3 Mei 2024
2023111411371106

2023111411371106

69 / 100

Dimensi.id – Kasus judi online kian hari kian marak saja terjadi. Bisa dikatakan saat ini Indonesia sedang darurat judi online atau judol. Dari segala usia telah terjangkit judi online.

Hal ini terlihat dari data yang dirangkum oleh Ketua Kelompok Hubungan Masyarakat sekaligus PPID PPATK M. Natsir Kongah, yang menyatakan bahwa ada sekitar 2,7 juta orang yang mengikuti permainan judi online, dan 2,1 juta diantaranya berasal dari kalangan ekonomi rendah. Seperti para pelajar, mahasiswa, buruh, petani, ibu rumah tangga, dan sebagainya.

Generasi muda saat ini amatlah gampang tergiur kepada jalan cepat menuju kesuksesan (memiliki harta melimpah). Mereka dengan mudahnya terjerumus pada aktifitas judi yang telah di kostum demikian rupa agar banyak diminati.

Bermain judi online mula-mulanya karena iseng dan penasaran. Lama kelamaan menjadi candu bahkan menjadi jalan menuju kriminalitas bagi para pecandunya.
Bagaimana tidak, seseorang yang sudah kecanduan judi online akan mampu melakukan apa saja agar kegiatan tersebut tetap dilakoninya. Banyak pula pelaku judi online ini dilakoni oleh generasi Gen Z, sebutan untuk generasi masyarakat yang berusia 11 – 26 tahun.

Hal ini disampaikan oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan yang menyatakan bahwa pelaku judol memang banyak berasal dari kalangan Generasi Z. Karena efek dari judol ini sangat menggiurkan bagi Gen Z sehingga banyak yang kecanduan terhadap aktifitas judol.
Padahal, saat ini telah banyak pelaku judol dari kalangan Gen Z yang ditangkap dan mendekam dipenjara. Karena mereka telah melakukan tindak kriminal untuk memenuhi hasrat bermain judi online ini.

Baru-baru ini telah terjadi penangkapan terhadap 2 orang remaja di Surabaya yang nekat melakukan pembegalan dan melukai korbannya karena butuh uang setelah kecanduan judi online. Dua orang tersebut berusia 18 tahun saat ditangkap.

Belum lagi yang dilakukan oleh 4 orang remaja di Pandeglang, Banten. Mereka ditangkap lantaran mempromosikan judi online melalui media sosial. Rata-rata usia mereka 16-20 tahun.

Mengapa bisa terjadi hal demikian? Karena akses untuk masuk ke platform-platform judi online sangat mudah. Negara belum mengoptimalisasi proteksi terhadap situs-situs judi online. Bahkan justru para pengelola Negara ini yang memberi contoh untuk melakukan judol.

Contohnya saja pada kasus tertangkap kameranya seorang anggota dewan yang sedang main game slot saat rapat berlangsung. Tentu saja hal tersebut menjadi blunder saat pemerintah ingin memberantas situs dan perilaku judol ini. Karena karakter bangsa ini adalah sebagai penganut sistem patron-klien, perilaku pemimpin-pengikut.

Ketidaktegasan hukum Negara ini terhadap pelaku judol juga menjadi penyebab maraknya aktifitas judol. Sangat banyak imbas kepada generasi bangsa ini jika hukum tidak tegas dalam memberantas situs judi daring dan menindak pelakunya. Salah satunya adalah mematikan produktifitas generasi Z terhadap diri dan lingkungannya.

Mereka akan menjadi malas untuk berkembang dan bekerja, malah berharap dari jalan pintas menjadi kaya melalui judi online.

Hal tersebut tentu harus menjadi perhatian bagi kita semua terutama Negara. Negara sangat berperan penting untuk mengatasi permasalahan ini. Negara kita saat ini sudah darurat judi online. Negara kita bisa kehilangan generasi jika hal ini diselesaikan namun tidak tuntas dan tegas.

Namun, jika Negara kita masih menggunakan sistem kapitalis sekuler dalam hukum dan aturannya, maka hal tersebut jauh api dari panggang. Karena ada para kapital di dalam sebuah aktifitas tersebut. Selama kapital masih merasakan manfaat dari sebuah bisnis, walaupun bisnis itu bisa merusak masyarakatnya, maka hitung-hitungan mereka tetaplah di untung rugi materi.

Jelas sekali bahwa judi slot/online ini banyak menguntungkan bagi mereka. Karena merekalah yang membuat situs-situs tersebut sebagai sumber pundi-pundi uang mereka secara instan. Bayangkan saja, untuk seseorang yang mempromosikan situs online saja digaji Rp 1 juta – Rp 4 juta. Apalagi sang bandar judi (pemilik situs judi), pasti keuntungan yang didapat lebih banyak lagi. Sehingga hal ini akan sulit diberantas oleh sistem yang berasal dari para kapital tersebut.

Jadi, amat keliru jika kita berharap pada pemerintah yang masih menggunakan sistem kapitalis demokrasi saat ini. Pemberantasan judi online maupun judi konvensional hanya bisa dilakukan oleh Negara yang pemerintahannya memakai sistem yang berasal dari Sang Pencipta, yaitu sistem Islam. Karena sistem Islam mampu memberantas dan mencegah pelaku judi tersebut.

Aturan Islam yang tegas terhadap perilaku kriminal tak perlu diragukan lagi. Sejarah telah mencatat bahwa selama belasan abad lamanya, sistem Islam mampu mencegah dan memberantas aktifitas kriminal didalam kehidupan bermasyarakat. Aturan Islam yang diterapkan dalam institusi Negara menjamin masyarakat dari hal-hal yang merugikan mereka. Baik secara materi maupun fisik masyarakatnya.

Sistem Islam menjalankan hukum yang akan memberikan efek jera bagi pelakunya. Dan mencegah orang lain untuk melakukan hal yang serupa. Misalnya saja pada kasus judi online ini, negara dengan sistem Islam akan menghapus semua situs-situs yang diketahui menjadi tempat terjadinya aktifitas judol. Bukan hanya di filter, namun di hapus agar tidak beredar lagi di masyarakat.

Belum lagi sanksi yang diberlakukan pada pelaku judi, baik yang online maupun konvensional, mereka mendapatkan hukuman cambuk sebanyak 40 – 80 kali yang dilaksanakan dimuka umum dan disiarkan. Agar menjadi efek jera bagi pelakunya dan pencegah bagi masyarakat lainnya.

Judi adalah perbuatan yang haram dalam Islam. Maka sudah selayaknya Negara kita memberlakukan hukum perbuatan halal-haram dalam aturan Islam. Hanya Islam yang mampu memberantas perjudian, sebagai mana Islam mampu menyelesaikan masalah-masalah lain yang ada di tengah masyarakat.
Wallahu ‘alam bishshowwab.

Penulis : Rika Lestari Sinaga, Amd.

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.