1 Mei 2024

Penulis : Meitya Rahma ( Pegiat Literasi)

Dimensi.id-Pernikahan adalah sesuatu yang agung, peribadahan  terlama sepanjang hidup. Pahalanya juga luar biasa. Namun meraih pahala dengan pernikahan juga tidaklah mudah. Menurut ajaran Islam, perkawinan adalah ikatan suci, agung dan kokoh, antara seorang pria dan wanita sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Allah SWT.  Al-Qur’an menyebutkan dengan kata-kata “Mitsaaqan ghalizan” yakni perjanjian yang suci dan mulia, yang setara dengan perjanjian Allah dengan para Nabi. Hanya tiga kali Allah memakai kata tersebut dalam Al-Qur’an, yaitu: Dalam surah Al-Ahzab ayat 7:

Artinya : “Dan (ingatlah) ketika kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putera Maryam, dan kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.

 Pernikahan dalam  perjalanannya tentunya  tidak mulus  bak jalan tol. Adakalanya mulus,ada kalanya bergelombang, kerikil kerikil  mewarnai  dalam kehidupan suami istri. Badai besar  pun harusnya siap ditaklukkan, itulah konsekuensi dari sebuah pernikahan. Ikatan yang dimana ketika ijab qobul terucap maka berguncang lah Arsy nya. Inilah kekuatan mitsaqon gholidzon ( perjanjian kuat) yang diikrarkan oleh seorang laki laki. Nampaknya badai besar yang melanda ikatan pernikahan saat ini bernama ” pandemi effecf” efek pandemi corona yang bisa menggoncang ikatan pernikahan. Dahsyat memang kekuatan covid 19 ini, bukan cuma ekonomi,pariwisata,pendidikan, pernikahan pun terkena efek pandemi.

 Di Semarang tercatat kenaikan drastis kasus perceraian selama masa pandemi virus corona (covid-19). Kenaikan kasus hingga tiga kali lipat itu disinyalir disebabkan oleh masalah ekonomi dalam rumah tangga (CNNIndonesia). Sekitar 80 persen penggugat datang dari pihak perempuan atau istri. Dari bulan  Mei ada 98 kasus sampai Juni pertengahan ada 291 perkara yang kami terima,” ujar Wakil Ketua Pengadilan Agama Kelas 1A Semarang Muhamad Camuda dikutip dari siaran CNNIndonesia TV, Rabu (24/6). Camuda mengatakan dampak pandemi Covid-19 membuat kerenggangan terjadi dalam biduk rumah tangga di Semarang.

Ia menambahkan, perkara yang dilatarbelakangi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tetap ada, namun persentase jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding gugatan cerai karena faktor ekonomi, pertengkaran hingga perselingkuhan (CNN Indonesia). Di Sumedang kasus perceraian juga mengalami peningkatan. Pengadilan Agama Kabupaten Sumedang mencatat angka perceraian di Kabupaten Sumedang mengalami peningkatan saat memasuki masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Dalam kasus  perceraian ini hampir 80 persen yang menggugat didominasi kaum wanita (detik news)..

Pernikahan dalam  Islam sesuatu yang  sakral dan suci. maka berbagai cara harus ditempuh untuk menyelamatkan keutuhannya. Atas dasar tersebut, perceraian dilarang dalam Islam, kecuali jika memang berbagai upaya untuk menyelamatkannya itu sudah diupayakan, namun tetap tidak berhasil. Hal ini dapat dilihat dari isyarat Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya :

اَبْغَضُ الْحَلَالِ اِلَى اللهِ الطْلَاقِ (رواه ابو داود, ابن ماجه, الحاكيم)

Artinya : “Sesuatu perbuatan yang paling dibenci Allah adalah thalak” (H.R. Abu Daud, Ibnu Majah, Al Hakim)

Berdasarkan  hadist diatas di perceraian merupakan jalan terakhir yang boleh ditempuh, manakala biduk  rumah tangga tidak bisa diselamatkan.  Masa pandemi ini menguji kesabaran pasangan suami istri. Ekonomi yang melilit rakyat, imbas pandemi yang tak berkesudahan membuat tidak sedikit orang yang kehilangan sumber pendapatan. Ditambah kebutuhan hidup yang tak sedikit dan cenderung mengalami kenaikan.

Maka jika seorang istri tidak benar benar qonaah atas rizki yang didapat suami dengan susah payah maka hal ini bisa membawa petaka bagi rumah tangga. Seperti yang telah disampaikan diatas bahwa penggugat datang dari pihak perempuan atau istri atau bisa dikatakan bahwa istrilah yang pertama menginginkan perceraian. Sebenarnya,semua bisa menjadi penyebab perceraian, baik suami ataupun istri.  Kehidupan hedonis telah mempengaruhi gaya hidup para istri. Ingin tampil bak sosialita,namun uang pas pasan, akhirnya suami yang disalahkan dengan dalih tidak memberi nafkah. Ini salah satu fenomena di masyarakat yang bisa memantik api di dalam rumah tangga.

