18 Mei 2024

Penulis : Asha Tridayana

Dimensi.id-Lagi-lagi dampak pandemi covid-19 mengancam masyarakat dunia. Food and Agriculture Organization (FAO) memprediksikan akan ancaman krisis pangan global. Hal ini direspon Presiden Joko Widodo yang memperingatkan para menteri Kabinet Indonesia Maju pada bulan April 2020 lalu dengan merencanakan pembangunan lumbung pangan nasional (food estate) pertama yang berlokasi di Kalimantan Tengah. Namun, wacana lumbung pangan itu menuai kritik dari berbagai pihak.

Menurut pengamat pertanian sekaligus Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas, membangun lumbung pangan di lahan jenis rawa di Kalteng tidaklah mudah apalagi dengan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Oleh sebab itu, ia menyarankan agar pemerintah lebih mendorong program peningkatan kesejahteraan petani, dibandingkan mengeluarkan anggaran yang besar untuk membangun lumbung pangan.

Guru Besar Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar juga mengatakan hal serupa. Bahkan, menurutnya wacana pembangunan lumbung pangan di Kalteng ini hanya menghabiskan waktu dan anggaran yang besar. Tak jauh berbeda, pengamat pertanian dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah juga meminta pemerintah mempertimbangkan wacana pembangunan lumbung pangan di Kalteng tersebut. (detik.com 05/07/2020)

Kritik juga disampaikan oleh Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan yang meminta pemerintah membuat kalkulasi dan pertimbangan matang terkait rencana program lumbung pangan nasional di Kalimantan Tengah. Sebab, beberapa tahun terakhir, pemerintah sudah beberapa kali melaksanakan program lumbung pangan nasional, tetapi tidak membuahkan hasil. Terlebih lagi, pemerintah memastikan program lumbung pangan itu dilaksanakan di eks Pengembangan Lahan Gambut (PLG), Kalimantan Tengah yang pernah gagal dikembangkan di era pemerintahan Soeharto. Lahan ini dibuka dengan mengubah lahan gambut dan rawa menjadi sawah yang berakibat pada kerusakan lingkungan. (kompas.com 14/7/2020).

Nyatanya, setelah mendapatkan berbagai kritik dan permintaan untuk mengkaji ulang rencana tersebut, Presiden Joko Widodo justru tetap melanjutkan langkahnya dan menunjuk Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, memimpin program food estate atau lumbung pangan nasional. Dengan alasan, Prabowo dianggap sangat tepat karena dinilai mumpuni di bidang agraria selain pertahanan. (medcom.id 19/07/2020).

Hal ini cukup mendatangkan tanda tanya, pemerintah seolah tak menggubris dan tetap pada rencananya. Padahal banyak pihak yang menyatakan keberatan termasuk para ahli di bidang pertanian. Sehingga wajar saja jika banyak kalangan masyarakat menjadi ragu terhadap kesungguhan pemerintah untuk mengembangkan lumbung pangan nasional ini. Ditambah lagi, program serupa sudah pernah dicanangkan di era sebelumnya tetapi hingga saat ini tidak dibenahi. Hal ini justru menjadikan pemerintah terkesan tidak serius dalam menanggulangi krisis pangan ini. Mungkinkah ada tujuan lain dalam proyek ini?

Jika memang kebijakan ini dilakukan untuk menyelematkan rakyat, hendaknya pemerintah akan terdorong lebih serius dan tidak memikirkan kepentingan politiknya sedikit pun. Namun, pada kenyataannya setiap proyek yang dilangsungkan pemerintah sering kali memiliki tujuan dan kepentingan sekelompok tertentu. Karena sebenarnya ancaman krisis pangan ini bukan karena minimnya lahan pertanian. Melainkan kurangnya upaya meningkatkan produktivitas lahan pertanian dan sistem distribusi pangan yang tidak merata.

Hal ini terbukti dari betapa banyaknya kebijakan yang justru tak memihak pada pengembangan sektor pertanian. Mulai dari perancangan hingga dukungan pendanaan. Seperti konversi lahan pertanian menjadi perumahan, mall, pabrik dan pembangunan lainnya. Belum lagi mahalnya pupuk dan berbagai kebutuhan pertanian yang sulit dijangkau para petani. Akibatnya petani menjadi kurang produktif dan ketersediaan pangan hasil pertanian pun menurun.

