6 Mei 2024

Penulis : Tri S, S.Si (Penulis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi)

Dimensi.id-Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, yang menilai pembatalan haji oleh Kementerian Agama terlalu terburu-buru. Wakil Ketua MPY Aceh Tgk Faisal Ali mengatakan pelaksanaan ibadah haji dibatalkan meski belum ada pernyataan resmi dari Kerajaan Arab Saudi. (CNN Indonesia, 03/06/2020).

Ia mengatakan jika memang Arab Saudi sudah memutuskan haji dibatalkan tahun ini, memang sudah seharusnya Indonesia juga tidak mengirimkan jemaah haji. Namun yang terjadi saat ini belum ada pernyataan dari Arab Saudi. Ia berharap jika Arab Saudi tetap menyelenggarakan haji meski dengan jumlah jemaah yang dikurangi. Misalnya jatah Indonesia dipangkas hanya tinggal 10 ribu. Meski jauh dari kuota normal, namun jumlah tersebut menurut Faisal sangat berarti.

Jatah tersebut selanjutnya bisa disiasati dengan memberangkatkan jemaah yang berusia muda. Jumlah jemaah asal Aceh yang terdampak pembatalan keberangkatan haji berjumlah 4.187. Mereka juga sudah melunasi biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH). Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kanwil Kemenag Aceh, Samhudi mengatakan, biaya yang sudah dibayarkan oleh jemaah ini, nantinya akan dikembalikan bila para jemaah memintanya.

Bagi jamaah haji yang telah melunasi BPIH tahun ini, maka akan diberangkatkan tahun depan. Ia mengatakan, jika tahun depan ongkos haji naik atau turun, maka akan dilakukan penyesuaian. Pemerintah memutuskan tidak memberangkatkan jemaah haji 2020 ke Arab Saudi di tengah pandemi virus corona (Covid-19).

Keputusan kemenag terhadap pembatalan jemaah haji tahun 2020 tetap tidak akan berubah meskipun seandainya pemerintah arab saudi membuka layanan ibadah haji. Keputusan pembatalan keberangkatan haji oleh Kemenag yang terkesan terburu-buru memunculkan banyak dugaan, ada apa di balik itu semua? Sebab, jika alasannya adalah untuk menghindari penularan Covid-19, tentu hal demikian tak sesuai dengan kebijakan “new normal” yang akan diberlakukan.

Bandara, mal, pasar, dan sejumlah tempat yang berpotensi menjadi kerumunan, sudah diaktifkan asal menjalankan protokol kesehatan. Sementara pemberangkatan haji malah batal dengan alasan keamanan nyawa.

Seharusnya, jika ingin konsisten terhadap arah kebijakan, maka pemerintah tidak usah takut dengan pemberangkatan haji. Selain itu, pihak Saudi pun belum memutuskan apakah dibuka atau ditutup. Seharusnya keputusan jemaah berangkat atau tidak, diputuskan setelah otoritas Saudi memberikan keputusan.

Dari analisis di atas, ditambah kondisi keuangan Indonesia yang morat-marit. Semua anggaran dipangkas untuk menanggulangi pandemi dan rupiah pun melemah pada tingkat yang sangat memprihatinkan. Wajar akhirnya masyarakat menjadi tidak percaya bahwa keputusan batal pemberangkatan semata karena pandemi.

Seakan-akan pemerintah tak ingin direpotkan oleh jamaah haji karena protokol yang lebih ketat saat pandemi ini. Dan tidak maunya negara memisahkan jamaah yang sakit dan jamaah yang sehat, berujung pembatalan keberangkatan jamaah haji. Sebenarnya masih bisa memisahkan jamaah yang sehat dengan yang sakit. Sehingga yang sehat bisa berangkat dengan protokol yang telah di tentukan. Pemerintah arab saudi pun masih mempertimbangkan jamaah yang bisa berangkat atau tidak dengan angkat simbolis dan tambahan syarat kesehatan yang lebih lanjut.

Inilah jika keputusan ibadah haji tidak ditangani dengan keputusan khilafah. Negara khilafah tidak mengenal sekat antar wilayah bukan seperti pada nation state saat ini. Misalkan, dimasa khilafah utsmani yang belum mengenal tranportasi udara seperti sekarang ini. Khalifah mampu menangani dan mengelola haji dengan sangat luar biasa. Antara lain, sistem sentra di beberapa titik dengan pengawalan dan suplai logistik yang sangat memadai, Eksekusi cepat dan di tangani oleh orang yang profesional. Khilafah sebagai satu negara bisa menempuh beberapa kebijakan.

Yang pertama, membentuk departemen khusus yang mengurus haji dan umrah dari pusat hingga daerah, karena ini menyangkut administrasi jadi ini bisa di desentralisasikan. Persiapan, bimbingan, pelaksanaan hingga pemulangan ketempat asal. Departemen ini juga bisa bekerjasama dengan departemen kesehatan dalam mengurus kesehatan jamaah. Termasuk departemen perhubungan dalam mengurus urusan transport massal.

Kedua, Jika negara menetapkan ongkos jamaah haji besar kecilnya itu sesuai dengan keperluan jamaah berdasarkan jarak wilayah ke masjidil haram. Termasuk akomodasi pergi dan kembali dari tanah suci. Paradigma negara khilafah adalah mengurusi urusan jamaah haji dan umrah, bukan paradigma bisnis, untung dan rugi. Apalagi menggunakan dana jamaah haji untuk kepentingan bisnis, investasi dan sebagainya.

Ketiga, penghapusan visa haji dan umrah konsekuensi yang sesuai hukum syara’ tentang kesatuan wilayah yang berada dalam satu negara yaitu negara khilafah. Keempat, pengaturan kuota haji dan umrah. Khalifah berhak mengatur semua ini sehingga keterbatasan tempat tidak menjadi kendala bagi para calon haji dan umrah.

Kelima, pembangunan infrastruktur mekah-madinah yang terus menerus  melakukan perluasan wilayah dari era jaman dulu hingga sekarang tanpa menghilangkan situs-situs sejarah.

Jadi, begitu sangat detail dan luar biasa Islam dalam mengurusi urusan haji dan umrah, bukan  seperti pemerintahan sekarang yang tidak mau riweh dengan keperluan jamaah haji. Sedangkan pelaksaan haji ini dilaksanakan tiap tahun seharusnya pemerintah sudah mempersiapkan jauh-jauh hari bukannya membatalkan secara sepihak.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.