5 Mei 2024

Dimensi.id-Hadirnya wabah Covid-19 telah menuntun dunia menerapkan Lockdown untuk memutus mata rantai penyebaran Virus Covid-19. Sayang, kebijakan yang sebelumnya digadang-gadang sebagai solusi itu, justru berubah menjadi petaka yang mengerikan bagi rakyat biasa.  Kenapa? Masyarakat golongan bawah dihantui kelaparan parah di berbagai Negara.

 Sebagaimana dikabarkan, seorang Ibu di Serang Banten  meninggal setelah dua hari menahan lapar. Sang Suami tak dapat bekerja, di tengah penetapan kebijakan PSBB di daerah mereka. Sebelumnya, almarhum sempat meminta bantuan kepada pemerintah setempat. Sayang bantuan yang diharapkan belumlah sampai di sana. (banten.suara.com, 20/04/2020).

Di India, seorang ibu sampai nekat membuang kelima anaknya hingga tewas ke Sungai Gangga karena tak sanggup memberi makan di tengah kebijakan Lockdown yang ditetapkan oleh pemerintah India (www.kompas.com, 14/04/2020).

Di Afrika fenomena kelaparan menjadi kian parah. Pasalnya, sebelum ada serangan wabah saja. Kemiskinan telah menjadi kawan nyata Negara di benua ini. Sebagaimana yang diberitakan,  Afrika tengah dilanda kelaparan. 

Seorang anak perempuan di daerah kumuh Nairobi Kenya terinjak-injak, hingga berlumuran darah akibat berebut makanan gratis yang dibagikan pemerintah setempat (cnnindonesia.com, 17/04/2020). Inilah buah Lockdown di era kapitalisme. Sungguh mengiris hati!

Sinyal Kegagalan Sistem Kapitalis

Kelaparan telah menjadi pembunuh nyata di tengah gejolak Coronavirus. Dan ini menjadi pemandangan global.  Kenapa? Karena dunia menggunakan metode periayahan yang sama, berdasar pada sistem kapitalis sekuler. Karena terlalu mengitimewakan para pemodal,  Negara lupa pada rakyatnya.

Ya, harus diakui bahwa kelaparan sejatinya bukti nyata kapitalisme gagal menuntaskan kasus kemiskinan yang sejak lama menggrogoti dunia. Selama ini, pendistribusian kekayaan di dalam sistem kapitalis hanyalah memenuhi dompet-dompet pelaku usaha yang punya modal besar saja, melalui kebijakan bertajuk privatisasi/swastanisasi. Di sanalah seluruh hasil alam negeri diperebutkan para cukong kapitalis.

Negara pada saat itu dicukupkan perannya sebagai sang Regulator semata.  Pihaknya dituntut mengupayakan berbagai cara dan kemudahan, agar keberlangsungan kepentingan pemodal ini berjalan lancar. Meski harus menabrak ketentuan yang berlaku.  Kebijakan yang tak wajar inilah pada akhirnya menuntun suatu Negeri pada kelemahan dan ketidakdigdayaan.

Ketidakdigdayaan ini semakin nyata, tatkala dunia digoncang wabah. Virus tak kasat mata ini telah membuat roda ekonomi nyaris berhenti berputar, rakyat kelaparan, dan Negara tak  bisa berbuat banyak.  Solusi yang diberi lagi-lagi tak totalitas. Pada faktanya, masih ada rakyat yang kesulitan mendapatkan bantuan atau bahkan tak kebagian.

Ditambah, telah menjadi keharaman di dalam sistem kapitalis,  negara memang tak dibenarkan untuk terus-terusan mensubsidi rakyatnya. Selaras dengan konsep laizes faire yang diadopsinya dimana bunyinya, ‘biarkan semua berjalan sendiri tanpa ada campur tangan pemerintah dalam perekonomian.’  

Menggratiskan layanan publik secara totalitas di tengah wabah jelas butuh anggaran besar. Dan ini bila dilakukan akan menjadi pukulan nyata bagi keberlangsungan ekonomi di dalam sistem ini.  Itulah mengapa, Lockdown secara totalitas enggan diambil oleh sebagian negara kapitalis di dunia. Karena hanya memperparah luka di tubuh ekonomi.

Berbeda dengan Lockdown di era kepemimpinan Islam di masa lalu. Penguasa yang telah terbiasa menjamin kebutuhan rakyat setiap saat, membuat mereka tak kaget kala wabah melanda. Nyaris tak ada kerisauan berlebih, apalagi menganggap wabah sebagai beban ekonomi. Karena apapun itu di dalam Islam bila datangnya dari Yang Maha Kuasa, adalah baik adanya. Meski memberatkan, tapi ada buah manis diakhirnya. Dan Rasulullah Saw telah mewasiatkan obat mujarab.

Jika wabah melanda, maka Negara harus menutup seluruh akses menuju wilayah yang terdampak. Saat ini dikenal dengan nama  ‘Lockdown’.  “Jika kalian mendengar wabah (tha’un) di suatu negeri, maka janganlah kamu memasuki negeri itu. Apabila kalian berada di negeri yang terjangkit wabah itu, maka janganlah kalian keluar darinya karena hendak melarikan diri darinya.” (Riwayat Muslim).  

Kebijakan ini pun ketika diterapkan mendapat sambutan baik dari umat.   Kedermawanan serta kapabilitas para khalifah selama memimpin tak diragukan. Jangankan di tengah wabah, dalam situasi normal saja kebutuhan pokok harian mereka (baca: rakyat) terpenuhi.  

Inilah kemudian yang membawa Negara pada keberhasilannya melewati wabah di masanya. Kebijakan Lockdown diterapkan disertai dengan landasan politik dan ekonomi negara yang kuat waktu itu.

Dan semua itu diraih, tatkala roda perekonomian negeri diatur sesuai dengan pandangan hukum syara’ (baca: Islam).  Semoga saja dunia, yang hari ini kian sempoyongan memikul beban, dapat belajar dari keberhasilan kaum muslim di masa silam ini.  Wallahu’alam

Penulis : Aina Syahidah

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.