4 Mei 2024

Keran impor mengalir begitu deras ditahun 2021, Indonesia negeri yang kaya akan sumber daya alam ternyata tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Tiap tahun kebijakan impor selalu diambil tatkala persediaan pangan menipis, negara yang dulu nya sebagai negara agraris lambat laun posisi itu menurun menjadi negara importir pangan.

Dan keputusan impor merupakan pil pahit untuk para petani, tahun ini petani beras sedang menanti panen raya, tapi siapa sangka para petani belum dapat merayakan keberhasilan panen sudah dipatahkan hasil kerja kerasnya.

Berdasarkan data BPS, produksi beras nasional alami kenaikan tipis 0,07 persen menjadi mencapai 31,63 juta di 2020. Kenaikan produksi pun diperkirakan berlanjut di 2021. Potensi produksi beras sepanjang Januari-April 2021 diperkirakan mencapai 14,54 juta ton, naik 3,08 juta ton atau 26,84 persen dibandingkan produksi pada periode sama di 2020 yang sebesar 11,46 juta ton. (kompas.com)

Tapi ternyata keputusan impor tetap diambil, pemerintah akan melakukan impor beras sebanyak sekitar 1 juta ton pada awal tahun ini. Klaim pemerintah, impor terpaksa dilakukan untuk menjaga stok beras nasional. Beras impor akan digunakan untuk menambah cadangan atau pemerintah menyebutnya dengan istilah iron stock. Rencana impor beras ini telah disepakati dalam rapat koordinasi terbatas.

Selain beras, pemerintah juga membuka keran impor untuk garam,  gula dan daging sapi atau substitusinya, kerbau. Pemerintah memutuskan akan mengimpor 3 juta ton garam, 80 ribu ton daging kerbau dari India, 20 ribu ton daging sapi dari Brasil, dan 150 ton gula kristal.

Seolah sudah keputusan final bahwa impor merupakan solusi untuk memenuhi persediaan pangan. Menurut Surya Hasibuan (2015), sejak Indonesia masuk dalam Agreement on Agriculture (AoA) World Trade Organization (WTO) pada 1995. Seketika itu juga, sektor pertanian berada dalam cengkeraman rezim multilateral melalui kesepakatan liberalisasi pertanian. Seketika itu juga, sektor pertanian berada dalam cengkeraman rezim multilateral melalui kesepakatan liberalisasi pertanian.

Dengan ketentuan-ketentuannya yang rumit mengancam kebijakan sektor pangan di negara berkembang, khususnya yang tidak mampu bersaing langsung dengan produk impor. Apalagi tanpa adanya perlindungan dan bantuan dari pemerintah, termasuk Indonesia dengan lemahnya sikap pemerintah terhadap komoditas pangan asing yang masuk pasar domestik tak mampu menjadikan Indonesia mampu bersaing, akhirnya banyak petani yang dirugikan.

Padahal Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam pertanian yang sangat berlimpah, lahan yang subur, didukung sumber daya manusia yang banyak. Semestinya dengan potensi ini, Indonesia mampu memproduksi kebutuhan pangannya sendiri tanpa tergantung impor, tapi fakta berkata lain.

Berbeda halnya dengan negara dalam sistem Islam yang memiliki kebijakan tersistematis dalam mengatasi persoalan pangan, dalam sistem Islam kebijakan impor bukanlah menjadi solusi. Karena negara mampu mewujudkan kemandirian pangan tanpa bergantung pada negara lain.

Dengan mengoptimalkan kualitas produksi pangan, melakukan ekstensifikasi (menghidupkan tanah yang mati)  dan intensifikasi pertanian meningkatkan kualitas bibit, pupuk dengan dilengkapi alat-alat produksi teknologi terkini.

Adanya mekanisme pasar yang sehat, negara tentu memiliki kekuasaan penuh dapat langsung melarang penimbunan, penipuan, praktik riba, dan monopoli. Kebijakan pengendalian harga dilakukan melalui mekanisme pasar dengan mengendalikan supply and demand bukan dengan kebijakan pematokan harga.

Negara juga memiliki manajemen logistik, dimana negara akan memasok cadangan lebih saat panen raya. Negara akan mendistribusikan secara selektif bila ketersediaan pangan berkurang.

Sehingga negara dapat mengatur kebijakan ekspor impor antar negara, ekspor tentu boleh dilakukan, tetapi jika seluruh rakyat terpenuhi kebutuhan pokoknya.

Adapun impor, hal ini berkaitan dengan kegiatan perdagangan luar negeri. Aspek yang dilihat dalam perdagangan luar negeri adalah pelaku perdagangan, bukan barang yang diperdagangkan.

Tak ketinggalan dalam prediksi cuacapun ada kajian mendalam tentang terjadinya perubahan cuaca. Hal ini didukung fasilitas dan teknologi mutakhir. Sebagai bentuk antisipasi perubahan cuaca ekstrem dalam mempengaruhi produksi pangan negeri, dan panganpun aman terkendali.

Islam menjadikan kita mandiri, tidak bergantung pada negara asing yang mudah menjajah bahkan akan menjatuhkan wibawa. Dengan kebijakan yang tersistematis, sangat kecil kemungkinan bagi negara menggantungkan diri pada impor, terlebih untuk pangan yang menjadi kebutuhan pokok bagi rakyat.

Penulis: Indi Lestari

Editor: Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.