13 Mei 2024

Dimensi.id-Social distancing dalam rangka memutus mata rantai penyebaran covid-19 telah mengambil beberapa kebijakan salah satu nya diliburkan nya sekolah dan seluruh institusi pendidikan di Indonesia. Libur sekolah bukan berarti libur pula pembelajara bagi para siswa. Namun pembelajaran dilakukan menggunakan sistem daring atau online. Guru memberikan pelajaran dan tugas melalui online kepada siswa, ini sudah berjalan kurang lebih selama empat pekan.

Peran orang tua selama masa social distancing dalam membimbing anak-anak untuk belajar online dirumah juga semakin besar. Orang tua berperan sebagai pembimbing dan motivator bagi anak agar memudahkan anak dalam melakukan proses belajar secara online tanpa tatap muka dengan guru secara langsung. Hal ini juga sebenarnya sudah menuai banyak kendala bagi siswa dan orang tua.

Namun, baru-baru ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengeluarkan Program Belajar dari Rumah di televisi. Program yang tayang di TVRI mulai hari senin (13/4) tersebut diharapkan bisa membantu seluruh pelajar di Indonesia untuk melanjutkan proses belajar dari rumah.

Baru berjalan sehari, sejumlah siswa mengaku menemui berbagai kesulitan. Beberapa siswa mengaku tak bisa mengikuti karena jaringan televisi yang buruk, dan ada juga yang terhalang tugas menumpuk.

Haikal, seorang siswa kelas 8 SMP di Jakarta Selatan bercerita ia sudah bersiap di depan TV tepat pukul 10.30 WIB. Sejak Minggu malam, wali kelas sudah meminta siswa di kelasnya menonton program Belajar dari Rumah di TVRI.

Mereka juga diberi tugas untuk merangkum program televisi yang ditonton setiap hari. Namun ia gagal menonton program tersebut karena jaringan saluran TVRI tidak jernih dan tak bisa diakses dan ia tidak menggunakan televisi digital. “Mau nonton tapi ‘renyek’ gitu TV-nya. Antena juga sudah dibenerin nggak bisa,” ujar Haikal dilansir CNNIndonesia, Selasa (14/4/20). “Renyek-renyek gitu. Akhirnya nggak jadi nonton. Sudah dibenerin gimana juga tetap enggak bisa.”

Kendala itu bukan hanya dirasakan oleh haikal namun juga kebanyakan teman nya. Sehingga kebijakan baru belajar lewat televisi semakin membuat siswa terbeban dengan kendala yang ada.

Sementara itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengatakan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang belajar dari TV. Menurutnya, kegiatan belajar melalui tv memiliki sejumlah kelemahan seperti setiap jenjang pendidikan hanya memiliki program berdurasi 30 menit, satu kali tayang per hari.

“Artinya dalam waktu 30 menit mungkin hanya satu mata pelajaran. Kalau mata pelajaran saja ada 13 misalnya di SMA,” ujarnya. “Artinya tidak semua bisa, itu kelemahannya.”

Sistem Daring membuat para siswa dilema dalam melakukan pembelajaran. Pembelajaran lewat TV jelas bukan kebijakan yang tepat bagi siswa dalam menjalani proses belajar dari rumah. Hal ini karena beberapa sebab, diantara nya:

Pertama, ada nya kesenjangan sosial dan ekonomi antara rakyat Indonesia mempengaruhi pada sektor pendidikan anak. Sebab pendidikan dalam sistem sekuler kapitalis yang diterapkan di Indonesia membutuhkan biaya yang sangat mahal. Maka bagi mereka masyarakat miskin siap-siap tidak mendapatkan pendidikan dan fasilitas yang bagus. jika hal ini terjadi saat situasi normal maka hal ini akan semakin diperparah dalam masa belajar dari rumah menggunakan sistem daring.

Kedua, kebijakan belajar lewat TV dari rumah terkesan tidak tepat sebab tidak mampu dilakukan oleh seluruh siswa seluruh Indonesia secara maksimal. Hal ini disebabkan faktor ekonomi, dan jarak tempat tinggal dengan wilayah yang terjangkau sinyal serta jaringan yang dibutuhkan untuk menggunakan alat elektronik.

Lagi-lagi kabijakan ini tidak dapat dilakukan oleh masyarakat miskin yang tidak memiliki fasilitas TV yang bagus sehingga terhambat untuk memperoleh pembelajaran. Jika dilihat dari sisi jarak rumah siswa yang berada didaerah perkampungan yang jauh dari sinyal dan jaringan, maka ini juga menjadi problem tersendiri bagi siswa dan orang tua dalam menjalani pembelajaran si anak selama masa pandemik.

Ketiga, kebijakan baru sistem belajar selama masa pandemi juga dikhawatirkan akan memberikan tekanan psikologis bagi pelajar. Sulit nya pelajar menjangkau materi karena keterbatasan ekonomi dan fasilitas serta semakin bertumpuk nya tugas maka ini akan ditakutkan akan membuat pelajar stres dan depresi. Hal ini akan menimbulkan masalah baru bagi pelajar, sekolah, keluarga, Masyarakat, bahkan negara.

Semua masalah dan kesulitan yang terjadi terhadap seluruh siswa di Indonesia tidak lepas dari penerapan sistem Demokrasi sekuler. Di mana sistem pendidikan sekuler salah satu turunan dari satu kesatuan sistem pengelolaan negeri ini. Seluruh aturan yang diterapkan saling berhubungan satu sama lain. Sehingga sistem pendidikan juga akan dipengaruhi oleh sistem ekonomi dan seterusnya.

Maka dalam sistem pendidikan sekuler tidak mungkin mampu memberikan fasilitas dan pendidikan yang layak dan bagus bagi masyarakat, lebih lagi pada masa pandemi seperti Sekarang ini. Sistem pendidikan yang memisahkan antara agama dengan kehidupan ini pun pada akhirnya hanya menitik beratkan kecerdasan intelektual dan miskin adab serta akhlak yang mulia. Sehingga wajar pelajar terus-terusan dibebani dengan tugas yang tidak ada habis nya.

Berbeda dengan Islam dimana setiap pelajar akan di kuat kan terlebih dahulu Aqidah nya. Pelajar akan di kenalkan terhadap Allah dan seluruh aturan dalam hidup yang akan taklifkan atas nya, seperti sholat, menutup aurat, jujur, ikhlas, hormat dan akhlak yang baik serta adab yang tinggi. Ilmu agama menjadi poin pokok dalam pembelajaran. Terkait ilmu terapan maka itu akan diajarkan sesuai apa yang dibutuhkan oleh pelajar dalam kehidupan. Ini membuat pelajar tetap produktif dari hasil pembelajaran nya dan jauh dari kesia-sian. Jika pun ingin menjadi ahli pada suatu bidang maka itu akan di ajarkan detil di tingkat perguruan tinggi.

Maka dalam masa pandemi pendidikan dalam Islam juga sangat berperan besar untuk mendidik ruhiyah pelajar terhadap musibah yang sedang terjadi sehingga pelajar akan menyikapi keadaan dengan benar sesuai Islam. Terkait pembelajaran pun tidak akan membebankan siswa dengan tugas-tugas yang banyak dalam semua mata pembelajaran. Akan tetapi pembelajaran akan terus dilakukan secara online dengan melihat kebutuhan dan kapasitas yang dimiliki seluruh pelajar dan yang dibutuhkan dalam kehidupan mereka. Wallahu’alam[IA]

Penulis : Rajni Fadillah, S. Pd (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.