
Dimensi.id-Demokrasi, masih menjadi sistem pemerintahan negeri ini. sayangnya, berbagai masalah masih meliputi dalam sistem ini. Salah satunya adalah tidak tuntasnya banyak kasus pelanggaran HAM di Indonesia yang masih menjadi salah satu tugas bagi aparat negeri. Beberapa kasus yang tidak tuntas bahkan kerap diusut ulang agar pemerintah dapat menyelesaikannya. Seperti yang dilakukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Lupa. Mereka mendesak Komnas HAM untuk kembali menyelidiki kasus pelanggaran HAM berat atas penculikan dan hilangnya para aktivis tahun 1997-1998. Diduga, kasus ini akan menyeret calon presiden Prabowo berdasarkan pernyataan Budiman Sudjatmiko beberapa waktu lalu. (viva.co.id/14/11/2023)
Lemahnya Hukum Demokrasi
Apa yang diminta oleh koalisi masyarakat tersebut memang bukan yang pertama kali terjadi. Lemahnya penegakkan hukum dalam sistem demokrasi menjadi salah satu penyebabnya. Lihat saja bagaimana hukum kerap dapat dibeli.
Hukuman yang diberikan kepada para narapidana kerap tak sepadan dengan perbuatannya. Termasuk para koruptor besar negara. Tercatat telah ada 1600 koruptor yang tertangkap selama 20 tahun belakangan. Itu yang tertangkap, yang tidak tertangkap diprediksi lebih banyak lagi. Adanya pasal karet dalam undang-undang yang disahkan juga menjadi penyebab lainnya.
Dalam Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (UU HIP), misalnya. Sebelum disahkan pada 2020 lalu, undang-undang ini telah banyak menuai protes dari masyarakat. Meski sempat ditunda, nyatanya undang-undang yang mengandung pasal karet itu pun akhirnya disahkan. Undang-undang yang diharapkan mampu mempertahankan Pancasila sebagai ideologi negara, rupanya banyak yang mengarah kepada komunisme yang bertentangan dengan Islam.
Pancasila yang dijadikan sebagai hukum positif, memiliki peluang agar rezim dapat menjerat siapa pun yang dianggap tidak sesuai dengan tafsir Pancasila ala rezim. Bahkan, undang-undang ini dapat menjerat para aktivis Islam dan muslim yang ingin menerapkan syariat Islam.
Hal ini dapat terlihat dari kontroversi saat menyebutkan ciri-ciri manusia Pancasila sebagaimana dimaksud pada pasal 12 ayat 2a. Manusia Pancasila diberi karakter beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Ayat ini kembali menempatkan komponen mendasar seorang muslim –yakni iman dan takwa- hanya sebagai sifat yang sekadar menempel. Karena yang dianggap sebagai dasar ciri utama adalah kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sungguh, lemahnya hukum dalam sistem demokrasi merupakan bukti kegagalan sistem dan rezim mengurus negara dan rakyat. Ini tak lain karena demokrasi berkiblat pada ideologi kapitalisme. Sebuah ideologi yang lebih mementingkan para kapitalis. Masalah lemahnya hukum merupakan masalah klasik yang seharusnya sudah terselesaikan.
Namun faktanya, rezim sering kali mengalihkan isu pembahasan yang lebih mengarah kepada umat Islam. Seperti isu radikalisme yang tak kunjung usai. Padahal, menurut peneliti Politik LIPI, Prof. Siti Zuhro, radikalisme bukalah persoalan utama Indonesia. Persoalan inti Indonesia menurutnya adalah ketimpangan dan kemiskinan. Wajar jika muncul pendapat demikian, karena penerapan kapitalisme selalu berujung pada kemiskinan yang kian memperlebar jurang ketimpangan antar kalangan masyarakat.
Islam Menjaga Hak Syar’i Manusia
Berbeda dengan demokrasi yang katanya menjunjung tinggi HAM namun selalu tebang pilih, Islam memiliki konsep menjaga hak syar’i manusia. Yaitu hak-hak setiap warga negara Islam yang akan mampu melindungi akal, jiwa, harta, akidah, keturunan, kehormatan, dan keamanan semua warganya.
Islam mewajibkan negara menjamin itu semua yang ditopang dengan semua sistem kehidupan berlandaskan Islam. Mulai dari sistem pendidikan, politik, ekonomi, sosial, hingga sistem hukum. Hal ini merupakan bagian dari menunaikan kewajiban seorang muslim untuk menerapkan Islam secara keseluruhan. Sebagaimana firman Allah Swt.,
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara menyeluruh (kaffah)…” (TQS. Al-Baqarah : 208)
Sistem hukum dalam negara Islam bukanlah sistem hukum yang lemah. Karena dibangun atas landasan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Semua aparat penegak hukumnya adalah orang-orang yang memahami hukum syarak, sadar akhirat, dan selalu terhubung dengan rabb-nya. Begitu juga masyarakat dalam negara Islam.
Mereka bukanlah orang yang mudah melaksanakan maksiat. Sebab keimanan dan tsaqafah Islam ada pada diri mereka. Mereka memiliki kepribadian Islam dengan pola pikir dan sikap yang islami. Mereka adalah orang-orang yang takut pada rabb-nya. Jika mereka melakukan kesalahan, mereka sadar dan siap atas segala konsekuensinya.
Keberhasilan penerapan hukum Islam juga nyata bagi dunia. Peradaban Islam telah hadir selama 13 abad lamanya dengan wilayah kekuasaan meliputi dua pertiga dunia. Islam juga menjadi peradaban yang unggul baik dalam bidang fikih, sains, dan teknologi.
Sumbangsih para ilmuwan dan fuqaha muslim hingga kini masih dirasakan dunia. Maka benarlah firman Allah taala yang menerangkan bahwa ketika Islam diterapkan secara menyeluruh maka Islam akan mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam bishawab. [DMS]