18 Mei 2024

Penulis : Putri Eka Rizwana, S.Pd. (Komunitas Annisaa Ganesha)

Dimensi.id- Fachrul Razi mengatakan apa yang dilakukan kementrian agama (Kemenag) dengan menghapus konten – konten terkait ajaran yang katanya radikal di 155 buku pelajaran agama islam adalah bagian dari program penguatan moderasi beragama. Ratusan judul buku yang direvisi berasal dari lima mata pelajaran, yaitu Akidah Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam, Alquran dan Hadis, serta Bahasa Arab dan mulai dipakai untuk tahun pelajaran 2020/2021. Selain itu, program lain dalam moderasi agama ini berupa pendirian rumah moderasi di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) dan penguatan bimbingan perkawinan.

Memasuki tahun ajaran 2020/2021, kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Bahasa Arab yang baru akan digunakaan di setiap madrasah dan tercantum dalam Keputusan Menteri Agama atau KMA 183 tahun 2019.   Dikutip dalam detik.com (11/07/20) Ahmad Umar, direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) mengatakan, “Mulai tahun pelajaran 2020/2021, pembelajaran di MI, MTs, dan MA akan menggunakan kurikulum baru untuk Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab. KMA 183 tahun 2019 ini akan menggantikan KMA 165 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab pada Madrasah”.

Dalam kurikulum baru tersebut, materi khilafah dan jihad hanya dibahas sebagai sebuah sejarah di masa lalu dengan perspektif moderasi agama serta kedua materi tersebut dihapus dari mata pelajaran fiqih dan diubah ke mata pelajaran sejarah. Hal itu bertujuan agar siswa dapat memperoleh informasi tentang keselarasan materi khilafah dan jihad dengan perkembangan peradaban Islam. Selanjutnya disesuaikan dengan kehidupan masyarakat masa kini. Umar mengatakan “Materi sejarah khilafah, jihad, dan moderasi beragama dalam buku ini disajikan secara integratif, sehingga siswa MI, MTs hingga Madrasah Aliyah atau MA dapat memeroleh literasi yang luas atas keserasian tiga materi itu dalam perkembangan peradaban Islam”.

Karena pembahasan materi khilafah dan jihad dialihkan ke mata pelajaran sejarah, siswa di madrasah dapat memiliki pandangan yang keliru terhadap khilafah dan jihad. Memahami materi khilafah dan jihad hanya dari sudut pandang pelajaran sejarah tentu sebuah kesalahan dimana sejatinya kedua materi tersebut merupakan ajaran islam mendasar. Setiap muslim memiliki kewajiban untuk memahami ilmu tentang khilafah dan jihad secara utuh dan sempurna bukan sekedar sejarah semata. 

Sedangkan, arti moderasi agama itu sendiri adalah suatu cara pandang, sikap dan perilaku beragama yang selalu mengambil posisi di tengah-tengah. Selalu menerima pendapat dan cara pandang orang lain dalam semua segi kehidupan. Hal ini akan menimbulkan sikap memposisikan diri diantara iman dan kufur, taat dan maksiat serta halal dan haram. Moderasi ajaran Islam menjadikan Islam tidak seutuhnya dipahami. Hakikatnya adalah mengubah ajaran Islam itu sendiri. Seperti ajaran tentang jihad, maknanya adalah perang di jalan Allah. Dengan alasan moderasi agama, jihad hanya diambil makna dari segi bahasanya saja, diibaratkan pelaksanaan solat akan sah hanya dengan aktivitas doa sebab secara bahasa, makna solat adalah doa. Tentu saja, solat tidak akan sah hanya dengan aktivitas doa, begitupula dengan jihad.

Di dalam islam, tujuan pendidikan adalah pembentukan syakhsiyah (kepribadian) Islamiyah siswa. Ini tentu akan berpengaruh pada generasi. Sangat berbahaya jika ajaran Islam diubah atau bahkan dihapuskan. Generasi terancam tidak lagi mengenal syariat Islam secara utuh. Lahirlah generasi yang tidak mau terikat kepada hukum-hukum agama secara menyeluruh dan membuat mereka mengambil hukum islam yang hanya memberikan keuntungan duniawi.

Alasan moderasi agama biasanya dikaitkan dengan pencegahan paham keagamaan yang radikal. Jika mempelajari islam secara menyeluruh, tuduhan radikal terhadap umat islam sangat tidak berdasar, radikal seperti apa yang dimaksud? Bahkan dalam KBBI kata “radikal” memiliki tiga pengertian. Pertama, secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip). Kedua, amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan). Ketiga, maju dalam berpikir atau bertindak. Dari ketiga pengertian tersebut dapat diketahui bahwa kata “radikal” tidak memiliki makna yang negatif. Sehingga, tidak ada keperluan umat Islam harus merevisi atau menjadikan moderat ajarannya.

Agenda moderasi beragama ini justru membuat umat semakin berpikir sekuler radikal. Umat yang ingin mempelajari islam takut dianggap radikal. Padahal istilah radikal hanyalah stigmatisasi untuk memperlambat kebangkitan islam dan melemahkan orang-orang yang memperjuangkannya.

Editor : Fadli

https://news.detik.com/berita/d-5089553/kemenag-keluarkan-kma-183-tahun-2019-untuk-madrasah-ini-isinya

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.