menengah atau pendidikan tinggi, adalah kebutuhan dasar rakyat yang harus disediakan oleh negara dengan gratis. Ada pos dalam Baitul Mal yang peruntukannya adalah untuk layanan kebutuhan masyarakat akan pendidikan, selain kebutuhan dasar lainnya seperti pangan, sandang, papan serta kesehatan.

Maka apa pun kebutuhan masyarakat dalam rangka untuk mendapatkan pendidikan yang layak, semua harus dipenuhi oleh negara, baik pendidikan diselenggarakan lewat offline maupun online. Wallahu a’lam[]

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.