28 April 2024
Islam Solusi untuk Banjir
72 / 100

 

Dimensi.id-Hujan pertama yang mengguyur tanah air, bukan hanya melepaskan negeri ini dari musim kemarau panjang, tetapi juga kembali menghadirkan banjir di sejumlah wilayah di Jabodetabek. Melansir dari Liputan6.com (5/11/2023), berdasarkan laporan dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) DKI Jakarta, tercatat ada sekitar 54 RT di ibu kota yang terendam banjir akibat hujan deras pada Sabtu (4/11/2023). Diketahui, banjir kiriman dari hulu Bogor juga telah merendam pemukiman penduduk di bantaran kali Bekasi. 

Tak hanya merendam sejumlah wilayah di Jabodetabek, curah hujan yang deras pun rupanya telah membuat atap Stasiun LRT Cawang-Halim bocor. Peristiwa tersebut terekam dalam sebuah video dan viral di media sosial. (CNN Indonesia, 5/11/2023)

Peristiwa Berulang 

Sudah bukan rahasia bahwa wilayah Jabodetabek memang langganan banjir. Iwan Nusyirwan, Direktur Jenderal Sumber Daya Air, mengatakan Jakarta tidak akan 100 persen bebas dari banjir. Sebab, 40 persen wilayah Jakarta sudah berada di bawah laut, akibat dibukanya lahan dan perumahan di kawasan yang dahulunya merupakan dataran banjir. Menurut Iwan padatnya penduduk yang menjadikan daerah Jabodetabek susah lepas dari banjir. (Pu.go.id, 14/12/2023)

Berkaca pada fakta ini, maka banjir di daerah Jabodetabek semestinya menjadi PR besar bagi pemerintah. Pemerintah harus mencari cara bagaimana agar banjir di Jabodetabek bisa terselesaikan. Karena sejatinya, banjir di daerah Jabodetabek yang terus terjadi mengindikasikan kegagalan pemerintah dalam mengatasi banjir. 

Fakta bahwa banjir Jakarta dikarenakan 40 persen wilayah Jakarta sudah berada di bawah laut, akibat dibukanya lahan dan perumahan di kawasan yang dahulunya merupakan dataran banjir menjadi bukti bahwa ada yang kurang tepat secara sistemik dalam mengatasi banjir. Seperti pengaturan tata ruang dan kota misalnya. 

Karena itu untuk menyelesaikan banjir di daerah Jabodetabek, maka yang harus diselesaikan adalah tata kelola ruang dan tata kelola kota itu sendiri. Jika masalahnya adalah kepadatan penduduk, maka yang semestinya dilakukan pemerintah adalah merelokasi pemukiman penduduk agar tidak menghuni daerah yang merupakan dataran banjir. 

Sayangnya, hal tersebut belum dilakukan oleh pemerintah. Karena hingga saat ini masih banyak masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir. Di sisi lain pemerintah pun sampai kini masih gencar melakukan pembangunan berbagai macam gedung industri, perkantoran, hotel, mall, dan lainnya. 

Akibat Sistem Kapitalisme-Sekuler

Sejatinya, permasalahan banjir yang terus menerus terjadi di daerah Jabodetabek adalah buah dari diterapkannya sistem kapitalisme-sekuler. Sistem rusak yang menimbulkan berbagai kerusakan di dunia ini. 

Kepemimpinan dalam sistem kapitalisme berbasis untung dan rugi, bukan pengurus rakyat. Di sisi lain, sistem ekonomi kapitalisme yang didasarkan pada pertumbuhan ekonomi pun telah memberi ruang seluas-luasnya bagi penguasa berkolaborasi dengan pemilik modal (pengusaha) untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Maka tidak heran muncullah banyak aturan yang memudahkan dalam pembangunan industri, perkantoran, hotel mewah, dan lain sebagainya di kota-kota yang sudah padat penduduk. 

Sementara, pembangunan ini tidak dibarengi faktor penunjang yang mampu menekan efek kelanjutannya bagi lingkungan sekitar. Sebab prinsip kebebasan kepemilikan kapitalisme membuat para penguasa memberikan kebebasan kepada para pengusaha untuk menguasai kekayaan alam dan melakukan alih fungsi lahan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Pegunungan menjadi gundul hingga menyebabkan banjir.  Pun pembangunan tanpa memperhatikan analisis dampak lingkungan, sehingga mengakibatkan hilangnya ruang terbuka dan resapan air.  

Selain itu, sistem ekonomi kapitalisme pun nyatanya telah membuat kemiskinan ekstrem di mana-mana, lapangan pekerjaan sukar dicari. Sehingga tak sedikit masyarakat di negeri ini yang menjadikan Jakarta sebagai tempat untuk mengundi nasib. Inilah yang membuat Jakarta padat penduduk dan akhirnya berimbas pada banyaknya sampah yang memicu banjir. 

