18 Mei 2024


Penulis : Siti Masliha, S.Pd (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Dimensi.id-Pandemi corona telah meluluh lantahkan tatanan dunia. Hal ini tidak terkecuali di negara kita. Imbas corona hampir disegala bidang. Pendidikan salah satu yang menjadi imbasnya. Sejak pertengahan bulan maret, pemerintah mengeluarkan kebijakan merumahkan para pelajar dan mahasiswa. Hal ini bertujuan untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona.

Pertengahan bulan juli, tahun ajaran baru sudah di mulai. Meski sebagian sekolah sudah ada yang menerapkan kebijakan belajar secara tatap muka. Namun masih ada juga sekolah yang menerapkan kebijakan belajar secara daring (on line). Belajar daring menuntut peran ganda orang tua yaitu sebagai guru dan sebagai orang tua di rumah. Namun hal ini tak semulus yang direncanakan oleh pemerintah. Banyak orang tua yang “stes” dalam mendampingi anak-anaknya. Keterbatasan pengetahuan orang tua menjadi salah satu kendala. Pasalnya tidak semua orang tua mengenyang pendidikan yang layak.

Selain kendala di atas, fasilitas belajar daring juga menjadi kendala. Tidak semua orang tua mampu menyediakan fasilitas bagi anak-anaknya untuk belajar daring. Orang tua berusaha sekuat tenaga untuk menyediakan fasilitas tersebut agar anaknya tetap bisa belajar. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh seorang ibu di Jombang Jawa Timur. Karlik (41), seorang ibu rumah tangga asal Desa Marmoyo, Kecamatan Kabuh, Jombang, terpaksa menjual kambing untuk membeli ponsel agar anaknya bisa mengikuti pembelajaran daring.

Karlik dan suaminya yang bekerja sebagai petani memiliki dua anak. Salah satu anaknya masih duduk di bangku kelas II Sekolah Dasar Negeri (SDN) Marmoyo. Setelah menjual seekor kambing miliknya, Karlik membeli ponsel seharga Rp 1.500.000. Ponsel itu dipakai bergantian antara anak sulung dan bungsu.

“Sejak ada corona, pelajaran dilakukan online. Akhirnya ya jual kambing untuk beli HP (handphone), ditambah tabungan anaknya,” kata Karlik saat ditemui Kompas.com di dekat rumahnya, Desa Marmoyo, Rabu (22/7/2020). (Kompas.com kamis 23/07/2020).

Selain menjual kambing ada juga orang tua yang melakukan cara yang haram agar anaknya bisa tetap mengikuti pelajaran di sekolah. Meski cara ini tidak boleh ditiru oleh kita sebagai orang tua. Hal ini sebagaimana dilansir dari Radar Lampung, demi mencukupi kebutuhan anak sekolah yang harus belajar Daring. Ini alasan Hermansyah (44), mencuri laptop. Sasarannya rumah Dedi (21), seorang mahasiswa yang berada di Jalan M. Nur 1, Kampung Ari, Labuhanratu.

Hermansyah beraksi Jumat malam (3/7) lalu. Ia mengetahui rumah dalam kondisi kosong. Lantas lelaki yang juga tinggal di Kampungbaru ini pulang. Mengambil obeng dan batu. “Malem sepi. Nggak ada orang. Saya buka gemboknya pake obeng sama batu. Dipukul-pukulin gitu dan kebuka. Trus, saya masuk,” kata Hermansyah di Mapolsekta Kedaton, Rabu (22/7). (Radarlampung Rabu, 22/07/2020).

Inilah kondisi negeri kita. Negeri subur makmur, namun rakyatnya miskin. Fasilitas pendidikan tidak dirasakan oleh seluruh rakyat. Akibatnya rakyat berjuang untuk mendapatkan fasilitas tersebut meski harus ditempuh dengan cara yang haram. Permasalahan pendidikan hari ini cukup pelik, perlu ada solusi sistemik agar keluar dari masalah ini.

Fasilitas pendidikan yang berbeda di setiap daerah membuat kesenjangan semakin menganga. Fasilitas pendidikan menjadi permasalah yang tak kunjung selesai di negeri ini. Kita ambil contoh untuk daerah terpencil atau pedesaan fasilitas pendidikan sangat jauh dari kata layak. Hal ini berbeda dengan fasilitas pendidikan yang ada di perkotaan. Mereka dapat dengan mudah mengakses seluruh fasilitas yang ada di depan mata. Hal ini memudahkan bagi para pelajar dan mahasiswa untuk menikmati layanan fasilitas pendidikan.
Hal ini membutuhkan peran pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini.

Permasalahan pendidikan hari ini bak benang kusut yang sulit untuk di urai. Berbagai kebijakan, ganti menteri, ganti kurikulum tak kunjung menyelesaikan masalah pendidikan yang ada di negeri ini. Hal ini disebabkan oleh abainya peran negara dalam masalah pendidikan. Masalah yang sekarang didepan mata adalah fasilitas yang tidak terpenuhi selama belajar di masa pandemi juga belum terurusi oleh pemerintah. Pemerintah hanya mengeluarkan kebijakan dan kebijakan tanpa melakukan evaluasi dan tak memberikan solusi. Hasilnya rakyat yang menjadi korban kebijakan pemerintah yang tidak pro kepada rakyat.

