3 Mei 2024
63 / 100

Dimensi.id-Dilansir dari tirto.id, 25 Mei 2023, partai politik peserta pemilu 2024 telah resmi mendaftarkan bakal calon anggota legislatif (bacaleg) ke KPU. Dari ribuan nama dan beragam latar belakang yang didaftarkan, terdapat deretan kepala dan wakil kepala daerah. Berdasarkan Pasal 182 huruf k dan Pasal 240 ayat (1) huruf k UU Pemilu, mereka harus mundur dari jabatan mereka.

Sejumlah kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tercatat maju nyaleg, antara lain: Bupati Lebak Iti Jayabaya dan Wali Kota Palembang Harnojoyo dari Partai Demokrat. Lalu, Wali Kota Parepare Taufan Pawe dari Golkar, Wali Kota Lubuklinggau SN Prana Putra Sohe dan Wakil Wali Kota Ternate Jasri Usman dari PKB. Kemudian ada Wali Kota Jambi Syarif Fasha dari Partai Nasdem, Wakil Bupati Lingga Neko Wesha Pawelloy dari Partai Perindo, Bupati Tanah Laut Sukamta, Bupati Merangin Mashuri dan Wakil Bupati Merangin Nilwan Yahya, serta Wakil Wali Kota Serang Subadri dari PPP.

Bukan Perkara Tidak Etis, Tapi Politik Taktis

Sebenarnya, tidak etis, pejabat mundur dari jabatan demi menjadi caleg. Ada banyak yang diabaikan dari pilihan maju mundur cantik para pejabat itu. Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute, Arfianto Purbolaksono mengakui bahwa ada perubahan fenomena dalam pemilu di Indonesia. Umumnya, para kandidat memilih maju legislatif terlebih dahulu, kemudian mereka mundur untuk maju di pilkada.

Baca Juga : Waspada! Wisata Halal Berpotensi Bahaya

Arfianto menduga, hal ini tidak lepas dari situasi politik dan berupaya memanfaatkan situasi tersebut. Biaya bacaleg memang lebih mahal daripada pilkada, namun Arfianto juga tidak memungkiri bahwa momen tersebut ada arahan dari partai politik. Ia beralasan, pemilu legislatif berkaitan dengan partai sebagai institusi. Parpol akan fokus dalam upaya meraup suara.

Situasi tersebut berbeda dengan pilkada bisa dilakukan dengan gabungan partai sehingga partai akan mengerahkan kader terbaiknya, termasuk para kepala daerah di pileg. “Itu merupakan bagian dari strategi menyikapi pemilu serentak. Artinya mereka mengamankan dulu suara partai. Ketika suara partai sudah naik, ada limpahan suara di sana,” kata Arfianto. “Jadi bagaimana mereka itu misalkan yang penting tingkatin dulu suara partai. Kalau persoalan nanti guwa mau mencalonkan lagi, guwa mundur. Bisa jadi ada kemungkinan seperti itu,” kata Arfianto menambahkan.

 

Arfianto berpendapat, para pejabat itu semestinya harus selesai menjabat hingga masa jabatan berakhir. “Kan mereka amanatnya sampai masa kerja selesai. Jadi ketika mereka diamanatkan harusnya kan menjalankan amanat itu sampai tuntas,” kata Arfianto. Sebab mundurnya para kepala daerah merugikan bagi masyarakat. Ia beralasan, para kepala daerah yang mundur akan digantikan pelaksana tugas (Plt).

Akan tetapi, Plt tidak bisa mengambil kebijakan strategis seperti penganggaran. “Tentu akan ada persoalan kalau di ranah publik ketika diganti Plt, sedangkan posisi Plt tidak bisa mengambil kebijakan seperti kepala daerah tetap. Jadi ketika tidak bisa mengambil kebijakan besar artinya rakyat akan dirugikan,” kata Arfianto. Inilah politik taktis, yang hanya fokus pada perolehan suara partai, sebagai syarat untuk bisa menjadi peserta pemilu. Tak ada kepentingan etis atau tidak etis, semua legal dalam perundang-undangan di negara ini.

Pemilihan Pemimpin Dalam Islam, Sederhana

Hiruk pikuk pencalonan bacaleg menunjukkan betapa posisi sebagai anggota dewan sangat menggiurkan hingga serta merta mengalahkan amanah yang telah diemban. Perilaku tak bertanggungjawab dan merugikan rakyat, ironinya perilaku ini nyata-nyata dilindungi oleh undang-undang. Padahal, ketika mereka menjadi pejabat, mereka bisa mengawal kebijakan apakah kesejahteraan rakyat berikut maslahatnya sudah bisa dipastikan terwujud.

Rasulullah Saw bersabda, “ Tidaklah seorang hamba yang telah Allah beri wewenang untuk mengurus rakyat mati pada hari kematiannya, sementara dia dalam keadaan menipu rakyatnya, melainkan Allah akan mengharamkan atas dirinya surga. (HR al-Bukhari).

Maka Islam menjadikan amanah sebagai satu hal penting yang harus ditunaikan karena ada pertanggungjawaban dunia akherat. Pemilihan pemimpin dalam Islam pun sederhana tidak membutuhkan birokrasi yang berbelit. Setiap orang bisa menjadi pemimpin ,dengan memenuhi syarat Iniqad yang tujuh, seperti Islam,pria,adil, merdeka, berakal, sanggup mengemban tugas sebagai pemimpin dan baligh.

Pembiayaan pemilihan pemimpin dalam Islam adalah sesuatu yang masuk akal, tidak bermewah-mewahan. Demokrasi, justru menyuburkan tindak korupsi, para aktifis partai, dimintai tugas dari partai untuk menggalang dana, terlebih dia adalah pejabat negara, maka wajar jika baru beberapa menjabat sudah tersandung kasus korupsi sebab korupsi adalah budaya dan kebiasaan sekuler.

Posisi anggota legislatif di era demokrasi memiliki tugas strategis selain mengoreksi penguasa juga sekaligus mengesahkan undang-undang. Itulah mengapa posisi ini sangat strategis. Menghasilkan banyak uang selain tunjangan. Maka tak heran, dari berbagai kalangan berbondong-bondong mencalonkan dirinya, terutama jika partai dimana ia bernaung memerintahkan untuk memperkuat perolehan kursi di pemilu mendatang.

Berbanding terbalik dengan Islam. Sebab, berdasarkan hadist di atas, maka posisi caleg dalam syariat pun dengan anggota dewan yang terhormat hanya untuk muhasabah kepada penguasa ketika terlihat ada penyimpangan. Sedangkan pembuatan undang-undang telah baku ada di tangan Syari’ atau Allah SWT.

Hal ini menjadi hal yang sangat masuk akal, ketika Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk taat, tunduk, patuh dan terikat dengan hukum syara, dibuatlah aturan. Sebab dengan aturan itulah akan terjamin pelaksanaan setiap kewajiban dengan baik, demikian pula jika ada pelanggaran. Untuk itulah, aturan dibuat dari Yang Maha Bijaksana, yang tak memiliki kepentingan apapun atas makhluknya. Hal ini pula yang menghilangkan persengketaan di antara manusia sebagai akibat diberikannya manusia kewenangan untuk membuat aturan.

Anggota legislatif dalam syariat juga bukan ukuran kesejahteraan lebih baik dibanding anggota masyarakat yang lain, sebab perkara sejahtera sudah menjadi jaminan negara. Bukan untuk kelompok tertentu, tapi untuk setiap individu masyarakat. Apapun profesinya. Wallahu a’lam bisshowab. [DMS]

1 thought on “Fenomena Maju Mundur Cantiknya Pejabat

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.