Disamping itu, berbagai penelitian terkait teknologi yang mendukung berkembangnya sistem pertanian pun cenderung diabaikan. Bahkan sumber daya manusia berkualitas seringkali tak dimanfaatkan untuk kepentingan memperbaiki keadaan. Termasuk pendapat para ahli di bidangnya pun dikesampingkan. Pemerintah seharusnya lebih mengoptimalkan produktivitas lahan pertanian yang sudah ada. Namun, justru mengubah lahan rawa menjadi lahan pertanian. Hal yang sangat sulit dilakukan serta membutuhkan tenaga dan waktu yang lama. Sehingga bisa dilihat bahwa program lumbung pangan nasional ini sekedar wacana yang sulit terealisasikan.

Hal ini disebabkan oleh sistem yang diterapkan masih menggunakan sistem kapitalis. Sistem yang dikuasai para kapital untuk mewujudkan kepentingannya. Sehingga hanya manfaat dan keuntungan yang selalu menjadi prioritas. Apapun dilakukan tanpa menghiraukan akibat yang ditimbulkan. Sekalipun merugikan dan membahayakan nyawa masyarakat. Termasuk rusaknya lingkungam hidup.

Sampai kapan pun, ketika negeri ini masih dalam cengkeraman sistem kapitalisme dan negara adidaya penganutnya, maka pengambilan keputusan termasuk kebijakan pangan akan selalu dikendalikan. Pemerintah tidak kuasa menentukan nasibnya sendiri karena telah terikat berbagai kesepakatan luar negeri yang mengharuskan negeri ini mengikuti segala keinginan mereka, seperti mudahnya impor barang. Ujung-ujungnya rakyat yang kembali dikorbankan, dengan berbagai kebijakan yang menyulitkan termasuk dalam mekanisme sistem pertanian.

Kondisi semacam itu seharusnya memberikan kesadaran atas kerusakan sistem kufur saat ini yang masih saja betah diadopsi. Jalan satu-satunya yang dapat mengakhiri hanya dengan beralih kepada sistem Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah. Sistem paripurna yang mengatur segala aspek kehidupan tak terkecuali sistem ketahanan pangan dan dapat mengatasi segala permasalahan yang selama ini menyengsarakan.

Di dalam Islam, masalah krisis pangan dapat diatasi dengan swasembada pangan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Sehingga tidak ada ketergantungan pada asing yang berisiko penjajahan ekonomi dan politik seperti saat ini. Kemudian terkait pemanfaatan lahan diatur sesuai hukum Islam, dimana berorientasi pada kesejahteraan masyarakat dan tanpa merusak lingkungan.

Selain itu, terkait kebutuhan dalam proses pertanian seperti pupuk, pestisida, bibit unggul dan sebagainya dapat dijangkau dengan mudah dan murah oleh para petani. Para petani juga dapat menentukan harga jual hasil pertaniannya sesuai biaya proses pertanian. Sehingga para petani lebih terpacu dalam meningkatkan hasil pertaniannya. Dan negara berperan dalam mengendalikan stabilitas harga pasar agar tidak terjadi monopoli harga oleh salah satu pihak. Kemudian negara juga mendukung dan memfasilitasi penelitian dalam rangka menciptakan teknologi tepat guna sehingga ancaman krisis pangan dapat diantisipasi.

Disamping itu, adanya sistem Islam menjamin pendistribusian pangan ke seluruh wilayah tanpa terkecuali. Negara mempunyai kewajiban mengerahkan seluruh perhatian untuk memastikan stok pangan tersedia yang bisa dijangkau seluruh individu rakyat, dengan mekanisme pasar maupun subsidi. Sehingga tidak ada wilayah yang rakyatnya kelaparan.

Demikianlah ketika sistem Islam diterapkan dalam kehidupan, termasuk sistem ketahanan pangan dapat terwujud di tengah-tengah masyarakat. Sehingga kebutuhan pangan yang merupakan hak pokok rakyat dapat terpenuhi. Begitu besar tanggung jawab dan peran negara dalam memenuhi, mengurus serta menjamin kebutuhan rakyatnya. Seperti dijelaskan pada hadist Rasulullah saw berikut : “Setiap kalian adalah pemimpin, yang bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang penguasa yang memimpin manusia (rakyat) adalah pemimpin, dan dia bertanggung jawab terhadap mereka.” (HR. Bukhari)

Maka dari itu, sudah sepantasnya pula setiap kepemimpinan terikat dengan aturan Allah swt Sang Pemilik Kehidupan. Sesuai firman Allah swt : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf : 96).

Wallahu’alam bishowab.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.