3 Mei 2024

Dimensi.id-Ibnu Katsir  meriwayatkan sebuah peristiwa bencana penyakit menular pada tahun 478 Hijriah (sekitar tahun 1085 Masehi) masa Kekhalifahan Abbasiyah. Waktu itu negeri muslim sedang dilanda demam dan wabah lainnya terkhusus di Syam, Hijaz dan Iraq. Penyakit itu sangat mengerikan,  digambarkan bisa menyebabkan kematian tiba-tiba.

Kala itu keadaan di dalam negara sangat tidak kondusif. Selain wabah yang sedang menjangkit, Daulah juga diuji dengan merebaknya pengikut Syiah yang kerap melakukan aksi anarkis sehingga menyebabkan terbunuhnya banyak manusia. Ditambah lagi dampak dari wabah mengerikan ini,  hewan-hewan liar mati secara beriringan, kemudian diikuti hewan ternak yang tiba-tiba tak bergerak kemudian mati. Suplai daging dan susu menjadi krisis.

Tak lama kemudian, di  bulan Rabiul Awwal  tahun yang sama, muncul angin yang penuh debu hitam yang membawa pasir. Pohon-pohon seperti kurma menjadi tumbang. Angin tersebut datang diiringi suara yang memekakkan telinga sehingga masyarakat sempat mengira bahwa kiamat sudah di depan mata. Sungguh suasana saat itu sangat mencekam.

Di masa-masa genting itu, Khalifah Al Muqtadi Billah melakukan tindakan cepat dan tegas yakni  mengeluarkan perintah kepada seluruh jajaran gubernur dan Umat Islam pada umumnya setelah mengadakan ikhtiar pengobatan dan evakuasi, agar  mereka juga menegakkan amar Ma’ruf dan sama-sama memerangi kemungkaran di seluruh penjuru negeri baik pelosok desa hingga kota,, kemudian mengadakan agenda menghancurkan tempat-tempat maksiat, membuang khamr dan mengeluarkan para ahli maksiat besar dari negeri muslimin.

Tak lama setelah  perintah itu dilaksanakan oleh segenap rakyat, wabah sakit dan musibah bencana alam tersebut teredam. (Kitab Al Bidayah wa An Nihayah, 11/140. Disampaikan oleh Dr Ali Muhammad Audah Al Ghamidi, Sejarawan Islam)

Dari sejarah di atas sangat terlihat bagaimana seriusnya seorang kepala negara (Kholifah) dalam menangani suatu wabah yang mungkin lebih menyeramkan dari wabah corona saat ini. Dengan penanganan yang tepat dan cepat maka wabah bisa teratasi dalam waktu yang singkat dan pastinya korban jiwa terminimalisir. Padahal kita tahu bahwa saat Kekhilafahan Abbasiyah luas wilayah negara saat itu mencakup 2/3 dunia. Dari sejarah ini dapat kita ambil teladan untuk kita terapkan dalam penanganan wabah Covid-19 ini yakni :

Pertama : Menyegerakan lockdown daerah yang terkena wabah. Khalifah segera mengisolasi dan mengevakuasi daerah yang terkena wabah kemudian berikhtiar maksimal mengobati rakyat yang terkena wabah. Lockdown merupakan hal yang diajarkan oleh Rosulullah SAW, beliau bersabda :


إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

Artinya: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari).

Lockdown dan menjaga kebersihan diri saat wabah pertamakali dikenalkan oleh Rasulullah SAW. Hal ini merupakan penelitian dari seorang dokter bernama Dr. Craig Considine yang ia tulis dalam media Amerika “Newsweek” yang kemudian tulisan ini mendapat reksi luas di jagad maya. Dengan menetapkan kebijakan lockdown sesegera mungkin maka wabah ini tidak akan menyebar luas ke berbagai daerah sehingga penanganan bisa dilakukan secara tepat serta korban jiwa bisa terminimalisir. Karena di dalam islam hilangnya nyawa seorang muslim lebih berarti dari hilangnya dunia dan seisinya.