Terlebih lagi di masa pandemi ini faktor ekonomi menjadi alasan untuk bercerai.  Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kberujung pada himpitan masalah ekonomi keluarga. Maka istri  tentunya harus bisa belajar untuk menerima keadaan,sekecil apapun rizki yang didapat haruslah disyukuri. Suami juga tidak boleh mengabaikan hak istri dalam menafkahi. Istrii harus memberi suport pada suami dalam rangka mencari nafkah untuk  keluarga. Diperlukan love booster yang lebih dikala pandemi ini agar tetap sehat dalam membina rumah tangga. Love booster bisa dilakukan berbagai cara antara lain;

1. Adanya keterbukaan,komunikasi intens  akan mengurangi konflik antar suami istri. Komunikasi yang tidak sehat menjadi  masalah dari suatu hubungan, untuk itu komunikasi yang baik  sangat dibutuhkan. Memanfaatkan waktu istirahat malam,dengan pillow talk akan dapat membuka komunikasi yang berkualitas.

2. Mengesampingkan keinginan/egoisme individu serta mewujudkan keinginan bersama. Saling memaafkan. Sikap kompromi juga sangat diperlukan untuk menghindari egoisme dalam hubungan.

3. Menerima kenyataaan bahwa tidak semua harapan berjalan mulus. Terlebih lagi musim pandemi yang disusul akan terjadi resesi ini pastilah banyak harapan harapan yang belum bisa terwujud.  Ikhlas dan menerima apa yang ada, akan mengembalikan  keharmonisan.

4. Melihat kembali komitmen dan  tujuan / goals  ketika menikah. Ketika menikah pastilah punya sebuah goals, target yang akan dicapai. Target capaian 5 tahun pernikahan, 10 tahun pernikahan dievaluasi bersama. Dengan memiliki goals tertentu dan fokus untuk mewujudkannya maka meminimalkan perceraian.

Tentu saja masih banyak berbagai cara untuk mendapatkan tambahan love booster ini. Keluarga yang hidup dijamann kapitalis memang harus lebih kuat dalam memegang akidah. Jika tak kuat, permasalahan kecil bisa membuat masalah dalam keluarga. Ditambah masa pandemi tak berujung ini membina rumah tangga harus menyiapkan ekstra kesabaran, keikhlasan untuk bisa selamat dari godaan perceraian. 

Menikah adalah menyempurnakan separuh Dien, jadi dengan menikah lengkap sudah dalam beragama. Jika semua permasalahan dalam rumah tangga dikembalikan lagi pada pemilik  aturan  “Allah SWT”, artinya bahwa setiap permasalahan dikembalikan pada bagaimana Allah mengatur   dalam  syariat Nya bukan dengan ego manusia ataupun aturan manusia maka dengan langkah ini akan ada harapan untuk saling memperbaiki, muhasabah diri yang nantinya bisa menemukan solusinya.

Dalam ajaran Islam pun telah di contohkan sikap apabila terjadi perselisihan dalam rumah tangga.  Dalam Al Qur’an di Surat An Nisaa ayat 35, “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam[juru damai] dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan.jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” Dalam syariat Nya pun sudah diatur sedemikian rupa agar pernikahan yang sakral ini tak mudah goncang.

Sebenarnya rakyat sangat butuh pemimpin yang peduli terhadap ketahanan keluarga. Yang  melindungi, membina, dan memenuhi kelangsungan hidup. Pemimpin yang amanah harus mampu menyejahterakan rakyatnya. Demi mengetahui permasalahan dan keinginan rakyatnya, Umar Bin Khotob pun berkeliling menemui rakyatnya dengan menyusuri jalan dan mengunjungi pasar untuk mendengarkan keluhan rakyat. Inilah sosok pemimpin yang paham bahwa kesejahteraan rakyat adalah tanggungjawabnya.

Memahami bahwa amanah sebagai pemimpin akan dipertanggungjawabkan kelak diakhirat. Mencari  Sosok seperti Umar  Bin Khotob ini hanya dapat ditemukan dalam sistim Islam. Pemimpin yang amanah dan syariat yang bisa menyelesaikan problematika umat akan kita temui ketika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan. Mewujudkan ketahanan keluarga adalah kunci menciptakan generasi yang unggul. Karena sebuah keluarga yang harmonis merupakan tempat tumbuh yang optimal  bagi generasi.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.