7 Mei 2024

Penulis : Iyan S (ketua gema pembebasan)

Dalam situasi pandemi Corona rezim masih mengkriminalisasi ulama dan aktivis Islam, 1bulan yang lalu Aktivis Islam Alimudin Baharyah ditangkap sampai sekarang bulan dibebaskan lantaran hanya mengkertik kebijakan rezim padahal untuk kebaikan Negeri. habib bahar yang baru saja bebas hari Sabtu kembali ditahan.

Dikutif dari Republika.co.id. Habib Bahar bin Smith kembali ditangkap polisi pada Selasa (19/5) sekitar pukul 02.00 WIB. Pengacara Habib Bahar bin Smith, Aziz Yanuar, menyebut penangkapan kliennya karena mengkritisi pemerintah.

Alasannya karena beliau di ceramahnya malam Ahad (17/5) mengkritisi penguasa,” kata Aziz saat dihubungi, Selasa (19/5).

Aziz menyatakan dugaan pelanggaran terhadap berkerumunan dan tak menghiraukan jaga jarak hanya mengada-ada. Menurut dia, banyak kegiatan yang juga mengakibatkan kerumunan di tengah pandemi Covid-19.

“Itu mengada-ada sebenarnya. Kemarin konser ramai aman tuh. McD Sarinah cuma denda Rp 10 juta, gimana?” kata dia.

Ditengah wabah yang banyak memakan korban rezim jangan sibuk mengkeriminalisasi aktivis dan ulama. Fokus kepada penyelesaian kebijakan yang ruwet semerawut,   menerapkan kebijakan PSBB, transportasi boleh beroperasi ,TKA China boleh berdatangan, Mengadakan konser yang mengundang banyak orang. Dengan alasan bersatu melawan Corona dengan menggalang dana. Ruwet amat kemana duit negara yang kaya raya akan sumberdaya Alam?.

Ditambah dengan kebijakan rezim  soal mudik dan transportasi yang membingungkan. makin ruwet saja pertama  pulang kampung diperbolehkan asal berkebutuhan khusus, tetapi mudik dilarang. Lalu bagaimana jika mudik itu karena kebutuhan khusus?

Kedua, pejabat negara boleh bepergian, dengan membawa surat jalan. Bagaimana bisa mengecek surat tersebut tidak disalahgunakan?

*Harus Corona jenis apalagi untuk menghentikan keriminalisasi  terhadap aktivis Islam dan ulama?*

KONSER amal untuk melawan wabah corona tanggal 17 Mei malam terasa janggal. Penyelenggaranya Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) bekerjasama dengan MPR RI, Gugus Tugas Covid 19 dam instansi lain.

Aneh, di tengah kebijakan PSBB dan bulan Ramadhan masih terfikir dan mampu mengadakan konser berskala “kenegaraan”. Ketua MPR sengaja berkampanye mengajak masyarakat untuk hadir dalam konser virtual.

Di bulan Ramadhan 10 hari terakhir yang dalam keadaan normal umat Islam dianjurkan i’tikaf di Masjid, biasa shalat tarawih berjamaah, tadarus Al Qur’an. Justru kini umat harus hadir menonton konser. Sungguh menyedihkan. Menurut Pastor Benny Soesetyo Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP konser ini wujud dari pengamalan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Rmol.id

Ditengah wabah Corona yang memakan banyak korban rezim seharusnya banyak bertaubat memohon ampunan kepada Allah, bukan ngadain konser joget joget, menangkapi Aktivis dan ulama. Harus Corona jenis apa lagi agar kedzaliman ini berhenti?

Rezim dalam sistem kapitalis sepertinya tidak akan pernah sadar dengan ujian wabah seperti apapun buktinya dengan Corona yang telah memakan banyak korban saja mereka masih joget joget, mengkeriminalisasi ulama, mencekik rakyat dengan menaikan tarif listrik,  dan menaikan tarif BPJS.

Dikutip dari Muslimahnews.com

Pemimpin kuat, senantiasa melakukan introspeksi dan tidak ragu untuk mengakui kesalahan.

