3 Mei 2024
15 / 100

Dimensi.id–Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta, Sarmin, mengatakan, pada 2023 yang dicanangkan menjadi Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (KRPPA) adalah Giwangan di Kemantren Umbulharjo. “Rejowinangun kita canangkan yang kedua sebagai KRPPA,” kata dia (republika.co.id, 6/3/2024).

 

Sarmin menjelaskan, KRPAA merupakan kelurahan yang mengintegrasikan program perlindungan pemberdayaan perempuan, serta perlindungan dan pemenuhan hak anak. Hal itu juga terkait pengelolaan anggaran.

 

Menurut Sarmin, pencanangan Rejowinangun menjadi KRPPA sudah diinisiasi sejak 2023 dengan sosialisasi dan focus group discussion (FGD). Hal itu untuk memastikan kelurahan tersebut memenuhi sepuluh indikator KRPPA, antara lain adanya kelompok usaha perempuan, forum anak, tempat pengaduan bagi anak dan perempuan yang mengalami kekerasan, serta indikator terkait ada atau tidaknya pekerja anak dan perkawinan anak.

 

Selain mencanangkan KRPPA, Pemkot Yogyakarta mengukuhkan 12 relawan Sahabat Perempuan dan Anak (Sapa) di Kelurahan Rejowinangun. Relawan Sapa ini berperan mendukung terciptanya lingkungan yang antikekerasan, peduli perempuan ramah anak secara promotif dan preventif, termasuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak.

 

Lurah Rejowinangun, Handani Bagus Setyarso, berharap pencanangan KRPPA dan pengukuhan relawan Sapa dapat mendukung pemenuhan hak-hak anak dan perempuan di daerahnya.

 

Banyak Program Tak Ada Evaluasi

 

Ada banyak upaya pemerintah mengatasi persoalan kekerasan perempuan dan anak, salah satu gagasan KRPPA, atau Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak. Dana pun digelontorkan dengan harapan seluruh program bisa segera dilaksanakan.

 

Demikian pula pengukuhan 12 relawan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) sebagai eksekutor program di lapangan. Targetnya perempuan dan anak di kelurahan yang bersangkutan menjadi lebih baik. Sudahkah ada evaluasi bahwa setiap program ini berjalan dan mencapai tujuannya?

 

Karena sebelum program tingkat kelurahan ini sudah ada program Kota Layak Anak, Kota Ramah Anak, yang didanai baik oleh APBN maupun Asing, baik berupa keuangan maupun tenaga ahli. Pun program dibuat dengan standar asing terkait kota yang ramah dan layak anak itu kota yang seperti apa.

 

Kemudian pada tahun 2022 Pemerintah juga mengumumkan tengah kejar target menuju Indonesia Layak Anak (IdoLA) 2030 dan menjadikannya sebagai salah satu tujuan peringatan Hari Anak Nasional tahun itu.

 

Pemerintah juga sudah memiliki UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak dengan dua pilar utama, yaitu pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak. UU ini telah dua kali diubah melalui UU 35/2014 dan UU 17/2016.

 

Juga melalui UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, lanjut Arum, negara mengamanatkan setiap daerah untuk melakukan berbagai upaya pemenuhan hak anak dan perlindungan anak. Faktanya kekerasan terhadap perempuan dan anak kian marak, bullying yang melibatkan pelaku remaja juga terjadi di berbagai tempat juga di berbagai lembaga pendidikan termasuk pesantren.

 

Belum lagi dengan kasus bunuh diri perempuan dan anak, KDRT, trafikking, perzinahan, aborsi, tawuran remaja, terenggutnya tanah air tempat perempuan dan anak tumbuh dan berkembang direnggut paksa oleh negara dan lain sebagainya.

 

Tindakan genoside dan penjajahan kaum minoritas atas mayoritas muslim di berbagai belahan dunia telah menciptakan neraka dunia bagi perempuan dan anak. Pemerintah Indonesia sendiri tak bisa konsisten atas satu kebijakan dengan kebijakan lainnya. Ibarat di sisi satu berusaha memadamkan api sisi lainnya menambah kayu bakar hingga api kian membesar.

 

Setiap programnya tetap mendorong perempuan untuk berusaha, dengan makna menghasilkan materi. Pemberdayaan ini dianggap solusi atas semua persoalan perempuan, di antaranya menghilangkan supremasi patrinialistik dan agama atau norma. Dimana perempuan seolah terbelenggu oleh tradisi. Tempat pengaduan dianggap mampu menetralisir keadaan.

