3 Mei 2024
58 / 100

 

Bagaimana kabar para ibu hari ini? Semoga Allah Swt. senantiasa menjaga engkau dalam iman dan Islam. Semoga engkau diberi kemudahan dalam memikul amanah sebagai pendidik dan pencetak generasi muslim mulia. Berbicara mengenai ibu, rasanya tak pernah ada habisnya jika kita ingin menyelami sosok ibu. Maka tak heran, Islam begitu memuliakan ibu melalui berbagai firman Allah Swt. dan sabda Rasulullah saw. Tak hanya itu, di Indonesia bahkan memiliki hari ibu yang diperingati setiap 22 Desember. Meskipun tak banyak orang yang tahu, mengapa tanggal itu dipilih sebagai hari ibu, namun kebanyakan penduduk Indonesia turut memperingatinya.

 

Sosok ibu memang tak pernah terlupakan bahkan tergantikan. Entah bagaimana sosok itu dihadapan anaknya. Bagi sang anak, sosok ibu tetaplah spesial. Sayangnya, dalam sistem sekuler saat ini, banyak sosok ibu yang kurang ideal. Hal ini tentu memengaruhi pembentukan dan kepribadian anak-anak dan generasi saat ini. Lantas, seperti apakah gambaran generasi saat ini?

 

Aneka Rasa Generasi Zaman Now

 

Banyak yang merasakan dan menyebutkan bahwa generasi saat ini memiliki karakter yang jauh berbeda dengan generasi sebelumnya. Generasi saat ini cenderung rapuh hingga beberapa sebutan disematkan kepadanya. Ada yang menyebutnya generasi alay, strawberry, sandwich, dan lain sebagainya. Tapi, sadarkah kita bahwa julukan itu secara tidak langsung merupakan mantra yang seakan melekat pada generasi saat ini?

 

Ya, tidak dimungkiri bahwa dampak dari penerapan sistem sekularisme telah membuat generasi jauh dari gambaran generasi rabani. Buktinya, kerapuhan mental generasi membuat mereka mudah terganggu kesehatan mentalnya alias mental illnes. Tak hanya itu, degradasi moral juga terjadi pada generasi saat ini. Jauhnya sistem pendidikan dari pemahaman Islam menjadi salah satu penyebabnya. Maka tak heran, tantangan untuk mendidik anak zaman now terasa lebih berat dari zaman sebelumnya.

 

Tantangan Ibu dalam Kubangan Kapitalisme

 

Menjadi ibu dalam sistem kapitalisme juga tak kalah berat dengan menjadi generasi dalam sistem ini. Sistem kapitalisme telah banyak memaksa ibu keluar dari peran utamanya sebagai ummun wa rabatul bait atau ibu dan pengatur rumah tangga. Sebagai seorang ibu, perempuan memiliki fitrah untuk mengandung, melahirkan, menyusui, dan mendidik para buah hati dengan penuh kasih sayang. Namun, dalam sistem sekuler tidak semua perempuan mau dan mampu melakukan perannya sebagai seorang ibu. Terlebih lagi adanya child free, emansipasi wanita, my body is my otority turut mewarnai kehidupan perempuan sehingga menjadi alasan baginya untuk tidak menjadi seorang ibu.

 

Begitu juga dengan peran ibu sebagai pengatur rumah tangga. Sistem ekonomi kapitalisme yang tidak berpihak kepada rakyat membuat para ibu turut terjun untuk mencari nafkah sehingga sedikit banyak mengurangi perannya dalam mengatur rumah tangga. Tidak jarang pula, banyaknya kasus perceraian diawali dari seorang ibu yang merasa mandiri ketika dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan memilih untuk hidup sebagai single parents untuk menghindari penindasan atau kekerasan dalam rumah tangga. Sungguh, kondisi ibu saat ini diserang dari berbagai arah agar tidak dapat melaksanakan tugas utamanya.

 

Ibu Mulia, Bangkit dengan Islam

 

Dalam pandangan Islam, seorang ibu merupakan sosok mulia. Bahkan ibu merupakan orang tua pertama yang harus dihormati oleh anak. Dalam sebuah hadis, dari Abu Hurairah dijelaskan,

 

“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR Al Bukhari dan Muslim).

 

Kemuliaan seorang ibu tentu tidak lepas dari peran utamanya sebagai ummun wa rabatul bait dan juga peran publiknya sebagai anggota masyarakat yang turut serta berperan dalam menyuarakan Islam. Sebagai ibu, muslimah harus memahami bahwa ia adalah pencetak dan pendidik generasi Islam. Ia tidak boleh mengabaikan peran ini sekalipun ada aktivitas lain yang boleh dilakukan seperti halnya bekerja. Sebagai anggota masyarakat, seorang muslimah juga peduli kepada lingkungan sekitarnya. Ia juga memahami perannya sebagai pengemban dakwah. Sehingga ia turut menyuarakan penerapan sistem Islam di tengah-tengah masyarakat.

 

Peran ibu muslimah dalam memahami syariat Islam kafah juga sangat penting untuk menyelamatkan generasi. Sebab pendidikan bagi seorang anak yang pertama dan utama ada dalam lingkungan keluarga yang notabene dipegang oleh seorang ibu. Oleh karena itu, sudah saatnya para ibu muslimah memahami peran pentingnya dalam menyelamatkan generasi dalam kubangan sistem kapitalisme. Namun, seorang ibu harus terlebih dahulu memiliki keimanan yang kuat, pemahaman Islam kafah yang jelas, dan turut serta bergabung pada jemaah dakwah yang sahih agar mampu mengarahkan generasi kepada arahan Islam yang benar.

 

Penutup

 

Peran ibu muslimah dalam sistem kapitalisme tidak bisa dianggap remeh. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran bagi para muslimah terhadap perannya baik dalam ranah domestik maupun publik. Ketika seorang muslimah telah memahami perannya, saatnya para muslimah mengamalkan apa yang telah dipahami agar tidak mudah terbawa arus keburukan dalam sistem kapitalisme.

Wallahu a’lam bishawab.

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.