18 Mei 2024

Penulis : Tri Handayani, S.ST

Dimensi.id-Tak hanya memukul sektor perekonomian, wabah covid-19 juga berdampak pada sistem pendidikan. Adanya wacana kenaikan UKT mahasiswa oleh Kemendikbud Nadiem Makarim, menimbulkan polemik dikalangan mahasiswa. Pasalnya, wabah pandemi covid-19 yang terjadi di negeri ini selama hampir 4 bulan telah merubah tatanan dan aktivitas ekonomi masyarakat. Banyak masyarakat dengan pekerjaan tidak tetap, terdampak kehilangan  pekerjaan.

Pun mereka yang memiliki pekerjaan tetap, tak lepas dari gelombang PHK massal. Sehingga kondisi ini, berbuntut pada pemenuhan kebutuhan masyarakat yang semakin pelik, baik dalam pemenuhan kebutuhan pangan, papan, kesehatan maupun pendidikan. Berkurangnya sumber pendapatan atau bahkan tidak memiliki penghasilan sama sekali akibat pandemi, membuat para  orangtua memutar otak supaya tetap bisa memenuhi kebutuhan pangan keluarganya sehari-hari. Namun jika harus turut memikirkan biaya pendidikan terutama biaya kuliah, nampaknya hal tersebut tidak menjadi prioritas orang tua. Terlebih biaya kuliah (UKT) tergolong tidak murah.

Diketahui bahwa mahasiswa di beberapa kampus telah melakukan aksi turun ke jalan untuk menanyakan kebijakan perihal biaya pendidikan kuliah (UKT). Mulai dari mahasiswa UIN Banten yang menuntut penggratisan UKT, aliansi mahasiswa Jakarta yang meminta audiensi dengan Menteri Nadiem, serta mahasiswa UB yang melakukan demo menuntut penurunan UKT di tengah pandemic.  

Sangat masuk akal jika para mahasiswa melakukan aksi protes. Mengapa? Karena dalam situasi wabah seperti hari ini, hal yang menjadi prioritas bagi masyarakat adalah pemenuhan kebutuhan pangan dan kesehatan. Jika untuk makan saja masyarakat kesulitan, tentu dalam aspek lain pun demikian apalagi soal pendidikan. Pemasukan lebih diutamakan untuk mencukupi kebutuhan pangan keluarga karena menyangkut nyawa manusia.

Selain itu, sistem pendidikan selama pandemi dilakukan secara daring / online. Hal ini seharusnya menjadi perhatian kampus bahwasannya kuliah online bagi mahasiswa membutuhkan lebih ekstra ketersediaan kuota internet serta seperangkat media elektronik yang memadai. Tentu ini akan menambah pengeluaran baru bagi mahasiswa, di samping kondisi pemasukan (uang saku) yang diberikan oleh orang tua tetap atau bahkan berkurang. Adalah hal yang sangat beralasan jika mahasiswa menuntut penundaan atau bahkan penggratisan biaya UKT.

Pemerintah telah berkomitmen dalam mewujudkan cita-cita konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Implementasi daripada hal ini salah satunya melalui kemudahan bagi anak bangsa untuk mengenyam pendidikan. Pemerintah wajib menyelenggarakan sistem pendidikan yang berkualitas serta tidak membebani rakyat. Bahkan wajib bagi pemerintah untuk menjamin pendidikan bagi setiap orang. Jika ada kendala finansial, maka sudah seharusnya pemerintah hadir memberikan solusi untuk meringankan beban rakyat.

Termasuk apa yang dialami teman-teman mahasiswa hari ini. Kesulitan ekonomi ditengah pandemi, cukup menjadikan alasan bagi mereka untuk menuntut keringanan biaya kuliah. Hal ini semata-mata bukan karena memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, melainkan begitulah kondisi real yang dialami mahasiswa dimana mereka merasakan dilemma dengan kondisi ekonomi keluarga yang terkendala sedangkan mereka harus melunasi kewajiban membayar biaya kuliah (UKT).

Memang jika kita cermati, sistem yang melingkupi kehidupan kita berbasis materialistik, sistem pendidikan, sosial dan politik. Pendidikan menjadi ajang komersil. Program studi kampus di bandrol dengan harga yang bervariasi sesuai kemampuan finansial orang tua. Untuk mendapatkan keringanan biaya kuliah atau kuliah gratis, persyaratannya sangatlah tidak mudah dan sederhana. Berbagai syarat administrasi harus dipenuhi melalui mekanisme yang berbelit-belit. Jika sudah terpenuhi persyaratan administrasi, belum tentu secara otomatis mendapatkan bantuan biaya karena ia harus bersaing mengikuti ujian seleksi masuk kampus yang tidak mudah pula.

Dari sini terlihat ketidak seriusan pemerintah dalam menjamin pendidikan untuk rakyat. Pemerintah hanya melihat aspek profit yang diperoleh melalui sektor pendidikan ini. Wajar banyak orang tua yang tidak tertarik untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang perguruan tinggi. Bagaimana tidak, biaya kuliah hari ini tidaklah murah ditambah lagi biaya kehidupan sehari-hari mahasiswa serta keperluan penunjang untuk membeli buku dan keperluan kampus. Bagi orang tua harus berpikir berulang kali untuk memutuskan menyekolahkan anak-anaknya di perguruan tinggi (kampus).

Tentu hal ini tidak pernah kita dapati dalam sistem pendidikan islam. Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan dasar (hajatul assasiyyah) bagi setiap orang. Negara yang menerapkan sistem islam, akan menjamin pendidikan gratis dan berkualitas bagi rakyatnya. Sehingga orang tua tidak terbebani dengan biaya pendidikan anak-anaknya baik dari pendidikan tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Negara islam menyediakan pendidikan bagi siapapun yang ingin belajar. Bahkan negara islam menjamin akomodasi serta kebutuhan setiap siswa. Pendidikan dalam islam jauh berbeda dengan pendidikan hari ini. Pendidikan hari ini menjadi beban bagi siswa dan mahasiswa, mulai dari biaya hingga sistem kurikulumya.

Sedangkan dalam islam, pendidikan adalah wujud atau bentuk pengamalan ibadah yang dilakukan dengan penuh keikhlasan serta tanpa beban biaya. Negara islam hadir dalam memantau perkembangan pendidikan serta memberikan solusi dalam setiap kendala yang dialami di sektor pendidikan.  Negara islam bertanggungjawab penuh dalam menjamin terselenggaranya pendidikan gratis bagi siapapun. Sehingga tidak ada problem UKT dalam sistem pendidikan islam. Problem seperti ini hanya ada dalam sistem pendidikan di luar islam.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.