2 Mei 2024

Dimensi.id-Betapa tragis nasib rakyat miskin ditengah Pandemi Covid-19 makin meluas di tanah air dan diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Program-program bantuan dari pemerintah pusat kepada warga terdampak Covid-19 terkendala pencairan. Sejumlah kepala daerah menilai aturan yang pemerintah buat berbelit-belit dan menimbulkan masalah baru. Pemerintah mulai menggencarkan pembagian bantuan sosial untuk masyarakat.

Namun Ironisnya, di tengah kondisi seperti ini riayah (pengurusan) penguasa terhadap rakyat dirasa makin tak jelas arah. Penguasa nampak kelimpungan. Karena sejak sebelum pandemi pun sudah begitu banyak problem yang harus diselesaikan, faktanya banyak masyarakt miskin yang belum tersentuh.

Baru baru ini viral video Bupati Bolang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara, Sehan Salim Landjar di media sosial  mencak-mencak ke sejumlah menteri karena mekanisme pembagian Bantuan Lansung Tunai (BLT) dari pemerintah pusat dianggap sulit.

Ia pun mengatakan bahwa kebutuhan untuk isi perut rakyat tidak bisa menunggu sampai administrasi tentang BLT selesai, sebagai syarat untuk mendapatkan uang Rp600 ribu. BLT yang pemerintah janjikan tak kunjung datang. Warga pun mengeluh karena sudah tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan hidup imbas Covid-19.

Bahkan yang membuat miris Bupati Boltim, BLT yang merupakan program kementerian belum tahu kapan realisasinya, sementara Bupati bertanggungjawab terhadap kebutuhan dan keselamatan rakyat, maka ia pun akan mengambil segala risiko untuk tetap penuhi kebutuhan rakyatnyanya. (news.detik.com, 24/4/2020)

Carut marut BLT tak hanya terjadi di Sulawesi Utara, kepala Desa Nglandung, Kecamatan Geger, kabupaten Madiun, Jawa timur, Pamuji, bercerita pencairan Bansos terkait penanggulangan Covid-19 belum ada yang terealisasi. Tidak boleh tumpang tindih bantuan membuat perangkat desa kebingungan. Terlebih data di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang menjadi acuan penyaluran tidak diperbarui.

“Akhirnya desa harus menyisir mana data warga yg masuk DTKS akan mendapat bansos dari Kemensos dan mana yg non-DTKS untuk diberi dana BLT Dana Desa. Sekalipun hanya data ini sangat akan menjadikan sumber mslah besar di desa,” tuturnya.

Sudah menjadi gambaran buruk di tengah rakyat terkait ketidakseriusan pemerintah menyalurkan berbagai bantuan. Karena bukan baru pertama kali ini pemberian bantuan yang tidak tepat sasaran. Masalah tersebut terus berulang.

Hal yang wajar, akhirnya implementasi penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran membuat persepsi publik terkait hal itu menjadi negatif. Keluhan di tingkat daerah cukup banyak terkait pelaksanaanya, sehingga persepsi publik pun menurun. Bahkan ia mengkhawatirkan jika tidak ada perbaikan maka akan berujung pada konflik sosial di lingkup masyarakat.

Lebih tragisnya, bahkan ada sebagian warga yang melukai diri sendiri bahkan sampai bunuh disi selama PSBB berlangsung. (papua.tribunnews.com, 30/4/2020)

Catatan buruk pembagian bansos merupakan gambaran dari perlakuan buruk pemerintah terhadap rakyat. Selain masalah validasi data yang diragukan, prasyaratnya pun berbelit membuat banyak rakyat miskin menjerit meminta hak nya. Proyek bantuan langsung tunai (BLT) yang diklaim bisa menambah penerima manfaat. Nyatanya, bantuan yang diberikan tak langsung tunai mengangkat rakyat dari keterpurukan. Bahkan bisa dikatakan, semua program-program ini hanya nampak sebagai program gimmick alias artifisial.

Urusan perut seolah tak menjadi hal yang utama untuk segera dipenuhi. Janji demi janji terus disampaikan hingga aparat daerah dan rakyat bersama memprotes atas buruknya kinerja pemerintah pusat menangani masalah ini. Maka jangan salahkan rakyat jika kepercayaan mereka terhadap pemerintah semakin menurun.

Islam Menjamin Hak Rakyat

Dalam Sistem Islam seorang warganegara tidak akan hidup terlantar karena menjadi tanggungjawab negara atas kesejahteraan warganya. Apabila ada seorang warga yang kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan, maka negara wajib membantunya, misalnya dengan memberikan pinjaman modal yang diambil dari Baitul Mal.

Sebelum terjadi wabah penyakit pun, kepala negara dalam Islam telah mempersiapkan dengan baik apa saja yang menjadi kebutuhan rakyatnya. Hingga tak perlu bolak-balik berpidato menyampaikan janji-janji dari setiap kebijakannya. Tapi tak terealisasi.

Seperti yang pernah dicontohkan Khalifah Umar bin Khaththab ra, membangun suatu rumah yang diberi nama , “daar al-daaqiq’ (rumah tepung) antara Makkah dan Syam.

Tersedia berbagai macam jenis tepung, kurma, dan barang-barang kebutuhan lainnya. Ditujukan untuk menolong orang-orang yang singgah dalam perjalanan dan memenuhi kebutuhan orang-orang yang perlu sampai kebutuhannya terpenuhi.

Di tengah pandemi virus, negara tampil memenuhi kebutuhan rakyat yang tak mungkin bekerja. Dari mana dananya? Pertama dari harta zakat, sebab fakir atau miskin (orang tak mampu) berhak mendapat zakat.  Kedua, dari harta milik negara baik fai’, ghanimah, jizyah, ‘usyur, kharaj, khumus rikaz, harta ghulul pejabat dan aparat. Ketiga, harta milik umum seperti hutan, kekayaan alam, dan barang tambang. Jika semua itu belum cukup barulah negara boleh memungut pajak kepada laki-laki Muslim dewasa yang kaya.

Dengan semua itu, sistem Islam dengan kebijakan politik ekonominya mampu menjamin terpenuhinya hak rakyat dalam segala keadaan. Tak pelit ataupun berbelit-belit dalam setiap administrasinya. Hal itu menjadi riil dan bukan mimpi. Bukankah itu menjadi harapan kita semua? Saatnya kita mewujudkan pemerintah yang kuat dengan menerapkan sistem Islam.

penulis : Nikita Sovia

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.