Kedua : kebutuhan vital warga ditanggung oleh negara. Disinilah perbedaan besar fungsi negara dalam Islam dengan fungsi negara dalam ideologi Kapitalisme. Dalam Islam negara berfungsi sebagai “ri’ayah suunil ummah” artinya negara bertindak sebagai pengatur, pemelihara, pemenuh urusan umat dengan menerapkan hukum Islam, pemimpin memutuskan apapun kebijakan untuk rakyatnya berdasarkan ijtihad dalil – dalil syara’ yang jelas akan menjadi rahmat seluruh alam karena aturan ini dibuat oleh sang maha adil yakni Allah SWT.

Dalam sejarah kita bisa menyaksikan praktik realnya dalam kekhilafahan khulafa’urosyidin, dimana kebutuhan primer rakyat ( sandang, pangan, papan, pendidikan, keamanan, kesehatan dll) diberikan secara cuma – cuma oleh negara. Maka wajar jika islam kala itu menjadi mercusuar peradaban,pusat ilmu pengetahuan dan kedamaian terpancar walau penduduknya bukan hanya orang Islam saja.

Berbeda halnya dengan fungsi negara dalam Kapitalisme. Dalam ideologi Kapitalisme negara hanya berfungsi sebagai regulator saja alias  pembuat kebijakan, sedangkan sektor – sektor vital negara dikuasai oleh swasta para pemilik modal ( di Indonesia didominasi oleh Asing dan Aseng).

Hal ini meniscayakan praktek suap dan korupsi untuk kepentingan segelintir orang saja sehingga terjadilah ketimpangan sosial, si kaya semakin kaya dan si miskin semakin miskin. Dalam praktiknya dapat kita saksikan berbagai kerusakan di bumi ini ketika akal manusia yang lemah dan syarat akan nafsu kepemilikan digunakan untuk membuat hukum dan ingin menandingi hukum Allah. Termasuk dalam penanganan wabah maka pertimbangan utamanya bukanlah nyawa manusia tapi seberapa merosotnya ekonomi negara.

Ke tiga : Menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar oleh negara. Sebagai seorang muslim kita berkewajiban untuk senantiasa memuhasabah diri ketika ada musibah yang menimpa kita, karena bisa jadi musibah tersebut berupa ujian atau peringatan dari Allah.Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيهِمْ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِينَ مَضَوْا

“Tidaklah fahisyah (perbuatan keji) tersebar pada suatu kaum kemudian mereka melakukannya dengan terang-terangan, kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka wabah penyakit tha’un dan berbagai penyakit yang belum pernah terjadi pada kaum sebelum mereka.” (HR. Ibnu Majah no. 4019. Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Ibn Majah no. 3262)

Maka tatkala wabah mengerikan menjangkiti Abbasiyah kala itu wajar jika Kholifah membuat kebijakan tegas untuk menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar di seluruh penjuru negri bahkan mengusir pelaku maksiat tadi.

Bila kita refleksikan dengan pandemi covid-19 yang saat ini kita alami. Jika kita bermuhasabah diri dan negri maka akan kita temui berbaga

imacam kemaksiatan di dunia ini telah kita lakukan. Mulai dari perzinaan yang merajalela, judi, LGBT, korupsi, membuka aurot secara masal, ribawi dan berbagai macam maksiat lein yang jelas menghalalkan murka Allah SWT.

Kemaksiatan terbesar yang kita lakukan bersama adalah berpalingnya kita dari hukum Allah SWT sang pemilik bumi, sang pencipta yang maha pengatur segala. Maka wahai seluruh manusia sudah selayaknya menjadi ikhtiar kita sebagai penduduk bumi ini dalam rangka mengakhiri pandemi ini untuk kembali kepada hukum Allah SWT yang telah terbukti menjadi rahmat tak hanya bagi kaum Muslim tapi juga seluruh makhluk di dunia ini. Rindu [ia]

Penulis : Shita Ummu Bisyarah

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.