17 Mei 2024

Oleh Reni Rosmawati
Ibu Rumah Tangga

Lagi, musuh-musuh Islam kembali menampakkan kebenciannya kepada Islam dan simbolnya. Tak pelak, azan yang merupakan seruan untuk melaksanakan ibadah salat bagi umat muslim pun, dibidik karena dianggap berisik. Dilansir oleh Poskota.co.id, (15/10/2021), sejumlah media asing berlomba-lomba membuat berita tentang azan di Indonesia. Dalam berita tersebut, disebutkan bahwa azan di DKI Jakarta berisik juga mengganggu istirahat warga. Diketahui, berita ini awalnya didengungkan oleh agensi berita internasional AFP (Agence France-Presse) yang berpusat di Prancis.

Sontak saja, hal tersebut memantik kegeraman umat muslim. Menanggapi hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara. MUI melalui Sekretaris Jenderal Majelis, Buya Amirsyah Tambunan mengatakan, bahwa pemberitaan tersebut sangat disayangkan. Menurut Amirsyah, azan merupakan kalimat sakral bagi umat muslim karena mengagungkan nama Allah. Adapun mengenai suaranya yang dikumandangkan keras, itu karena perkara pengeras Masjid sudah ada pengaturannya di negeri ini.

Rupanya, bukan hanya di Indonesia Islam didiskriminasi oleh musuhnya. Di belahan dunia lain, Islam pun kerap mengalami hal serupa. Seperti yang belum lama ini terjadi di China. Suara.com (16/10/2021), mewartakan bahwa China telah menghapus salah satu aplikasi paling populer di dunia (Quran Majeed) dari App Store. Diduga, penghapusan ini dilakukan lantaran dalam aplikasi tersebut terdapat teks-teks keagamaan yang dianggap ilegal.

Pada faktanya, kasus kriminalisasi dan diskriminasi terhadap Islam beserta ajarannya ibarat fenomena gunung es. Seolah tak ada habisnya, kasus ini senantiasa berulang, bukan hanya di tanah air, tapi di seluruh belahan dunia.

Menyaksikan fakta di atas, kriminalisasi dan diskriminasi yang kembali digulirkan kepada Islam dan ajarannya menjadi bukti nyata bahwa musuh Islam semakin berani menampakkan kebenciannya kepada Islam dan ajarannya. Semua hal yang berkaitan dengan Islam, bahkan sekadar simbolnya seperti azan, dipersoalkan, dianggap mengganggu dan dipandang rendah, oleh para pegiat islamofobia.

Sebagai negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia, tentunya di Indonesia kumandang azan merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan. Itulah sebabnya, sangatlah aneh, ketika tiba-tiba media asing begitu lancang menyampaikan keberatannya terhadap suara azan dan mengekspos pandangan negatifnya terhadap syiar Islam di negeri mayoritas muslim ini. Namun beginilah fakta hari ini. Siapa saja bisa alergi dengan Islam dan simbolnya, bahkan tidak takut mengkriminalisasi dan mendiskriminasikan Islam sesuka hati mereka. Di saat yang sama, di negeri muslim minoritas, Al-Qur’an pun bahkan tak boleh diakses hingga perangkat teknologi dibatasi untuk disajikan. Sungguh miris, semua kondisi ini akibat diterapkannya sistem kapitalisme-sekuler-liberal.

Dalam sistem ini, umat tak punya wibawa, karena tidak ada pemimpin yang memberlakukan Islam kaffah (menyeluruh). Penerapan sistem ini, telah menyuburkan islamofobia di tengah kehidupan masyarakat. Dalam sistem kapitalisme-sekuler-liberal, peradaban [B] barat dipandang lebih mulia, karena dianggap modern, toleran, dan sesuai dengan akal manusia. Sedangkan syariat Islam, senantiasa dipandang sebelah mata, bahkan kerap didistorsikan sedemikian rupa (radikal, intoleran, kejam, dan lain sebagainya).

Islam adalah agama sempurna yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Rasulullah saw, sebagai rahmat bagi seluruh alam. Itulah sebabnya, sudah sunatullah, dalam penyebarannya Islam seringkali berbenturan dengan kebatilan. Tak ayal, kebencian yang dialamatkan kepada Islam dan ajarannya pun senantiasa ada. Bahkan, kondisi ini telah ada sejak awal mula risalah Islam dibawa dan didakwahkan oleh Rasulullah saw. Tetapi, berkat kegigihan Rasulullah, akhirnya Islam bisa sampai ke tengah-tengah kita semua dengan seperangkat peraturan untuk mengatur dan menyelesaikan segala problematika kehidupan.

