13 Mei 2024

Dimensi.id-Bertambahnya terus jumlah pasien positip terinfeksi Corona, membuat rakyat semakin cemas. Ada dilema yang dialami rakyat kecil, yang tidak mendapat gaji bulanan. Dimana kebijakan pemerintah agar social distancing atau bahkan phisical distancing sulit dipenuhi.

Himbauan untuk work from home, stay at home, bagaimana bisa mereka terapkan? Karena jika mereka tidak keluar rumah untuk bekerja, mereka tidak mendapatkan uang untuk membeli makan keluarganya. Para pekerja seperti sopir angkot, gojek online, semakin sepi pendapatan karena karyawan kantor banyak libur, anak sekolah dan kuliah juga libur, orang-orang takut keluar rumah. Tetapi mereka tetap bekerja, walau perlu waktu lama mengumpulkan keping rupiah demi anak istrinya.

Ada pula penjual kaki lima, kurir pengantar barang, buruh pabrik konveksi, tukang becak, dan masih banyak lainnya. Walau rasa takut menyelimuti dada, tapi harus keluar rumah menembus badai Corona demi tanggung jawabnya pada keluarga. Mereka bukan tak mau taat kebijakan pemerintah pusat maupun daerah, tapi jika mereka para pencari nafkah keluarga itu tak bekerja, maka anak istri makan apa? Karena tidak ada jaminan dari pemerintah.

Kebijakan pemerintah itu bagus, jika dibarengi tanggungjawab untuk membantu kebutuhan hidup rakyatnya. Karena makan minum adalah kebutuhan vital, kebutuhan pokok, hajatul udwiyah. Dimana wajib untuk dipenuhi, jika tidak dipenuhi bisa menimbulkan kematian. Dan kewajiban untuk menjamin kecukupan kebutuhan pokok itu dilakukan oleh negara.

Ketika negara abai, tidak meriayah kebutuhan umat, terutama pada saat terjadi wabah pandemik seperti ini. Maka para pencari nafkah keluarga itu akan keluar rumah untuk mengais rezeki. Demi tanggungjawabnya kepada keluarga tercinta.

Ketiadaan uang membuatnya tak bisa membeli alat pelindung diri. Sekedar masker, kaos tangan, handsanitizer. Bagaimana berfikir mau membeli hal itu, lebih baik untuk membeli beras buat makan keluarganya.

Lagi-lagi peran pemerintah yang harus menjamin kebutuhan penting itu. Ketika ada kebijakan stay at home, kalau keluar untuk keperluan penting memakai masker. Tidak boleh berkerumun dalam keramaian. Maka tugas pemerintah menyiapkan apa yang dibutuhkan rakyat. Minimal fokus untuk mereka yang tidak mampu. Walau sebenarnya, riayah pemerintah itu untuk semua kalangan. Tetapi karena kondisi darurat, maka bantuan kebutuhan pokok dan alat pelindung diri itu, fokus untuk rakyat tak mampu dulu. Diharapkan yang mampu, bisa mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya sendiri.

Apa yang terjadi? Pemerintah tak sanggup membantu. Tidak ada dana untuk mengcounter jumlah penduduk di Indonesia yang begitu besarnya. Jadilah seperti kenyataan sekarang, jumlah pasien yang positif terjangkit infeksi virus Corona, semakin banyak dan terus bertambah setiap hari.

Rakyat semakin ketakutan, khawatir terjadi penularan karena sudah meluas di berbagai wilayah. Rakyat mendesak agar diberikan bantuan kebutuhan pokok, karena sudah nekat keluar rumah untuk bekerja tapi hasil yang diperoleh minimal, tak mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Belum lagi desakan dari para dokter dan tenaga kesehatan yang mengeluhkan bahwa APD (Alat Pelindung Diri) untuk para nakes dan pasien. Jika tidak dipenuhi, mereka semua akan mundur tak mau menjalankan tugas. Karena seperti yang sudah diketahui umum, bahwa sudah banyak dokter dan tenaga kesehatan yang terinfeksi positip Covid-19, dan beberapa diantaranya meninggal dunia.

Maka dari itu, pemerintah berupaya mencari dana untuk mengatasi wabah virus Corona. Salah satunya dengan cara andalan yaitu pinjam ke luar negeri. Cara mudah untuk mendapatkan uang banyak dalam waktu cepat. Tidak berfikir panjang, dengan apa akan membayar, sementara hutang yang ada sekarang, sudah teramat sangat banyak jumlahnya. Apakah pemerintah akan mewariskan hutang untuk generasi berikutnya?

