30 April 2024
25 / 100

Dimensi.id–Hampir setiap memasuki bulan Ramadan, kita menghadapi perbedaan terkait penentuan tanggal 1 Ramadan. Islam adalah agama yang sempurna, mengapa masih ada perbedaan untuk sesuatu yang sudah maklumun Dien? Sesuatu yang banyak diketahui dalam agama.

 

Dan lucunya, umat Islam masih diminta ini itu, seolah trouble maker itu adalah Islam dan kaum Muslim. Ternyata menjadi agama mayoritas tak serta merta mendapatkan keistimewaan, bagi Islam tidak berlaku, tapi bagi lainnya, pemungutan suara misalnya pasti akan diambil suara mayoritas. Padahal bisa jadi suara mayoritas itu didapat dari cara yang salah.

 

Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Sumatera Utara meminta kepada masyarakat untuk menjaga ukhuwah islamiyah/persaudaraan sesama umat Islam atas potensi perbedaan 1 Ramadhan 1445 Hijriyah /2024 Masehi (republika.co.id,9/3/2024).

 

Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Sumatera Utara Ahmad Qosbi diwakili Kepala Bidang Haji dan Umrah Zulfan Efendi mengatakan hal ini sesuai dengan Surat Edaran Menteri Agama No.1 Tahun 2024 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 1445Hijriyah.

 

Umat Islam juga dianjurkan mengisi dan meningkatkan syiar pada bulan Ramadhan mempedomani Surat Edaran Menteri Agama No.5/2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala, begitu juga materi ceramah Ramadhan dan khutbah Idul Fitri disampaikan dengan menjunjung tinggi ukhuwah Islamiyah, dan mengutamakan nilai-nilai toleransi.

 

Menjunjung persatuan dan kesatuan bangsa, serta tidak bermuatan politik praktis sesuai dengan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 09 Tahun 2023 tentang Pedoman Ceramah Keagamaan.

 

Siapa Pemecah Belah Umat Sebenarnya?

 

Ramadan adalah bulan suci, bulan dimana banyak keutamaan, selain perintah untuk berpuasa, Alquran kitab dan pedoman kaum Muslim juga turun di bulan Ramadan. Banyaknya keberkahan dan ampunan Allah swt. dijanjikan Allah swt. “Sungguh Kami telah menurunkan al-Quran pada saat Lailatul Qadar. Tahukah engkau, apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan” (TQS al-Qadar 97: 1-3).

 

Tentu wajib bagi setiap muslim untuk berbahagia dan menyambut datangnya bulan suci ini dengan sebaik-baiknya persiapan. Dan tuntutan terkait itu sangatlah banyak, termasuk penentuan awal dan akhir Ramadan. Rasulullah saw. bersabda, “Apabila kalian melihat hilal (bulan Ramadhan) maka puasalah dan apabila kalian melihat hilal (bulal Syawal) maka berbukalah (lebaran), dan apabila tertutup awan (mendung) maka berpuasalah 30 hari.” (HR. Muslim).

 

Penentuan awal dan akhir Ramadhan merupakan masalah khilafiyah. Perbedaan itu dikarenakan dua sebab, yakni pertama ialah metode yang dipakai (rukyat atau hisab), kedua, otoritas yang memiliki wewenang menetapkan.

 

Namun hari ini, dengan semakin seringnya perbedaan itu muncul justru lebih dipengaruhi oleh nation state. Paham kebangsaan yang dipisahkan oleh batasan wilayah dan ashabiyyah (kesukuan). Umat Islam terpecah menjadi 50 negara kecil, ukhuwah Islamiyyah terkoyak oleh batas-batas tersebut.

 

Masing- masing negeri kaum muslim disibukkan dengan urusannya sendiri. Tak ada lagi wujud kaum muslim bersaudara. Yang ada adalah golongan, seolah yang tak sepemahaman atau tidak segolongan bukan bagiannya.

 

Ramadan Bulan Takwa Totalitas

 

Dikatan bahwa Ramadan diperintahkan Allah agar kita menjadi hamba yang bertakwa. Makna takwa hakiki, tak sekadar paham halal haram, tapi peduli dengan persoalan besar umat, yang hingga hari ini tidak diterapkan hukum Islam melainkan diganti dengan hukum buatan manusia.

 

Sehingga banyak kaum muslim di berbagai belahan dunia mengalami penjajahan, genosida, ketertindasan, kezaliman dan lain sebagainya. Maka jika toleransi yang digencarkan semestinya tidak mentolirer penjajahan itu terus terjadi, dengan bersatu dan mewujudkan ketakwaan sejati. Ramadan di negeri kita begitu ceria suasananya, sementara Gaza misalnya, seringkali mereka sahur di dunia berbuka di akhirat atau sebaliknya.

 

Lantas, tidakkah imbauan pemerintah itu hanya buang energi semata? Untuk siapa melarang ini dan itu, membatasi tidak begini atau tidak begitu? Islam mayoritas, mengapa begitu lemah? Karena Islam hanya dipahami sebagai pengatur ibadah rutinitas seseorang bukan sebagai politik solusi bagi semua persoalan umat.

 

Islam tidak bisa dilepaskan dari politik. Sebab politik yang dalam bahasa Arab “Siyasah-Yasusu” yang maknanya mengurusi urusan umat dengan syariat adalah sebuah keniscayaan, Alqur’an hampir 90 persen berisi tentang solusi itu. Secara logika, Allah swt. menciptakan manusia sudah pasti juga menciptakan aturan hidup.

 

Butuh Pemimpin Yang Bertakwa

 

Jika kita kembali kepada sejarah kejayaan Islam, tak akan bisa dipungkiri,bahwa belum ada yang bisa menandingi kecemerlangan peradaban Islam hingga hari ini. Kesejahteraan rakyat baik muslim maupun non muslim di bawah pemerintahan Islam sangatlah terjamin.

 

Pada masa itu Islam dipimpin oleh seseorang yang begitu takut kepada Allah, dan hanya menerapkan Islam bukan yang lain. Semestinya, hari ini pun kita harus kembali mewujudkan kepemimpinan yang seperti ini.

 

Yaitu pemimpin yang bertakwa. Pemimpin yang adil, yang menerapkan syariah Islam. Pemimpin yang bertakwa sekaligus adalah pemimpin yang amanah. Ia tidak akan mengkhianati Allah SWT dan Rasul-Nya atau secara sengaja menyalahi alqur’an dan as-Sunnah. Pemimpin semacam ini tak akan mengkriminalisasi Islam dan kaum Muslim. Mengotak-atik syariat, mengusik kehidupan kaum Muslim namun loyal kepada kafir. Inilah yang harus kita perjuangkan sebagai manifestasi kita berpuasa di bulan Ramadan. Wallahualam bissawab. [DMS].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.