17 Mei 2024

Berharap keadilan dari Sistem Demokrasi adalah Ilusi. Sebaliknya kedzaliman Penguasa pada rakyatnya nampak didepan mata selama hukum menjadi alat politiknya. Hukum berubah tajam pada yang dibenci tapi tiba-tiba bisa tumpul bagi mereka yang disayang oleh penguasa.

Mereka yang berkumpul terancam melanggar aturan prokes, dan terancam dipenjara tapi bagi mereka yang ada di lingkaran kekuasaan dimaafkan saja. Hukum demokrasi tidak berpihak pada rakyat tapi lebih untuk melindungi penguasa rezim yang berbuat dzalim. 

Katanya minta dikritik, tapi UU ITE disiapkan bagi mereka yang berani berseberangan dengan penguasa. Sudah banyak korban UU Bulldozer yang tidak mencerminkan keadilan. Mereka yang menghina keyakinan umat, tidak tersentuh hukum karena mereka dilindungi penguasa. Sebaliknya, siapa saja yang berani menyinggung rezim bisa dijerat pasal berlapis. Bahkan bila perlu mendekam dipenjara sampai ajal menjemput. Perlakuan tidak manusiawi ditunjukkan pada mereka yang berani menyakiti hati penguasa.

Penguasa boleh salah, tapi tidak bagi rakyat apalagi bagi mereka yang dibenci dan dianggap membahayakan kekuasaannya. Pasal berlapispun disiapkan dan UU yang bisa memberatkan  bagi rakyat dan meringankan bagi penguasa dibuat agar rezim tidak pernah kalah dalam peradilan dzalim.

Sungguh, dzalim rakyat dijadikan buruh di negeri sendiri oleh perusahaan asing yang bebas mengeruk kekayaan negeri ini. Rakyat jauh dari kata sejahtera padahal mereka hidup di negeri yang kaya raya. Trilliyunan hak rakyat dikorupsi, sementara rakyat harus memenuhi kebutuhan dasar mereka sendiri. Semua mahal, Pendidikan tinggi membumbung tinggi sehingga tidak terjangkau oleh rakyat jelata dengan penghasilan rendah.

UU pro konglomerat dibuat hanya untuk menyenangkan para Pemilik modal yang dianggap sudah mendukung kekuasaan. Katanya untuk rakyat tapi rakyat dikorbankan. Katanya Cipta Kerja tapi ternyata tujuannya untuk keuntungan investor asing. Rakyat sebagai buruh dalam posisi lemah padahal mereka yang berhak atas kekayaan di bumi mereka tinggal.

Sungguh dzalim negeri yang mayoritas penduduknya Muslim, tapi tidak bisa berislam kaffah. Islam sering dikaitkan dengan radikalisme. Sebaliknya, barang haram bisa dilegalkan dalam perspektif kebangsaan. Harusnya Islam diterapkan secara kaffah, bukan hukum buatan manusia yang sering dibuat untuk melindungi kekuasaan agar terus dalam genggaman.

Sungguh berbeda dalam sistem Islam yang mana keadilan dan kesejahteraan rakyat dijamin negara. Penguasa tidak tidak memiliki kekuasaan mutlak untuk membuat hukum sehingga penguasa tidak bisa berbuat semaunya. Dan peradilan tidak harus memenangkan penguasa. Kita tentu pernah dengar kisah yang sangat masyhur bahwa seorang khalifah bisa dikalahkan dihadapan pengadilan ketika bukti dan saksi memang memenangkannya meskipun dia hanya rakyat jelata. Begitu pula saat orang-orang dilingkaran kekuasaan bersalah tidak ada keringanan atau dispensasi. Semua harus dihukum setimpal karena hukum tidak pandang bulu.

Tentunya kita ingat kisah baju besi Alī bin Abī Thālib yang sungguh menyentuh hati. Seorang khalifah yang yakin bahwa baju besinya yang hilang ada ditangan seorang kafir dimmi yang hendak menjualnya ke pasar. Beliau sangat yakin bahwa Itu adalah miliknya. Namun, karena tidak ada saksi atau bukti yang meyakinkan bahwa Itu miliknya, beliau dikalahkan dalam pengadilan dan hakim memutuskan bahwa baju besi Itu menjadi milik  orang yang saat Itu sedang memegang baju besi milik Ali.

Sebuah keputusan hakim yang adil dan tidak berpihak meskipun yang berpekara adalah seorang pemimpin besar dan agung. Marwah pengadilan sungguh menjunjung tinggi keadilan sehingga membuat orang kafir tadi masuk Islam. Dia akhirnya mengakui bahwa baju besi Itu memang dia temukan dan memang milik amirul mukminin.

Sungguh kisah yang menunjukkan keadilan dalam sistem Islam yang pastinya tidak kita temukan dalam paradilan demokrasi. Bahkan saksi dan bukti aja bisa direkayasa agar bisa memenangkan penguasa. Bila perlu konstitusi bisa dilanggar, UU atau peraturan dibuat agar bisa menjerat mereka yang menjadi target untuk diperkarakan secara hukum. Sungguh dzalim penguasa dalam sistem demokrasi.

Kita juga tahu apa yang disampaikan Rasullulah, saat ada seorang perempuan mencuri dari keluarga bangsawan terhormat yang minta keringanan untuk tidak dihukum potong tangan. “Wahai manusia sesungguhnya yang membinasakan orang orang sebelum kamu adalah apabila seorang bangsawan mencuri, maka mereka membiarkan akan tetapi apabila seorang yang lemah mencuri maka mereka jalankan hukuman kepadanya.

Demi Dzat yang Muhammad berada dalam genggaman Nya kalau seadainya Fathimah binti Muhammad mencuri niscaya aku akan memotong tangannya.” begitulah jawaban Rasulullah kepada kaum Quraysh yang dilewatkan kepada Usamah ,orang yang dicintai Nabi, dengan maksud akan memperoleh pengampunan atas kasus pencurian yang dilakukan oleh seorang bangsawan dari Bani Makzum.

Masihkah kita menutup mata atas kedzaliman dan ketidakadilan yang dilakukan oleh penguasa rezim dalam sistem demokrasi. Hukum dipermainkan hanya untuk membela penguasa yang dzalim karena begitu mudahnya peraturan atau UU dibuat oleh manusia meskipun tidak memenuhi unsur keadilan.

Korupsipun tidak mampu diusut tuntas apalagi ada kaitannya dengan anak sultan. Sungguh hukum hanya permainan orang-orang yang punya uang dan kekuasaan. Saatnya kita tinggalkan demokrasi dan kembali pada kehidupan Islami dalam sistem khilafah yang hanya menerapkan hukum yang adil dari Yang Maha Adil.

Penulis: Mochamad Efendi

Editor: Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.