17 Mei 2024

Penulis : Uray Herlindawati (Muslimah Ideologis Khatulistiwa)

Dimensi.id-Pandemi Covid-19 yang melanda dunia saat ini belum juga berakhir. Jumlah korban yang terinfeksi dan meninggal dari hari ke hari justru semakin meningkat. Tak ada seorangpun yang bisa memperkirakan kapan pandemi ini akan menghilang dan pergi.

Dampak negatif dari pandemi ini begitu luar biasa, mulai dari kesehatan, nyawa, hingga menyebabkan ekonomi dunia menjadi runtuh. Negara-negara kapitalis dan komunis juga mulai kolaps. Mereka tak berdaya menghadapi makhluk kecil yang bernama Corona.

Di Indonesia sendiri, kasus positif virus Corona atau Covid-19 pertama kali terdeteksi pada Senin (2/3). Pertama kali diumumkan oleh Presiden Joko Widodo.

Sejak hari itu, jumlah kasus positif Corona semakin bertambah dari hari ke hari. Ada pasien yang meninggal dunia, banyak juga yang dinyatakan negatif dan akhirnya sembuh.

Berdasarkan data pada Minggu (28/6), jumlah pasien yang dinyatakan positif bertambah 1.198 orang. Sehingga total menjadi 54.010 kasus positif Corona. Sementara untuk pasien sembuh bertambah 1.027 pasien, sehingga total secara akumulatif sebanyak 22.936 orang pasien sembuh. Sedangkan pasien yang meninggal dunia karena virus ini bertambah 34 orang. Sehingga total kasus meninggal sebanyak 2.754 orang. (merdeka.com, 28/6/2020)

Berbagai langkah dan kebijakan pun telah dijalani oleh pemerintah untuk mengatasi pandemi ini, seperti diberlakukannya physical distancing, social distancing, menggunakan masker ketika keluar rumah, meliburkan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan dan pembatasan kegiatan di area publik, hingga pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Namun angka penyebaran virus belum juga menunjukkan penurunan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan negara belum optimal sehingga melahirkan ketidakpercayaan publik terhadap kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah selama pandemi Covid-19. Dikarenakan sejak awal publik menilai bahwa kebijakan yang diterapkan pemerintah tidak konsisten.

Apalagi baru-baru ini pemerintah kembali membuat bingung masyarakat. Pasalnya, pemerintah akan menerapkan kebijakan baru yakni new normal  yang merupakan kebijakan membuka kembali aktivitas ekonomi, sosial, dan kegiatan publik secara terbatas dengan menggunakan standar (protokol) kesehatan yang sebelumnya tidak ada sebelum pandemi.

Wacana pemerintah yang hendak menerapkan kebijakan new normal pun menuai pro dan kontra dari masyarakat. Karena, sangat tidak mungkin bahwasanya kebijakan new normal diterapkan di Indonesia, mengingat kasus Covid-19 di Indonesia sendiri masih sangat tinggi.

Di sisi lain, jika new normal tidak diterapkan maka yang akan terjadi adalah perekonomian di Indonesia akan anjlok. Itulah yang membuat terjadinya pro dan kontra di masyarakat.

Namun, apakah pantas jika new normal menjadi kebijakan lanjutan pemerintah yang tepat untuk mengatasi Covid-19 yang tak berujung ini?

Sesungguhnya di tengah ketidakmampuan sistem kapitalisme neoliberal menyelamatkan manusia dari wabah dan diikuti krisis multidimensi yang akan terjadi pascawabah, seharusnya makin menyadarkan kaum muslimin bahwa saat ini kita membutuhkan sistem baru.

Yakni sistem yang akan menyelamatkan manusia dan dunia dari berbagai malapetaka, serta membawa solusi yang akan menyejahterakan. Karena, sistem hari ini telah gagal menyejahterakan rakyat, baik pada saat tanpa wabah, terlebih lagi ketika terjadi wabah.

Maka, satu-satunya harapan umat hanyalah kepada sistem Islam yakni Khilafah. Inilah sistem yang dibangun di atas landasan wahyu Allah SWT dan dituntun oleh Rasulullah SAW serta dilanjutkan para Khalifah setelahnya.