 

Dengan kata lain, sepanjang belum ada perubahan sistem aturan dimana semua program ini bernaung maka sepanjang itu tidak akan ada perubahan. Pasalnya sistem hari ini dibangun di atas landasan pemisahan agama dari kehidupan atau sekularisme.

 

Di sinilah yang menjadi titik kritis, bahwa sistem aturan yang diterapkan dalam setiap kebijakan pemerintah lebih cenderung sekuler kapitalistik. Segala solusi disandarkan pada kemanfaatan materi, akar persoalan samasekali tidak tersentuh. Karena setiap kelurahan, kota atau kabupaten akan fokus pada kompetisi dan memenangkan penghargaan. Program ini tak lain hanyalah proyek penghabisan dana. Sebab disusun tanpa evaluasi seberapa besar tingkat keberhasilannya.

 

Sekularisme melahirkan Kapitalisme, dimana segala sesuatu dihitung dari sisi kesuksesan materi atau mampu memberi manfaat dari pembangunan kota layak anak dengan segala kriteria yang diperlombakan misalnya dari sisi kunjungan wisata Untuk apa dikompetesikan jika akar persoalannya jauh dari itu? Namun inilah sistem kapitalis yang membatasi peran negara dalam mengurusi umatnya, dan lebih banyak menggantungkan pada asing. Padahal inilah yang kemudian makin memperburuk keadaan. Kedaulatan negara hilang, dan hanya membebek arahan dan standar asing.

 

Islam Melindungi Perempuan dan Anak Secara Menyeluruh

 

Sebagai agama yang sempurna, Islam jelas memiliki aturan atau sistem dalam kehidupan guna memberi solusi bagi setiap persoalan manusia. Sistem Islam tidak diterapkan per bagian namun menyeluruh.

 

Artinya ketika kita bicara perempuan dan anak, maka kita akan bicara jaminan nafkahnya, pendidikan, lingkup ruang tinggal, transportasi yang mudah dan aman, sandang, papan dan pangan. Berikut juga keamanan, bukan sekadar kota atau kelurahan yang layak tapi benar-benar kehidupan yang layak yang mewujudkan tujuan penciptaan manusia di dunia, yaitu menjadi hamba Allah, sebagaimana firman Allah swt yang artinya,”Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku,” (TQS az Zariyat: 56).

 

Islam menyejahterakan perempuan tanpa mewajibkannya mencari nafkah atau mendorongnya aktif ke ranah sosial agar menghasilkan materi. Melainkan mendudukkannya sesuai fitrah yaitu Ummu wa Rabbatul bait. Ibu dan pengatur rumah tangga. Di tangannyalah potensi generasi dikembangkan.

 

Tindakan ini justru menempatkan perempuan dan anak pada posisi yang tepat yaitu pelanjut generasi sekaligus pencetak penerus bangsa yang cerdas, mandiri dan bertakwa.

 

Islam mewajibkan negara menjamin terpenuhinya semua kebutuhan pokok rakyat, dengan memudahkan akses lapangan pekerjaan. Sehingga para ayah atau pria baligh mudah menafkahi keluarga yang menjadi tanggungjawabnya.

 

Di sisi lain, pemenuhan fasilitas umum seperti sekolah, masjid, rumah sakit, jalan, perpustakaan, pasar, moda transportasi dan lainnya yang menyangkut hajat hidup orang banyak dipenuhi oleh negara, dengan mekanisme Baitulmal. Dimana pos pendapatan dan pos pengeluarannya diatur syariat.

 

Pos pendapatan diperoleh dari pengelolaan kepemilikan umum ( SDA), kepemilikan negara ( harta yang secara syariat ditetapkan sebagai milik negara) dan zakat. Khusus pos zakat, akan disalurkan kepada delapan golongan yang sudah disebutkan dalam Alqur’an dan samasekali bukan untuk pembiayaan infrastruktur sebagaimana dalam sistem kapitalis.

 

Ketika sistem Islam berjalan, maka segala sesuatunya akan berbanding terbalik dengan sistem kapitalisme yang buatan manusia. Jika ada kursi, siapa yang hebat, antara tukang kayu yang pandai membuat kursi atau Allah swt. Yang sudah menciptakan pohon, kayu, tukang kayu berikut akal sehingga tukang kayu mampu memproduksi kursi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia?  Wallahualam bissawab. [DMS].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.