Islam Solusi untuk Banjir 

Sebagai agama sempurna Islam hadir ke dunia ini sebagai solusi atas seluruh problematik kehidupan. Dalam pandangan Islam, keselamatan dan kenyamanan rakyat adalah hal utama. Hal ini karena kepemimpinan dalam Islam tidak berorientasi pada keuntungan materi seperti kapitalisme. Sistem kepemimpinan Islam dalam rangka meriayah (mengurus) rakyat.

Rasulullah saw. bersabda: “Seorang imam (pemimpin) adalah raa’in (pengurus) rakyat. Ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari)

Di sisi lain, sistem ekonomi Islam juga tidak akan berfokus pada pertumbuhan ekonomi, melainkan pada distribusi. Sehingga aktivitas ekonomi dalam sistem Islam akan merata dan akan berimbas pada menurunnya kepadatan kota. Hal ini karena prinsip tata kota dalam Islam dikembangkan dengan memberikan daya dukung lingkungan, karena Islam melarang bersikap zalim baik terhadap sesama manusia, hewan, dan tumbuhan. 

Islam juga menetapkan bahwa status kepemilikan harta di dunia terbagi menjadi tiga yaitu: kepemilikan umum, negara, dan individu. Kepemilikan umum seperti seluruh sumber daya alam, hutan, dan lahan tidak boleh dikuasakan kepada individu baik lokal maupun asing. Negara tidak boleh mengubah kepemilikan umum menjadi milik para kapitalis apapun dalihnya. Termasuk membiarkan pembangunan pemukiman yang akan mengancam keberadaan daerah tersebut. 

Sejarah mencatat, betapa sistem Islam teruji kemampuannya dalam mengatasi banjir. Berbagai bendungan dibangun untuk mencegah banjir maupun keperluan irigasi. Di Provinsi Khuzestan daerah Iran selatan misalnya, masih berdiri dengan kokoh bendungan-bendungan yang dibangun untuk kepentingan irigasi dan pencegahan banjir.

Dalam mengatasi banjir, negara yang menerapkan Islam di masa lalu pun menempuh upaya preventif (pencegahan) dan kuratif (perbaikan). Upaya preventif dilakukan sebelum terjadi bencana seperti : 

Pertama, memetakan daerah-daerah rendah dan rawan terkena genangan air dan melarang masyarakat membuat pemukiman di sekitar daerah tersebut. Jika sudah terlanjur terdapat pemukiman, maka Islam mewajibkan agar negara merelokasi warga setempat ke tempat yang lebih aman, nyaman, dan tetap mudah menjangkau akses kebutuhan hajat mereka.

Kedua, melindungi hutan dan tidak mengalihfungsikan lahan berlebihan. Karena akan merusak lingkungan. Sistem Islam pun mengharuskan negara agar membangun berbagai daerah serapan dan kanal-kanal untuk menampung air hujan. 

Ketiga, menetapkan pembangunan pemukiman atau fasilitas publik lainnya harus dilakukan dengan mengutamakan faktor sanitasi. Seperti sistem drainase (pembuangan) agar memudahkan air mengalir dengan daya tampung yang memadai. 

Keempat, melakukan penjagaan ketat dan pemeliharaan terhadap sungai, kanal, dan danau, dengan cara mengeruk lumpur secara berkala dan memberikan sanksi tegas bagi siapa saja yang mengotorinya. 

Kelima, membentuk badan khusus yang menangani bencana alam yang dilengkapi dengan peralatan berat, obat-obatan, dan alat-alat untuk menanggulangi bencana. 

Adapun upaya kuratif yang ditempuh negara yang menerapkan sistem Islam di masa lalu adalah melakukan cepat tanggap dan evakuasi terhadap korban-korban banjir maupun bencana alam lainnya. Kemudian memindahkan mereka ke tempat yang aman dan nyaman, disertai berbagai makanan, obat-obatan, dan pakaian untuk korban. Selain itu, para korban banjir dan bencana alam lainnya pun diberikan siraman rohani setiap harinya, sehingga mereka tetap sabar dan ikhlas dalam menghadapi bencana yang merupakan ketetapan Allah. 

Demikianlah berbagai upaya yang ditempuh sistem Islam dalam mengatasi banjir. Uraian di atas semoga bisa membuka mata kita bahwa tidak ada solusi untuk mengatasi banjir di Jabodetabek dan daerah lainnya kecuali kembali kepada sistem Islam kaffah. Sungguh berharap penyelesaian banjir pada sistem kapitalisme-sekuler hanyalah harapan semu. Karena sudut pandang sistem kapitalisme-sekuler bukan untuk mengurus rakyat, melainkan mencari keuntungan bersifat materi semata. Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

Penulis : Reni Rosmawati (Ibu Rumah Tangga)

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.