9 Mei 2024
11 / 100
sumber gambar : istock photo

Empat pemuda tewas setelah menenggak minuman keras (miras) oplosan di Bandung. Korban merupakan warga Cimenyan, Kabupaten Bandung. Empat korban meninggal beserta dua teman lainnya menenggak miras oplosan di jalan Pasir Impun. Sementara miras oplosan diperoleh dari sebuah kios di Jl. AH. Nasution Bandung (tribunnews 18/01/2024). 

Peredaran miras saat ini memang kian merajalela. Mengkonsumsi miras seolah menjadi bagian dari gaya hidup. Baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, miras bisa dengan mudah dijangkau oleh berbagai kalangan. Sangat ironis, mengingat Indonesia adalah negeri dengan penduduk mayoritas agama muslim. Namun peredaran miras merajalela hingga harus menelan korban jiwa. 

Miras oplosan maupun miras yang dijual secara legal, dalam tinjauan medis termasuk minuman yang merusak tubuh manusia. Mengkonsumsinya bisa menghilangkan kesadaran. Kecanduan miras bisa berdampak pada kerusakan otak, membahayakan jantung dan melemahkan organ vital lainnya. Selain itu, mengkonsumsi miras juga bisa memicu timbulnya kriminalitas. Dari sekian banyak dampak buruk miras, lalu mengapa negara tetap membiarkan miras beredar di masyarakat ? 

Akibat Demokrasi Kapitalisme 

Negara tidak pernah sungguh-sungguh ingin melindungi rakyatnya dari bahaya miras. Pabriknya tetap berproduksi, miras tetap dibiarkan beredar. Meskipun dengan embel-embel diawasi peredarannya, hal itu tidaklah menunjukkan kesungguhan ingin melindungi rakyatnya dari bahaya miras. 

Dalam sistem kapitalisme saat ini, minuman beralkohol merupakan komoditas yang halal diperjualbelikan karena menguntungkan bagi negara. Negara menerima pemasukan dari peredaran minuman beralkohol. Sepanjang tahun 2023, realisasi penerimaan cukai dari minuman beralkohol mencapai Rp. 8,1 triliun (kontan.co.id 22/01/2024). Maka negara tidak akan mudah melepaskan pemasukan ini begitu saja. 

Dalam sistem demokrasi, minuman beralkohol disepakati boleh beredar dengan catatan diperjualbelikan di tempat-tempat yang legal atau berizin. Keberadaan miras yang akan diperangi adalah miras yang dijual tanpa izin edar atau merupakan miras oplosan. Keberadaan miras-miras ini tidak terkena cukai sehingga tidak menguntungkan bagi negara. Demokrasi yang berasas sekuler, menjadikan individu bebas dalam mengkonsumsi apapun, tidak ada standar halal dan haram. Sehingga dalam sistem kapitalisme, selama ada permintaan terhadap suatu barang, akan menjadikannya sebagai komoditas ekonomi. Karena keuntunganlah yang menjadi asas ekonomi.

Dampak buruk dari mengkonsumsi miras tidak pernah jadi bahan pertimbangan untuk menghentikan produksi dan peredaran miras. Selama memberikan pemasukan bagi negara, maka para penguasa akan menutup mata. Nyawa yang hilang akibat miras tidak berarti apa-apa. Demikianlah kapitalisme dan demokrasi telah menjadikan para penguasa menghalalkan segala cara demi meraih keuntungan. 

Haram Mengkonsumsi Miras

Dalam pandangan Islam, minuman keras atau minuman beralkohol adalah haram. Mengkonsumsinya, menjualnya, mendistribusikan, bahkan menuangkannya juga diharamkan. 

“Allah melaknat khamar (minuman keras), peminumnya, penuangnya, yang mengoplos, yang minta dioploskan, penjualnya, pembelinya, pengangkutnya, yang minta diangkut, serta orang yang memakan keuntungannya.” (HR Ahmad)

Islam menerapkan sanksi yang berat bagi orang yang mengkonsumsi miras. Dari Ali RA, 

“Rasulullah saw. mencambuk peminum khamar sebanyak 40 kali. Abu bakar juga 40 kali. Sedangkan Utsman 80 kali. Kesemuanya adalah sunnah. Namun, yang ini (80 kali) lebih aku sukai.” (HR Muslim) 

Sementara bagi pihak selain peminum khamar dikenakan sanksi ta’zir, yaitu sanksi yang hukumannya diserahkan kepada khalifah atau Qadhi yang akan memberikan hukuman yang memberikan efek jera dan sesuai dengan ketentuan syariat.

Umat muslim saat ini bisa tergelincir ke dalam kemaksiatan dikarenakan ketakwaan individu yang tidak terpelihara. Juga karena pengaruh gaya hidup asing yang tidak menggunakan standar agama dalam berperilaku. Halal-haram tidak menjadi standar dalam kehidupan. Kesenangan menjadi hal yang utama dalam berperilaku. 

Islam Berantas Miras 

Ketakwaan setiap individu muslim dibangun mulai dari lingkup keluarga hingga pendidikan formal. Pendidikan yang berlandaskan Islam akan membentuk generasi bertakwa yang senantiasa berupaya untuk taat dan menjauhi maksiat. Termasuk meninggalkan segala yang haram seperti minuman keras / khamr. 

Islam adalah standar perbuatan manusia yang wajib digunakan oleh setiap individu, masyarakat dan bernegara. Individu muslim juga tidak akan tergiur dengan keuntungan yang ditawarkan dari memperjualbelikan barang haram. Negara Islam tidak akan mengambil keuntungan dari keberadaan barang haram sebagai sumber pemasukan negara. Keuntungan materi tidak berarti berguna di hadapan Allah swt. 

Masyarakat muslim melaksanakan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar terhadap anggota masyarakat. Masyarakat muslim juga memiliki peran dalam memberikan muhasabah terhadap penguasa. Jika terjadi kelalaian, penyimpangan kekuasaan atau kebijakan yang tidak sesuai dengan syariat Islam yang menyebabkan terjadinya kemaksiatan di masyarakat. 

Negara sangat berperan penting dalam memberantas peredaran miras. Negara yang berlandaskan syariat Islam tidak akan berkompromi atas keharaman miras. Negara melarang keberadaan Perusahaan yang memproduksi dan mengedarkan miras karena Allah swt telah menetapkan keharamannya. Otoritas negara bisa memberikan sanksi yang tegas dan melakukan penutupan tempat produksi bila ada yang melakukan pelanggaran. 

Hukum buatan manusia telah nyata membawa kerusakan. Hukum yang ditetapkan oleh Allah swt merupakan hukum paling sempurna bagi umat manusia. Segala permasalahan yang hadir saat ini akibat dari ketiadaan hukum Allah swt di tengah-tengah umat. Saatnya umat kembali hanya pada hukum Allah swt. 

“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik” (Q.S. Al-An’am : 57)

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.