4 Mei 2024

Penulis : Cynthia Rizkyta

Dimensi.id-Media Sosial kembali dibuat gempar setelah ramai kabar ada sekitar 240 siswa SMA di Jepara ramai-ramai meminta dispensasi nikah. Dikabarkan hal tersebut terjadi sebab kondisi mereka yang hamil di luar nikah. Kepala Pengadilan Agama (PA) Jepara  Drs H. Faiq, MH menyayangkan adanya berita tersebut. Faiq menuturkan 236 perkara itu sebetulnya akumulasi sejak Januari hingga Juli dan tidak semua dilatar belakangi hamil di luar nikah. Menurutnya jumlah dispensasi nikah melonjak lantaran ada perubahan aturan yang disahkan oleh DPR pada Oktober 2019 lalu.


Sebelumnya, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatur usia perkawinan minimal 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki. “Sudah disepakati perubahannya, dan untuk memenuhi keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) maka usia perkawinan itu berada di umur 19 tahun antara laki-laki dan perempuan sekarang sama,” kata Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Seperti yang dilansir tempo.co, Jumat, 13 September 2019.


Perubahan aturan batas usia perkawinan disambut baik oleh KPAI. “Sehingga diharapkan hal ini dapat mendorong tercapainya SDGs (sustainable development goals), berkurangnya angka kematian ibu dan balita, berkurangnya stunting dan meningkatnya kualitas keluarga Indonesia. Upaya negara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dapat dicapai dengan baik dengan prasyarat perkawinan yang jauh lebih memadai,” ujar Ketua KPAI Susanto dalam keterangan tertulisnya, seperti yang dilansir oleh kpai.go.id, Jumat, 13 September 2019.

Evaluasi data yang masuk PA, kasus perceraian pasangan suami istri yang hanya lulusan SD mendominasi, mencapai 40-50 persen. Sedangkan pasutri lulusan SMP sekitar 30 persen dan lulusan SMA sekitar 20 persen. “Artinya, semakin rendah pendidikan pasangan suami istri, cenderung mudah bercerai. tutur Ketua Pengadilan Agama Kota Semarang Anis Fuadz seperti yang dilansir jawappos.com, Senin, 30 Desember 2019. Belum lagi kendala ekonomi, sebab taraf pendidikan berbanding lurus dengan kemudahan memperoleh pekerjaan. Artinya semakin rendah taraf pendidikan maka akan semakin sulit mendapat pekerjaan yang laik, semakin rentan pula potensi perceraian.

Namun jauh panggang dari Api, meskipun batas usia perkawinan telah direvisi nyatanya praktik perkawinan usia dini masih marak terjadi. Hal ini disebabkan adanya dispensasi nikah. Artinya meskipun secara aturan perempuan dan laki-laki di bawah usia 19 tahun belum boleh menikah, namun kedua pihak bisa mengajukan dispensasi agar bisa melaksanakan perkawinan. Jika hakim mengabulkan maka perkawinan sah digelar menurut aturan negara.

Data menunjukkan kasus dispensasi nikah justru didominasi oleh adanya kasus hamil di luar nikah. Dari total 236 pengajuan pernikahan dini yang terjadi di Jepara, 52,12 persennya adalah akibat hamil di luar nikah. Di Karanganyar sebanyak 145 pengajuan dispensasi nikah sejak Januari hingga Juni 2020, yang dilatar belakang hamil di luar nikah ada sebanyak 80 persen dari keseluruhan pengajuan. Di Wonogiri ada 89 pengajuan dispensasi nikah dalam lima bulan terakhir. Ketua PA Wonogiri, Muhammad Syafi, mengatakan penyebab orang mengajukan dispensasi kawin di Wonogiri rata-rata karena hamil di luar nikah. Dikutip dari inews.id, Minggu, 14 Juni 2020. PA Sukoharjo mencatat ada 92 pengajuan dispensasi. “Saat mengajukan permohonan (dispensasi menikah) pasti ditanya, umurnya masih muda, kenapa mau menikah? Menunggu cukup umur dulu saja. Tapi banyak yang menjawab alasannya karena sudah hamil,” ungkap Ketua PA Sukoharjo Muhammad Fauzi, seperti dilansir jawapos.com, Kamis, 25 Juni 2020. PA Kelas I A Kota Semarang sepanjang Januari sampai Juni 2020 menerima 105 pengajuan dispensasi nikah. Panitera Muda Pengadilan Agama Kota Semarang, Saefudin mengatakan bahwa saat ini, kebanyakan karena faktor hamil di luar nikah. Dikutip dari tribunnews.com, Selasa, 14 Juli 2020.