Karena Islam memiliki kekayaan konsep dan pemikiran cemerlang yang bersifat praktis. Terpancar dari akidah Islam yang shahih dan mengalir dari telaga kebenaran Al-Qur’an dan Sunnah serta apa yang ditunjuk oleh keduanya. Bahkan telah teruji kemampuannya di seluruh penjuru dunia selama puluhan abad lamanya.

Sehingga, baik di tataran teoritis maupun praktis, hanya paradigma dan konsep-konsep Islam berupa syariah kaffah lah satu-satunya pembebas Indonesia dan dunia dari penderitaan ancaman pandemi yang mematikan ini.

Perubahan adalah sebuah keniscayaan. Sejarah telah menunjukkan pada kita bahwa bagaimana Allah SWT mempergilirkan kepemimpinan sebuah peradaban atas dunia. Perubahan tatanan dunia baru pasca pandemi Covid-19 pun mungkin akan terjadi.

Apalagi saat ini ummat telah menyaksikan sendiri berbagai fenomena ambruknya kapitalisme akibat pandemi Covid-19 dan mulai bangkitnya ghirah persatuan di kalangan kaum muslimin, tentu peluang munculnya Khilafah sebagai tatanan dunia baru ini akan semakin besar menjadi kenyataan.

Di tambah lagi dengan adanya kelompok atau jama’ah yang getol dan istiqomah melakukan aktivitas dakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan tegaknya syariah dan Khilafah.

Namun, dalam perjalanannya memang tak seindah yang dicitakan. Khususnya dalam dakwah perjuangan penegakan syariah dan Khilafah. mengingat saat ini kita hidup di alam sekulerisme dan dibawah kepemimpinan rezim yang dzalim dan anti Islam.

Pihak penentang Khilafah semakin berani, terang-terangan dan lantang. Mereka mengeluarkan segala kemampuannya baik melalui seminar, menulis di berbagai media, bahkan melalui jalur hukum juga dilakukan, salah satunya adalah dicabutnya badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia, ormas yang dikenal lantang menyuarakan Khilafah.

Kemudian, belakangan ini penulis juga kerap menemukan berbagai artikel maupun berbagai seminar dan diskusi online yang membahas agar masyarakat mewaspadai kebangkitan ideologi Khilafah di tengah pandemi. Mereka menyebutkan bahwa Indonesia saat ini berada dalam pusaran virus Corona dan Khilafah. Dan menyebutkan bahwa hal tersebut harus diwaspadai, karena virus Khilafah itu sama bahayanya dengan virus Corona.

Padahal Khilafah bukanlah ancaman, seperti yang kerap dipropagandakan rezim saat ini. Mereka merasa terancam dengan bangkitnya Khilafah karena dianggap bertentangan dengan Pancasila dan NKRI. Mereka juga gerah karena merasa kedudukan dan singgasananya sedang digoyang.

Kepanikan rezim sekuler saat ini akan makin kuatnya dakwah Khilafah, justru membuktikan bahwa sungguh dakwah Islam kaffah ini telah diterima oleh sebagian besar umat Islam. 

Khilafah adalah janji Allah dan bisyarah (kabar gembira) Rasulullah SAW. Hadist Rasulullah SAW: “Setelah itu akan terulang kembali periode khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad saw diam.” (HR Ahmad; Shahih).

Maka penolakan sekeras apapun tidak akan bisa menghalangi bahkan menunda terwujudnya janji Allah. Upaya untuk memadamkan cahaya agama Allah, justru semakin menyempurnakan agama Allah. Makar apapun yang dibuat untuk menghancurkan agama Allah, justru dibalas oleh Allah sebagai sebaik-baik pembuat makar.

Karena Islam hadir untuk membawa rahmat, bukan petaka. Islam datang untuk menyelamatkan manusia, bukan menjerumuskannya. Islam tak bertampang penjajah, tapi ia adalah junnah  bagi kaum beriman dan pelindung umat manusia dari keburukan.

Bila masih meragukan Islam sebagai jalan kebaikan, patutlah diri bertanya, sudah sampai mana iman dan Islam kita? Bila tak senang dengan Khilafah, janganlah menghardiknya. Menyalahinya sama halnya menolak ajaran Islam. Wallahu a’lam bi ash-shawasb

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.