27 April 2024
69 / 100

Dimensi id–Ramadan sebentar lagi, tetapi harga beras dan sembako lain justru terkerek naik. Pada inspeksi mendadak (sidak) di pasar tradisional Cihapit, Bandung dan Griya Pahlawan, Bandung, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan adanya kenaikan harga pada komoditas gula, beras, dan cabai merah keriting.

 

Dari sidak tersebut, KPPU menemukan kenaikan harga beras premium rata-rata sebesar 21,58% menjadi Rp16.900/kg dari HET yang ditetapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebesar Rp13.900/kg.

 

Adapun beras medium mengalami kenaikan sebesar 28,44% dari HET sebesar Rp10.900/kg menjadi Rp14.000/kg. Tidak hanya naik, pada sidak tersebut KPPU juga menemukan adanya kelangkaan komoditas gula konsumsi dan beras. Kenaikan harga dan kelangkaan beras sudah lama menjadi permasalahan di Indonesia.

 

Setahun terakhir harga beras terus naik, bahkan kenaikan harga beras pada 2023 mencapai 20% dibandingkan dengan harga sebelumnya. Dimana, harga beras adalah Rp10.000 per kg atau Rp 11.000 per kg untuk beras medium.

 

Beras adalah kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Harga beras yang mahal tentu akan memberatkan setiap orang. Penghasilan keluarga akan banyak tersedot untuk belanja beras sehingga menyebabkan pengurangan belanja kebutuhan yang lain.

 

Bagi masyarakat miskin, kenaikan harga beras juga akan menjadikan mereka tidak bisa membeli beras dalam kualitas yang layak.

 

Pemerintah selama ini mengklaim kebijakan bansos sebagai solusi efektif terhadap kenaikan harga beras. Namun nyatanya, meski ada bansos, harga beras tetap naik. Apalagi tidak semua rakyat miskin mendapatkan bansos, temuan di lapangan menunjukkan bahwa banyak bansos salah sasaran. Selain itu, aroma politisasi bansos juga menguat.

 

Akar masalahnya, liberalisasi ekonomi kapitalis

 

Sesungguhnya, salah satu penyebab kenaikan harga beras adalah liberalisasi ekonomi kapitalis, yang menyebabkan rusaknya rantai distribusi beras.

 

Saat ini, rantai distribusi beras dikuasai oleh sejumlah perusahaan besar beromzet triliunan rupiah. Perusahaan besar ini memonopoli gabah dari petani dengan cara membeli gabah petani dengan harga yang lebih tinggi sehingga banyak penggilingan kecil yang gulung tikar karena tidak mendapatkan pasokan gabah.

 

Tidak hanya menguasai sektor hulu, perusahaan besar ini juga menguasai sektor hilir. Mereka menggiling padi dengan teknologi canggih sehingga menghasilkan padi kualitas premium, sedangkan penggilingan kecil hanya bisa menghasilkan beras kualitas medium.

 

Dengan demikian, perusahaan besar mampu menguasai pasar dengan memproduksi beras berbagai merek. Di sisi lain, ada larangan bagi petani untuk menjual beras langsung ke konsumen.

 

Dengan menguasai distribusi beras sejak hulu hingga hilir, perusahaan besar mampu mempermainkan harga dan menahan pasokan beras. Beras ditahan di gudang-gudang sehingga harganya naik dan baru dilepas ke pasar ketika harga tinggi. Tidak hanya merugikan konsumen, praktik ini juga merugikan petani.

 

Alhasil, tingginya harga ritel beras di tingkat konsumen tidak berarti petani memperoleh untung besar. Yang mendapatkan untung besar adalah perusahaan besar (kapital yang ) distribusi beras dari hulu hingga hilir.

 

Sistem ekonomi Islam

 

Beras sebagai kebutuhan pokok merupakan salah satu komoditas strategis karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Negara wajib mengelola beras dari hulu hingga hilir, yaitu sejak produksi, distribusi hingga sampai ke tangan rakyat. Negara harus memastikan rantai distribusi ini sehat, yakni bebas dari penimbunan, monopoli, dan berbagai praktik bisnis lainnya yang merusak rantai distribusi.

 

Negara yang mampu mewujudkan jaminan pengelolaan komoditas pangan hanyalah Negara Islam (Khilafah). Negara wajib mandiri dalam pengelolaan pangan dan tidak menyerahkannya pada swasta kapitalis.

 

Politik ekonomi Daulah Islam adalah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat per individu, termasuk kebutuhan pangan. Pada sektor hulu (produksi), negara akan memberikan bantuan pertanian kepada rakyat yang menjadi petani. Bantuan tersebut bisa berupa lahan untuk ekstensifikasi, pupuk, benih, pestisida, alat pertanian, dan lain-lain.

 

Sedangkan pada sektor hilir (distribusi), Khilafah akan memastikan bahwa tidak ada hambatan distribusi. Pada ujung rantai distribusi, yaitu sektor ritel, Khilafah memperhatikan setiap rakyatnya dan menelaah adanya kebutuhan bantuan dari negara.

 

Perhatian Khilafah yang demikian luar biasa pada penyediaan pangan merupakan wujud peran negara sebagai pelindung (junnah) semua rakyatnya. Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ‘alayh).

 

Terkait dengan mekanisme pembentukan harga, Khilafah tidak melakukan pematokan harga (tas’ir), harga dibiarkan terbentuk secara alami sesuai dengan permintaan dan penawaran di pasar. Dengan demikian, negara tidak menentukan HET. Negara menurunkan harga melalui kebijakan membenahi sektor hulu dan hilir sehingga harganya terjangkau dan stabil.

 

Selain itu, Negara juga melarang praktik monopoli dan menimbun beras maupun komoditas lainnya. Pelaku penimbunan akan diberi sanksi yang tegas dan menjerakan. Tidak akan ada mafia pangan dalam Khilafah, pelaku dan aparat yang terlibat akan dihukum dengan adil. Semua mekanisme ini akan menyelesaikan persoalan kenaikan harga beras di Indonesia. Wallahualam bissawab . [DMS/ry].

Penulis: Ummu Aminah

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.