Sungguh tak layak, mengatasi masalah dengan meninggalkan masalah. Makanya tidak heran jika menimbulkan kontroversi dari para pemimpin di atas sana. Termasuk dari anggota DPR-RI.

Seperti yang dilansir REPUBLIKA.CO.ID, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Muhaimin Iskandar khawatir besarnya anggaran untuk melakukan penanggulangan wabah Corona atau Covid-19 dan restrukturisasi ekonomi dapat menambah jumlah hutang ke luar negeri akibat terbatasnya jumlah anggaran. Hal ini membuka potensi godaan berhutang kepada luar negeri.

“Jangan sampai karena besaran hutang membuat Indonesia tidak Merdeka,” tegas Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu dalam siaran persnya, Selasa (31/3).

Politisi yang akrab disapa Cak Imin ini berharap Pemerintah dapat memiliki solusi logis, cepat dan tepat untuk menutupi kebutuhan anggaran yang besar dalam situasi bencana Nasional seperti saat ini. Menurut Cak Imin, tidak menjadi masalah negara ini berhutang kepada yang kaya di negeri ini, selagi masih dari dalam negeri sendiri. “Mari dikumpulkan agar Indonesia dapat merdeka,” katanya.

Cak Imin juga mengingatkan agar pemerintah punya kebijakan rasional. Segala kebijakan mulai anggaran sampai dampak ekonominya harus dipikirkan pemerintah.

Tugas pemerintah memang tidak mudah. Harus ada kerjasama dengan para pemimpin lainnya, juga para pakar untuk berdiskusi bagaimana mengatasi masalah negeri ini. Terutama saat ini sedang diuji dengan wabah pandemik virus Corona. Dimana wabah ini bukan lagi masalah kelompok atau masing-masing negeri, tapi sudah menjadi masalah global dunia.

Jadi ketika pemerintah merasa berat mengatasi sendiri, maka bisa diskusi untuk memecahkan masalah dan menemukan solusi yang tepat. Masalah dana untuk mengatasi masalah Corona, janganlah dengan berhutang ke luar negeri. Karena wabah ini bisa mengenai siapa saja, tak peduli miskin kaya, maka pemerintah bisa mengajak dialog dengan para pengusaha kaya yang harta kekayaannya tak terkira.

Jika menurut Cak Imin bisa dengan berhutang kepada para pengusaha kaya itu saja daripada hutang ke luar negeri. Kalau menurut saya, mengapa tidal disentil saja dengan ungkapan yang menyentuh perasaan para pengusaha. Jika wabah tidak segera diatasi, bukankah laju perekonomian semakin merosot, bahkan bisa sampai titik terendah jika wabah semakin merajalela dan rakyat banyak menjadi korban. Hingga perusahaannya akan bangkrut dan mengalami kerugian banyak.

Katakanlah, jika dibiarkan rakyat kecil itu tetap berkeliaran di luar mengais rupiah. Maka potensi tertular juga besar. Apalagi mereka tidak mengenakan alat pelindung diri karena tak mampu membeli. Jika mereka tertular, pulang ke rumah bisa menularkan kepada keluarga dan kerabat di rumah.

Jika itu terjadi di banyak keluarga, bisa dibayangkan berapa jumlah virus yang sudah berkembang biak. Hal ini bisa menjadi potensi yang semakin besar menularkan pada yang lainnya. Maka jangan heran jika jumlah pasien yang positip Covid-19 semakin bertambah terus. Apalagi tidak diberlakukan karantina wilayah atau lockdown di negeri ini. Jadi semakin bebas orang keluar masuk, yang mana akan semakin menambah cepat potensi penyebaran virus Corona tersebut.

Bukankah dengan terus bertambahnya jumlah pasien positip, maka laju perekonomian tak akan bisa naik karena hampir semua orang tidak berani keluar rumah. Apalagi ada kebijakan untuk stay at home, work from home, jadi semua dikerjakan di rumah. Produk-produk barang bagus di pertokoan pun tak ada yang tertarik melirik. Rakyat fokus membeli kebutuhan pokok yang diperlukan untuk memenuhi hajatul udwiyah.

Mau eksport produk keluar negeri juga tidak bisa karena ada penutupan sementara karena wabah pandemik ini. Maka para pengusaha itu bisa memilih. Apakah membiarkan wabah pandemik ini begitu saja, sambil berharap agar pemerintah sendiri yang menunaikan amanahnya. Atau para pengusaha itu ikut membantu dana untuk penanggulangan virus agar wabah pandemik segera teratasi.

