1 Mei 2024

Penulis : Anisa Rahmi Tania

Dimensi.id-Pemuda generasi bangsa menempa diri dengan ilmu. Merangkai asa, di masa depan nanti bisa menjadi penerus pemimpin bangsa. Merajut harap, ilmu hari ini teramal dan bermashlahat untuk umat.

Namun apa mau dikata, kala ilmu yang dikejar terhimpit masalah biaya yang tak sedikit. Apalagi di tengah pandemi virus covid-19 yang masih mendera bangsa. Kuliah online yang menyita kuota masih harus pula memikul beban biaya UKT yang mau tak mau harus dipenuhi.

Dilema ini membebani para mahasiswa dan orang tua mereka. Sehingga aksi turun ke jalan pun tak terhindarkan. Dilansir dari laman berita detik.com sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Gerakan Mahasiswa Jakarta Bersatu melakukan aksi unjuk rasa di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mereka meminta audiensi bersama Mendikbud, Nadiem Makarim untuk membahas dunia perguruan tinggi.

Begitu pula yang terjadi di Banten. Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Mahasiswa UIN Banten menuntut penggratisan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di depan gedung Rektorat UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Senin (22/6/2020).

Presiden Mahasiswa UIN Banten, Ade Riad Nurudin, menyatakan dalam orasinya bahwa aksi tersebut digelar lantaran keluhan dan keresahan mahasiswa UIN Banten tidak juga mendapat titik terang dari pimpinan kampus terkait kebijakan pihak kampus untuk menggratiskan atau memotong UKT semester depan. (Bantennews.co.id)

Menanggapi keresahan itu Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan kebijakan untuk meringankan beban para mahasiswa dan orang tua mereka. Sebagaimana disampaikan Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud, Prof Ir. Nizam, bahwa UKT di pastikan tidak akan naik. Beliau pun menjelaskan bahwa Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri telah menyepakati untuk menerapkan 4 skema pembayaran UKT, di antaranya:

1. Penundaan pembayaran UKT untuk mahasiswa yang orang tuanya terdampak covid-19 secara ekonomi.

2. Pencicilan Pembayaran.

3. Menurunkan level UKT.

4. Pengajuan beasiswa bagi mahasiswa yang orang tuanya mengalami permasalahan ekonomi serius. (Kompas.com)

Upaya pemerintah untuk meringankan biaya kuliah mahasiswa selama masa pandemi mungkin sedikit membuat lega. Namun, mengapa harus dengan tuntutan dari mahasiswa dan masyarakat baru keringanan tersebut dikabulkan? Bukankah seharusnya sudah dari awal pandemi ini mendera, pemerintah memberikan berbagai keringanan bahkan penggratisan?

Terlebih negeri ini negeri kaya. Berbagai sumber daya alam melimpah di negeri ini. Tapi mengapa untuk menuntut keringanan biaya pendidikan saja mahasiswa harus repot turun ke jalan?

Sungguh ironis. Pendidikan adalah hak dasar masyarakat. Baik yang berada di kota maupun di desa. Semestinya pemerintah memberikan akses yang mudah supaya semua penduduknya mengenyam pendidikan setinggi mungkin. Tanpa ada diskriminasi.

Namun, kenyataannya dalam sistem kapitalis. Selalu orang berduit yang bisa mendapat pendidikan baik. Karena dalam sistem ini semua dihitung dengan uang. Kalau mampu bayar, dapat mengenyam pendidikan. Jika tidak, maka masyarakat harus rela hanya merasakan pendidikan sampai tingkat SMA atau SMP, tak sedikit pula yang hanya sanggup sampai bangku SD.

Ujung-ujungnya, dalam sistem ini adalah komersialisasi. Karena pertimbangannya selalu untung dan rugi. Begitu pula dengan nasib pendidikan. Padahal pendidikan adalah investasi bangsa. Generasi penerus bangsa tidak akan mungkin menjadi generasi yang gemilang tanpa ditunjang dengan pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan inilah yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara.

Dalam penyelenggaraannya, negara tidak boleh lepas tangan dan menyerahkan pembiayaannya pada masyarakat. Sebagaimana konsep UKT yang hari ini dipakai di Perguruan Tinggi. Prinsip gotong royong dalam UKT dirasa membantu, padahal itu adalah bentuk abainya negara dalam memenuhi kewajibannya memberikan fasilitas pendidikan secara gratis kepada masyarakatnya.

Hanya dalam Islam prinsip pendidikan gratis bisa terwujud. Karena Islam memandang pendidikan adalah salah satu hak masyarakat yang harus dipenuhi negara. Sehingga, negara dengan sungguh-sungguh memberikan pelayanan pendidikan tanpa pandang bulu. Baik di kota maupun di pedalaman.

Perhatian Islam terhadap pendidikan tampak ketika Rasulullah Saw menetapkan agar para tawanan perang badar dapat bebas jika mereka mengajarkan baca tulis kepada sepuluh orang penduduk Madinah. Ini sebagai tebusan atas kebebasan para tawanan tersebut.

Perhatian penuh pada dunia pendidikan pun terlihat dari kepemimpinan Khalifah sepeninggal beliau. Seperti didirikannya berbagai perpustakaan sebagai tempat para ulama dan pelajar membaca maupun menulis. Para pengunjung perpustakaan tersebut mendapatkan keperluan belajarnya seperti pena, kertas, tinta dll secara gratis.

Berdasarkan Sirah Nabi dan Tarikh Daulah Khilafah Islam, negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kesejahteraan para penduduknya pun tidak luput dari perhatian negara.

Sebagaimana Madrasah Al Muntashiriah yang didirikan Khalifah Al Muntahsir di kota Baghdad. Di sekolah ini setiap siswa mendapat beasiswa berupa emas seharga satu Dinar. Kebutuhan sehari-hari mereka  dijamin sepenuhnya oleh negara. Begitu pula seluruh sarana dan prasarana pendidikan, lengkap dengan rumah sakit dan pemandian.

Contoh lain adalah Madrasah An Nutiah di Damaskus yang didirikan pada abad keenam hijriah oleh Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky. Sekolah ini dilengkapi asrama, pemukiman bagi staf pengajar, para pelayan, dan aula yang luas untuk ceramah dan kajian diskusi.

Sehingga tak heran jika selama berdirinya Kekhilafahan mampu melahirkan para ilmuwan dan tokoh-tokoh pemikir sekaligus ulama yang sangat disegani. Sehingga karyanya mendunia. Bahkan para siswa dari Barat pun ikut menimba ilmu di Negara Khilafah. Sebut saja Paus Sylvester II. Ia sempat menimba ilmu di salah satu Universitas terkemuka di negara Khilafah kala itu. (Al-wa’ie.Mei-2020)

Demikian Islam telah membuktikan keseriusannya dalam memenuhi hak seluruh warga negaranya, yakni pendidikan. Tanpa menghitung untung dan rugi bagi dompet para penguasa atau golongannya. Pendidikan tanpa biaya bukanlah mimpi dalam negara Khilafah. Hal ini bisa dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat dengan merata.

Wallahu’alam

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.