3 Mei 2024

Penulis : Chusnatul Jannah

Dimensi.id-Dalam pernyataannya, seorang petinggi partai politik menanggapi penolakan berbagai pihak terhadap RUU HIP. Ia menyetujui larangan terhadap ideologi yang bertentangan dengan pancasila. Diantaranya adalah marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, radikalisme dan khilafahisme.

Kedunguan itu rupanya tak bisa hilang tersebab kebencian yang terlalu mengakar. Benci dengan khilafah, lalu mensejajarkannya dengan paham terlarang di Indonesia. Khilafahisme pun terlontar dari lisannya yang cacat. Ya, cacat logika dan kecerdasan. Sangat disayangkan. Beraneka cara dilakukan untuk membusukkan ajaran Islam seperti Khilafah.

Yang tak kalah menarik, ia sempat menyebut kapitalisme-liberalisme termasuk dari ideologi yang bertentangan dengan pancasila. Kalau begitu, berarti penguasa yang mengadopsi ideologi kapitalisme-liberalisme boleh dong kita sebut anti pancasila. Jika seperti itu, bukankah rezim hari ini mengakui bahwa sistem yang sedang mereka jalankan itu bertentangan dengan pancasila?

Andaikata diakui, hal itu akan dianulir oleh mereka. Sebab, pancasila seringkali ditafsiri suka-suka mereka. Pokoknya yang lain salah. Mereka maha benar dengan segala perbuatannya. Siapapun yang menyebut khilafah sebagai paham atau menambahkannya dengan kata ‘isme’, sesungguhnya gagal paham, ngawur, dan mengada-ada. Yang jadi pokok persoalan adalah komunisme, kok Khilafah dibawa-bawa? Membawa-bawa Khilafah dalam konteks pembahasan ideologi terlarang adalah tindakan kurang ajar. Bagaimana bisa Khilafah disepadankan dengan komunisme?

Sudah terlalu banyak ragam penjelasan mengenai bahasan Khilafah namun tetap saja gagal dipahami oleh mereka. Ya inilah wujud dunguisme yang keterlaluan. Dungu dalam arti bebal, tidak cerdas. Meminjam definisi dungu ala Rocky Gerung,  pernyataan yang tidak logis, menjawab pertanyaan tanpa berpikir sistematis.

Mengapa begitu tega menyelaraskan ajaran Islam dengan komunisme? Sepanjang negeri ini berdiri, Islam tidak pernah memiliki sejarah kelam. Yang nampak nyata itu adalah PKI yang jelas-jelas memberangus negeri ini dengan paham komunisnya.

Islam dan Khilafah tidak memiliki catatan buruk dalam perjalanan Indonesia meraih kemerdekaan. Justru Khilafah Ustmani kala itu mengirimkan bantuan untuk rakyat Aceh menentang para penjajah Belanda. Maka pernyataan ngawur semacam ini harus dilawan dan diluruskan:

Pertama, Khilafah adalah sistem pemerintahan. Bukan ideologi, bukan pula produk paham-paham seperti komunisme, marxisme, sekulerisme, liberalisme, maupun kapitalisme. Jika mau membandingkan, maka bandingkanlah Khilafah itu dengan sistem pemerintahan demokrasi, monarki konstitusi, republik, kerajaan, atau parlementer. Khilafah itu napasnya adalah Islam. Apa mereka hendak membenturkan Islam dengan Pancasila? Ingat! Pola komunis dulu seperti itu. Menghembuskan isu negara Islam dan membenturkan pancasila dengan agama.

Kedua, khilafah adalah ajaran Islam. Bukan ajaran sesat, bukan pula produk pemikiran manusia. Khilafah adalah bagian fikih pemerintahan yang banyak dibahas dalam kitab-kitab ulama mu’tabar. Dalilnya jelas, penjelasannya rinci. Bahkan ulama Indonesia, Sulaiman Rasyid pun menuliskan pembahasan Khilafah menjadi bab tersendiri dalam buku fikih yang ditulisnya. Jika ingin terus menerus memusuhi khilafah, maka Anda sedang berhadapan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan lagi dengan Hizbut Tahrir. Sebab, Khilafah itu bukan ajaran Hizbut Tahrir. Atau hasil pemikiran Syeikh Taqiyudddin (Pendiri HT). Ia adalah produk wahyu yang digali dari dalil al quran, as sunnah, ijma’ shahabat, dan qiyas.

Ketiga, khilafah itu pasti tegak.Karena ia janji Allah dan RasulNya. Mau dibusukkan seperti apa, tak akan hilang sifat permatanya. Sebab, Khilafah itu mahkota dari segala kewajiban. Kewajiban syariat tak akan terpenuhi tanpa tegaknya Khilafah. Penerapan syariat secara kaffah tak akan sempurna tanpa institusi (negara) yang melaksanakannya.

Maka dari itu, berhati-hatilah menyebut tentang Khilafah. Sebab, bila Anda terus saja menabuh genderang perang dengan ajaran Islam ini, bersiaplah berhadapan dengan Allah Ta’ala. Karena Khilafah bukan ajaran ormas atau kelompok tertentu. Diciptakannya lidah bukan untuk menyemburkan kebencian yang berkerak. Benci yang terlalu hanya menimbukan dengki.

Sifat dengki manakala sudah menyatu dalam tubuh akan membusukkan seluruh tubuh. Saat itu, Allah tutup dan keraskan hatinya. Saat hati mengeras, cahaya kebaikan akan sulit mencairkannya. Ketika itu terjadi, ketahuilah, itulah seburuk-buruk keadaan dan sejelek-jelek  akhir kehidupan. Semoga masih terbuka pintu tobat sebelum ajal mendekat. Wallahu a’lam bisshowab.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.