Di balik musibah boleh jadi ada peringatan yang hendak disampai Allah SWT kepada hamba-Nya agar mereka menyadari kesalahan yang sudah dilakukan dan bersegera untuk kembali kepada jalan kebenaran.

Banyak nas yang menyatakan hal demikian, di antaranya adalah firman Allah dalam Alquran Surah ar-Ruum[30] ayat 41 yang artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Ibnu Abu Hatim dalam tafsir Ibnu Katsir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid ibnul Muqri, dari Sufyan, dari Hamid ibnu Qais Al-A’raj, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Telah tampak kerusakan di darat dan di laut. (Ar-Rum: 41)

Bahwa yang dimaksud dengan rusaknya daratan ialah terbunuhnya banyak manusia, dan yang dimaksud dengan rusaknya lautan ialah banyaknya perahu (kapal laut) yang dirampok.

Sementara itu terkait perbuatan manusia yang telah mengakibatkan kerusakan menurut Abul Aliyah adalah berbuat durhaka kepada Allah di bumi, karena terpeliharanya kelestarian bumi dan langit adalah dengan ketaatan.

Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud yang bunyinya:

“لَحَدٌّ يُقَامُ فِي الْأَرْضِ أَحَبُّ إِلَى أَهْلِهَا مِنْ أَنْ يُمْطَرُوا أَرْبَعِينَ صَبَاحًا“

“Sesungguhnya suatu hukuman had yang ditegakkan di bumi lebih disukai oleh para penghuninya daripada mereka mendapat hujan selama empat puluh hari.”

Firman Allah dalam surah Ar Ruum ayat 41 ini memberikan arahan kepada kita untuk melakukan introspeksi manakala ditimpa musibah karena mungkin saja ada sinyal peringatan dari Allah terhadap pelanggaran yang telah dilakukan.

Kesadaran itulah yang telah ditunjukkan Khalifah Umar ketika menghadapi wabah, seperti seruan beliau kepada rakyatnya:

“Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dalam diri kalian, dan dalam urusan kalian yang tidak terlihat oleh manusia. Karena sesungguhnya aku diuji dengan kalian dan kalian diuji denganku. Aku tidak tahu apakah kemurkaan itu ditujukan kepada diriku dan bukan kepada kalian atau kemurkaan itu ditujukan kepada kalian dan bukan kepada diriku atau kemurkaan itu berlaku umum kepadaku dan juga kepada kalian. Karenanya, marilah marilah kita senantiasa berdoa kepada Allah agar Dia memperbaiki hati-hati kita, merahmati kita, dan mengangkat bencana ini dari kita.”

Pemimpin yang baik bukanlah pribadi yang sombong dan tidak peduli terhadap kesalahan yang telah dilakukannya. Dia adalah orang yang memahami bahwa sekecil apa pun pelanggaran terhadap hukum Allah akan berkonsekuensi pada teguran di dunia dan balasan azab di akhirat.

Karenanya, dengan lapang dada dan terbuka dia akan bersegera melakukan muhasabah diri, bermohon ampunan-Nya, dan berupaya memperbaiki kesalahan dan kelalaian.

Bukan sebaliknya, seperti perilaku yang dipertontonkan para pemimpin sekarang. Mereka seolah-olah antikritik dan alergi terhadap nasihat yang disampaikan.

Alih-alih berterima kasih telah diingatkan, yang terjadi justru mempersekusi siapa pun yang berani mengungkap kesalahan dan kezaliman mereka.

Karenanya, di tengah serangan wabah Covid-19 muhasabah inilah yang penting dilakukan saat ini. Musibah diturunkan Allah di tengah-tengah banyaknya kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia. Baik pelanggaran individu maupun pelanggaran secara sistemis yang dilakukan negara dengan tidak diterapkannya syariat Islam secara kafah.

Selayaknya manusia bersegera bertobat, cepat meninggalkan kemaksiatan, dan tidak menunda ketaatan pada aturan Allah SWT. [S]

editor : azkabaik

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.