Penulis : Farida, Pemerhati Ekonomi dan Politik Islam
Dimensi.id-Semenjak diberlakukannya kebijakan new normal life oleh pemerintah dalam rangka menekan dampak ekonomi dan sosial akibat pandemi Covid-19 pada awal Juni lalu, Pemerintah telah memberikan lampu hijau bagi sembilan sektor ekonomi untuk kembali beroperasi di tengah penerapan kenormalan baru atau new normal. Ke sembilan sektor tersebur meliputi pertambangan, perminyakan, industri, konstruksi, perkebunan, pertanian dan peternakan, perikanan, logistik dan transportasi barang. Alasannya telah mempertimbangkan risiko penularan menggunakan indikator kesehatan masyarakat berbasis data yakni epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan.
Namun paska new normal life diberlakukan, kasus baru Covid-19 tembus di atas seribu per hari. Pada Rabu, 1 Juli 2020 total kasus Corona di Indonesia 57.770 positif, dengan penambahan kasus baru 1.385 orang.
Pemerintah mencatat ada penambahan 1.293 kasus sehari sebelumnya, Selasa 30 Juni total kasus 56.385 positif dengan total kematian menjadi 2.876 jiwa. Maka masih terlihat di dua hari terakhir penambahan kasus masih diatas 1200 kasus perhari. Bahkan Angka positif Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 45.891 pada Minggu (21/6/2020), menempatkan Indonesia di peringkat 29 dunia.
di DKI jumlah kasus positif mencapai 11.482 orang per 1 Juli 2020, dengan penambahan kasus 204 orang.dan Total meninggal 644 orang ( Pikiran Rakyat.com.1 Juli 2020).
Sementara provinsi dengan kasus kematian tertinggi secara kumulatif adalah Jawa Timur Sebanyak 893, DKI Jakarta 632, Kalimantan Selatan 189, Jawa Barat 178 dan Sulawesi selatan 168 per 30 Juni 2020.
Angka kenaikan kasus positif hingga pertengahan Juni 2020 itu hampir melampaui jumlah kasus sepanjang Mei 2020, bahkan kematian Corona per 30 Juni sebanyak 70 orang ,ini adalah tertinggi selama masa pandemi sejak pemerintah rutin menyampaikan informasi harian perkembangan wabah Covicv 19 di Indoneisa. Jumlah kasus kematian tertinggi pada 14 April sebanyak 60 kasus, 17 mei sebanyak 59 kasus, 15 Juni 64 kasusu, 63 kasus pada 18 Juni dan 26 Juni.
Sejumlah pakar dan praktisi kesehatan menduga pembukaan sembilan sektor ekonomi dan wacana adaptasi kebiasaan baru atau AKB di tengah masyarakat menyebabkan kenaikan kasus Covid-19 di atas seribu per hari pada sepekan terakhir. risiko pembukaan sektor-sektor tersebut.
Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dr. Iwan Ariawan menyampaikan, dengan jumlah kasus yang masih terbilang tinggi maka penerapan new normal beresiko tinggi terhadap makin masifnya penyebaran virus corona. Seharusnya, mengacu persyaratan WHO, kalau kondisi jumlah kasus tidak naik selama dua minggu baru bisa dilonggarkan bahkan ada beberapa negara yang menetapkan pelonggaran dilakukan kalau sudah menurun selama satu bulan. Jadi sekarang kondisi di Indonesia belum aman, risikonya masih tinggi, (CNN Indonesia | Senin, 22/06/2020)
Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dr. Panji Fortuna Hadisoemarto juga menilai pemerintah seharusnya fokus pada menekan angka kasus virus corona dahulu ketimbang berpikir melonggarkan aturan demi ekonomi.
Perekonomian Indonesia pun akan sulit berjalan kalau wabah belum diatasi karena kesehatan masyarakat perlu diperkuat lebih dulu. Seharusnya pemerintah memikirkan kesehatan masyarakat terlebih dulu ketimbang ekonomi.
“Kesehatan harus aman dulu baru ekonomi bisa tumbuh. Pedomannya itu harus aman dan produktif, jangan terbalik produktif dulu baru nanti aman,” ucapnya.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menuturkan sikap gegabah pemerintah dalam membuka kembali sembilan sektor ekonomi dan penerapan AKB menimbulkan persepsi yang keliru di tengah masyarakat ihwal pencegahan penyebaran transmisi lokal virus corona.