Selain para pengusaha kaya, pemerintah juga bisa minta tolong pada para pejabat tinggi yang gajinya besar, fasilitas dari negara bisa diambil sementara agar uangnya bisa untuk membantu mengatasi wabah Corona.

Selain itu pemerintah bisa minta tolong ulama dan tokoh agama, untuk menyentuh hati para jamaahnya. Sosialisasi tentang cara membantu menanggulangi wabah pandemik. Bagi yang kaya agar membantu dana, bagi yang kurang mampu bisa dengan membantu soaialisasi pencegahan, agar umat tahu bagaimana hidup bersih, sehat, juga perlindungan diri ketika keluar rumah.

Memahami bahwa wabah ini masalah bersama, seluruh negeri bahkan seluruh dunia. Dibutuhkan kerjasama semua pihak agar bisa menanggulangi wabah dengan cara yang benar. Pemerintah sekaligus pemimpin pusat, berkewajiban menjadi pemandu atau dirigen sebuah orkestra agar menjadi alunan musik yang indah. Ciptakan komunikasi yang bagus, saling bekerjasama untuk mewujudkan solusi yang tepat sesuai aturan agama.

Adanya para ulama, bisa memberikan nasehat positip pada pemerintah ketika ada kebijakan yang salah. Adanya para pakar, bisa memberikan masukan solusi yang tepat jika pemerintah menghadapi kesulitan. Lebih dari semua itu, kebijakan apapun yang diambil pemerintah hendaklah dilandaskan pada hukum syara.

Ketika kebijakan yang diterapkan menyimpang hukum syara, maka akan terjadi ketimpangan dan kesesatan. Hingga tidak mendatangkan keberkahan dalam hidupnya. Jika ketimpangan itu terjadi berkali-kali, tanpa ada yang mengingatkan. Bahkan para pemimpin lain ikut larut di dalamnya, maka akan diberikan peringatan oleh Allah.

Jika peringatan demi peringatan sudah diberikan, bahkan dengan level yang meningkat. Tapi tak juga menggerakkan hati para pemimpin untuk kembali menjalankan ketaatan. Maka Allah tidak kurang cara. Kali ini Allah mengutus tentara yang tak tampak dengan mata telanjang. Makhluk kecil berukuran nanometer dijadikan wasilah untuk menyadarkan seluruh umat di dunia.

Siapa sangka jika makhluk sekecil itu bisa mengalahkan negara adidaya, negara-negara kuat yang memiliki senjata canggih, rudal, meriam, atau yang lainnya. Siapa sangka jika makhluk kecil ciptaan Allah bernama virus Corona itu bisa meluluhlantakkan perekonomian dunia, melemahkan keamanan, merusak pemerintahan, dan segala kesombongan di muka bumi ini.

Seluruh dunia mengalami ujian wabah pandemi ini. Termasuk Indonesia, dengan pemerintahan yang suka berhutang untuk mengatasi masalah. Kali ini cobalah mencari terobosan jalan lain. Libatkan Allah, minta ditunjukkan solusi yang benar sesuai aturan Allah. Sebelumnya ajaklah seluruh masyarakat di negeri ini untuk taubatan nasuha.

Taubat untuk memohon ampun atas kesalahan selama ini, tidak mentaati hukum Allah. Kemudian mohon bimbingan agar menemui solusi jitu atasi wabah pandemik ini. Jika tidak ada dana, akui saja bahwa sebelumnya salah kelola sehingga dana tak ada, hutang menumpuk. Minta maaf kepada masyarakat, jika sering berbuat dzalim dan tidak bisa meriayah umat.

Pengakuan seorang pemimpin yang berbesar hati mengakui kesalahan, akan meluluhkan hati rakyat untuk bergotong royong membantu pemerintah mengatasi masalah wabah pandemik ini. Hingga tidak perlu pinjam ke luar negeri. Ditambah ketaatan kepada Allah untuk menerapkan pemerintahan berikutnya berlandaskan hukum syara, maka akan memancing pertolongan Allah.

Tiada yang sulit menurut Allah. Mengapa harus repot bergantung sama negeri lain yang sama-sama bermasalah. Mengapa tidak bergantung sama Allah saja? Allah yang menciptakan virus Corona. Allah juga yang akan menyuruh makhluk yang taat perintah itu untuk berhenti menyerang. Kapan itu terjadi? Terserah penduduk bumi, mau segera taat hukum Allah atau masih bersandar sama hukum buatan manusia?

Wallahu a’lam bisshawwab[ia]

Penulis : Lilik Yani (Muslimah Peduli Generasi Pejuang)

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.