Ketika menyatakan telah hamil di luar nikah, mau tidak mau pihaknya harus memberikan perlindungan. Sehingga permohonan dispensasi menikah hampir dipastikan bisa dikabulkan. Ungkap Ketua PA Sukoharjo Muhammad Fauzi, seperti dilansir jawapos.com, Kamis, 25 Juni 2020. Jadi dispensasi nikah yang dilatarbelakangi hamil di luar nikah bisa dipastikan akan dikabulkan. Karena hal tersebut merupakan perkara yang dianggap mendesak. “Yang dikabulkan karena alasan mendesak guna melindungi si anak, tapi kalau tidak (bukan karena hamil) ya bisa ditunda,” tutur Ketua PA Kota Semarang Anis Fuadz seperti yang dilansir jawappos.com, Senin, 30 Desember 2019.

Ironis, aturan batas usia perkawinan yang sedianya dapat mengurangi praktik pernikahan dini tampaknya tidak efektif. Sebab nyatanya praktik pernikahan dini tersebut masih saja tinggi. Dispensasi nikah yang hampir pasti dikabulkan akibat kasus hamil di luar nikah justru menunjukkan ketidaktegasan pemerintah dalam upaya membangun ketahanan keluarga. Di satu sisi ingin membangun ketahanan keluarga dengan mencegah perkawinan di usia dini, tapi di sisi lain enggan menghadapi persoalan yang timbul di kemudian hari. Seperti misalnya tanggung jawab terhadap anak hasil hubungan di luar nikah. Akhirnya diambil jalan kompromi. Namun bukan tanpa masalah, karena nyatanya angka perkawinan yang disebabkan kasus hamil di luar nikah semakin lama semakin tinggi.

Persoalan yang timbul akibat perkawinan di usia dini sebetulnya tidak disebabkan oleh faktor usia. Seperti kesulitan ekonomi akibat sulitnya mendapat kerja sebab taraf pendidikan yang rendah. Hal tersebut tidak akan terjadi dalam sistem islam sebab khalifah wajib memastikan kebutuhan pokok setiap individu. 

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)

Khilafah memastikan kebutuhan pokok tiap individu dengan mekanisme sistem. Yang pertama adanya kewajiban tiap laki-laki untuk bekerja. Kemudian negara juga menjamin terpenuhinya lapangan pekerjaan tersebut. Misal dengan memberikan tanah garapan, modal usaha, dll sehingga setiap individu mampu memenuhi kebutuhan pokoknya dan keluarga yang ada di bawah tanggungannya. Negara juga menjamin harta kepemilikan umum tidak dikuasai oleh segelintir pihak saja sehingga distribusi kekaayaan bisa merata. Distribusi kekaayaan ini merupakan kunci dari persoalan ekonomi. Jika kebutuhan pokok tiap individu telah terpenuhi maka perlukah lagi negara membatasi usia perkawinan?

Adapun faktor kedewasaan/kematangan, berbeda dengan saat ini yang mengukur dewasa semata dari faktor usia,  sistem islam telah menganggap tiap individu telah matang sejak ia baligh. Ditandai dengan beban taklif yang melekat bagi tiap individu yang telah baligh, dan negara menjatuhi sanksi bila ada pelanggaran terhadap hukum syariat. Dengan mekanisme tersebut maka secara otomatis kematangan individu bisa diperoleh, sebab setiap individu telah terbiasa memikul tanggung jawab sejak dini. Berbeda dengan kondisi saat ini, bagaimana kita bisa mendapat generasi muda yang bertanggung jawab jika masih menganggap mereka sebagai anak-anak kendati mereka telah baligh?

Sistem hukum yang tegas bisa menjadi solusi preventif terhadap maraknya kemaksiatan. Seringkali pelaku hubungan seks pranikah tidak dihukum sebab dianggap masih di bawah umur. Hal ini justru membuat kasus seks pranikah anak semakin tak terkendali. Selain itu negara juga harus melarang dengan tegas hal-hal yang bisa merangsang naluri seksual baik berupa tayangan-tayangan di media elektronik dan media sosial maupun di ruang publik seperti aktivitas pacaran. Diperkuat dengan masyarakat yang senantiasa menegakkan aktivitas amar maruf nahi munkar. Bersama-sama ikut memonitor aktivitas para pemuda di sekitar mereka. Dengan begitu maka tidak ada lagi kekhawatiran maraknya perzinahan.

Dengan ini maka solusi hakiki membangun ketahanan keluarga adalah dengan menerapkan syariat islam secara kaffah bukan dengan membatasi usia perkawinan. Terlebih adanya dispensasi nikah nyatanya malah dimanfaatkan untuk menutup aib akibat terlanjur hamil. Pada akhirnya persoalan ketahanan keluarga tidak pernah usai. Ketahanan keluarga bisa diperoleh dengan mewujudkan tiga pilar: inividu yang bertakwa, masyarakat yang senantiasa beramar maruf nahi munkar, serta negara yang menerapkan syariat islam dalam sistem ekonomi, hukum, sosial, dll secara kaffah. Semua itu hanya bisa terwujud dalam sebuah institusi yang bernama Khilafah Islamiyyah.

Wallahu’alam

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.