Pihak pemerintah beralasan Peningkatan jumlah kasus positif Covid-19 di sejumlah daerah maupun tingkat nasional juga tak bisa dilepaskan dari kapasitas pemeriksaan sampel di tengah masyarakat karena faktor tes masif dan pelacakan agresif yg dilakukan oleh pemerintah, pengadaan jejaring laboratorium yang semakin banyak di Indonesia, (disampaikan oleh Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati).
Juga Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menyebut masih tingginya kasus baru Covid-19 karena pelacakan yang dilakukan secara agresif. “Penambahan ini sangat signifikan di beberapa daerah karena kontak tracing dari kasus konfirmasi positif yang kami rawat lebih agresif dilaksanakan dinas kesehatan. Jika hasil pelacakan dengan dites spesimennya menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Tes Cepat Molekuler (TCM) mendapatkan hasil signifikan positif. Ini upaya kita untuk menjawab bahwa pemeriksaan masif berbasis data kontak tracing yang dilaksanakan secara agresif. kemudian segera diisolasi atau dirawat, agar tidak menjadi sumber penularan.
Tidak Real Time
Jumlah penduduk Indonesia yang positif Covid-19 bisa saja sudah menembus angka 100.000 karena banyak positif Covid-19 yang belum terdeteksi. Mengingat angka Covid-19 yang diumumkan setiap sore bukanlah angka real time.tapi akumulasi data beberapa hari.
Disebut real time jika data positif Covid dilaporkan langsung dari setiap laboratorium yang melakukan real time polymerase chain reaction (PCR) test. Begitu ada hasil positif, petugas laboratorium langsung memberikan laporan kepada Dinas Kesehatan di kabupaten, Dinas Kesehatan provinsi, pusat data di Kemkes, dan pusat data Gugus Tugas, yakni Bersatu Lawan Covid-19 (BLC).
Yang terjadi, data dari daerah tidak sama dengan data pusat dan media massa pun sulit mendapatkan data aktual jumlah rumah sakit dan tempat tidur rumah sakit, dokter umum, dokter spesialis, dan perawat. Jumlah pasien se-Indonesia yang meninggal di rumah sakit, apa pun penyakit, tidak bisa diperoleh real time.(Beritasatu.com)
Apapun alasan pemerintah dalam menaggulangi wabah ini agar tidak berkepanjangan dan terus menelan korban, maka seharusnya pemerintah bersungguh-sungguh untuk memberikan perawatan dan perlindungan terbaik baik masyarakat. Apapun alasannya, karena new normal atau pelacakan tes masiv tidaklah lebih penting, namun nyawa masyarakat harus menjadi prioritas untuk diselamatkan.
Adalah tanggung jawab negara untuk melakukan tes dan pelacakan agar memastikan individu terinfeksi tidak menularkan ke yang sehat. Juga merupakan kewajiban negara mencari jalan keluar jitu bagi pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat terdampak PSBB selama masa karantina.
Tidak menjadikan kelesuan ekonomi yg dialami pelaku ekonomi raksasa/kapitalis menjadi pendorong kuat pemerintah memberlakukan new normal dengan risiko mengorbankan keselamatan jiwa masyarakat.
Syariat Islam Dalam Mengatasi Wabah Pandemi
Sikap Seorang pemimpin islam dalam menangani pandemi harusnya merujuk kepada syariat islam yang sudah dicontohkan oleh Rosulullah dan para sahabat dikala terserang wabah.
Firman Allah SWT:
مَن قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
“… Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.” (QS Al-Maidah [5] : 32).
Juga sabda Rasulullah ﷺ berikut ini:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Demikianlah konsep utama penanganan wabah menurut Islam, bahwa menjaga satu nyawa itu begitu berharga. Tidak menunda atau bahkan menunggu hingga angka sekian dan sekian.
Khilafah menangani pandemi berdasarkan ajaran Nabi ﷺ. Khilafah menerapkan karantina wilayah (lockdown) bagi kawasan zona merah. Melakukan proses isolasi serta pengobatan dan perawatan terbaik bagi yang sakit, sampai mereka sembuh. Serta menjamin warga yang sehat agar tetap sehat dan jangan sampai tertular wabah.
Jadi apa pun caranya, aturan Islam melalui sistem Khilafah akan berupaya sekuat mungkin agar angka korban tak bertambah.
Karena bagi Khilafah, satu saja sumber daya manusia yang menjadi warganya, adalah aset yang harus dipertanggungjawabkan pengurusannya oleh penguasa di hadapan Allah SWT di akhirat kelak.
Wallaohu A’lam Bisshowab
Editor : Fadli