Namun tidak bisa dinafikan, sejak runtuhnya negara Islam pada tahun 1924 dan hadirnya sistem batil kapitalisme-sekuler-liberal, umat Islam di seluruh penjuru dunia bagaikan anak ayam kehilangan induknya; tidak punya pelindung dan tak tahu arah tujuan. Sementara, musuh-musuh Islam yang tidak menghendaki kebangkitan Islam, satu-persatu semakin menampakkan kebenciannya. Berbagai cara mereka lakukan untuk memojokkan Islam beserta ajarannya. Mulai dari ujaran kebencian, hinaan, dan cacian kotor nan keji pun dilontarkan. Kaum muslim yang mendapati hal itu, tidak bisa berbuat apa-apa selain mengecam dan menangis pilu. Mirisnya, penguasa yang semestinya bertindak tegas dan melindungi umat dari berbagai ancaman, kini hilang entah kemana.

Hal demikian tentunya tidak akan pernah terjadi jika seluruh umat muslim kembali kepada aturan Islam dan menerapkannya secara menyeluruh dalam kehidupan. Sejarah membuktikan, hampir 14 abad lamanya, negara yang menerapkan sistem Islam mampu menjadi mercusuar dunia. Umat dan ajaran Islam terlindungi dari segala bentuk ancaman. Kehidupan antar sesama beragama pun terjalin dengan baik, harmonis, saling menghormati satu sama lain. Jauh dari tindakan penistaan agama.

Dalam Islam, azan merupakan hal sakral karena merupakan sebuah panggilan untuk beribadah (salat) bagi umat muslim. Tersebab itulah, Islam memandang penghinaan terhadap azan merupakan kategori penistaan agama.

Negara yang berlandaskan Islam, akan senantiasa menempatkan syariat Islam sebagai satu-satunya sumber aturan. Itulah sebabnya, jika ada kasus penistaan agama maka negara Islam (khilafah) akan dengan sigap memberikan sanksi tegas kepada para pelaku, baik muslim maupun nonmuslim.

Dalam Islam, ada ketentuan hukuman bagi pelaku penistaan agama. Secara terang-terangan Islam memberlakukan sanksi yang tegas bagi pelaku penistaan agama, seperti:

1). Sanksi terhadap orang yang menulis atau menyerukan seruan yang mengandung celaan, atau tikaman terhadap akidah kaum muslim yakni diancam 5-10 tahun penjara. Jika celaan tersebut masuk kategori murtad maka pelakunya (jika muslim) dibunuh.

2). Sanksi bagi orang yang melakukan propaganda ideologi atau pemikiran kufur yakni hukuman penjara 10 tahun, jika ia seorang muslim, maka sanksinya adalah sanksi murtad yakni dibunuh.

3). Sanksi bagi orang yang melakukan seruan pemikiran kufur kepada selain ulama atau menyebarkan menyebarkan pemikiran kufur melalui media yakni dipenjara hingga 5 tahun.

4). Sanksi bagi orang yang yang menyerukan seruan akidah yang dibangun atas dalil zhan/pemikiran yang dapat mengakibatkan kemunduran umat Islam yakni dicambuk dan dipenjara hingga 5 tahun.

5). Sanksi bagi orang yang meninggalkan shalat dan orang yang menolak mengeluarkan zakat, maka dipenjara selama 5-15 tahun.

Demikianlah ketegasan sistem Islam dalam menghadapi dan menindak para penista. Dari sini, maka jelaslah hanya Islam satu-satunya sistem yang mampu menjaga kemuliaan agama dan melindungi umat dari berbagai tindak kezaliman. Karenanya, sudah menjadi kewajiban kita untuk kembali kepada Islam dan menerapkannya secara kafah dalam seluruh sendi kehidupan. Serta mencampakkan sistem kapitalisme-liberalis yang menjadi biang kasus penistaan terus berulang. Dengan demikian, kemuliaan umat dan syariat-Nya senantiasa terjaga, dan para para penista pun jera.

Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.