Penerapan sistem kapitalisme semakin memperparah masalah pendidikan. Kapitalisme adalah sistem ekonomi di mana perdagangan, industri dan alat-alat produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan memperoleh keuntungan dalam ekonomi pasar. Pemilik modal dalam melakukan usahanya berusaha untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Dengan prinsip tersebut, pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna memperoleh keuntungan bersama, tetapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untuk kepentingan-kepentingan pribadi (wikipedia)

Kapitalisme dengan faham kebebasan membuat jurang si kaya dan si miskin semakin menganga. Si kaya bisa mendapatkan apa saja yang dia mau. Bahkan si kaya bisa membeli pulau sekalipun. Namun hal ini berbeda dengan kondisi si miskin. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa, pekerjaan semakin susah. Membuka lapangan usahapun terganjal modal usaha. Akhirnya si miskin hanya tak bisa bertahan hidup walau hanya untuk makan saja.

Kondisi ini berimbas pada dunia pendidikan. Bagi si kaya bisa memilih sekolah bonafit meskipun harganya milyaran rupiah. Hal ini tidak masalah bagi si kaya, karena pundi-pundi rupiah senantiasa mengalir deras masuk ke rekeningnya. Hal ini berbanding terbalik dengan si miskin, mereka harus memutar otak hanya untuk membeli kuota internet saja. Mereka sudah banting tulang bekerja siang dan malam namun hasilnya tak sebanding yang ia dapatkan. Jelas disini kita bisa saksikan jurang yang menganga antara si kaya dan si miskin. Hal ini terlebih lagi dalam memenuhi fasilitas pendidikan.

Cerita pendidikan nasional tidak berhenti sampai di sini. Kapitalisme yang dianut oleh bangsa kita telah merasuk jauh ke denyut nadi pendidikan. Kapitalisasi pendidikan itulah realita yang terjadi saat ini. Pendidikan yang seharusnya menjadi hak bagi seluruh rakyat. Hari ini pendidikan dikomersilkan. Pihak swasta dan asing berlomba-lomba mendirikan sekolah di negara kita dengan segudang fasilitas yang fantastis. Namun jangan ditanya biaya untuk masuk ke sekolah tersebut. Kita harus merogoh kocek jutaan bahkan milyaran rupiah untuk mendapatkan fasilitas dari pendidikan tersebut. Dengan gempuran sekolah asing membuat sekolah pemerintah mati suri. Pemerintah seolah tak berdaya menghadapi perkembanga selokah asing.

Inilah kondisi pendidikan nasional kita saat ini. Terlebih dimasa pandemi ini permasalahan pendidikan seolah tak terelakkan. Tugas pemerintah hari ini adalah mencari solusi jangan hanya membuat janji. Jangan hanya membuat kebijakan namun rakyat tidak bisa merealisasikan. Hal ini akan membuat pendidikan tak tepat sasaran. Kapitalisme telah merenggut hak rakyat untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Pendidikan dalam Pandangan Islam
Pendidikan adalah kebutuhan asasi yang harus dinikmati oleh setiap rakyat. Pendidikan termasuk masalah pelayanan umum dan kemaslahatan hidup terpenting. Negara merupakan pihak yang berkewajiban mewujudkan pemenuhannya untuk seluruh rakyatnya. Pengadaan dan jaminan terhadap pendidikan ini akan ditanggung sepenuhnya oleh negara, baik orang kaya maupun miskin, muslim maupun non muslim. Pelayanan pendidikan secara gratis bisa dinikmati oleh seluruh rakyat. Baitul maal akan menanggung pembiayannya.

Dalam bidang pendidikan Islam memberikan porsi perhatian yang sangat besar. Banyak nash dan hadits yang mendorong kaum muslimin untuk belajar dan melakukan aktivitas-aktivitas ilmiyah. Rasulullah SAW bersabda: “Mencari Ilmu adalah kewajiban atas setiap kaum muslimin”(HR. Thabrani)

Berdasarkan sirah Nabi SAW dan tarikh Daulah Khilafah Islam (lihat Al Baghdadi, 1996) negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis. Selain itu negara juga memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan oleh negara. Kesejahteraan dan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan. Hal ini merupakan beban negara yang diambil dari kas Baitul Maal (kas negara).

Sistem pendidikan bebas biaya tersebut berdasarkan ijma’ shahabat yang memberi gaji kepada para pendidik dari Baitul Maal dengan jumlah tertentu. Contoh praktisnya adalah Madrasah Al Muntashiriah yang didirikan khalifah Al Muntahsir di kota Baghdad. Pada sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya oleh negara.

Demikianlah sistem pendidikan dalam Islam. Sangat jelas keunggulannya yang diatur dengan aturan Islam. Dengan bersikap objektif terhadap syariat Islam seharusnya manusia yang jujur akan kembali kepada syariat Islam.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.