17 Mei 2024

Penulis : Aisyah Karim (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)

Dimensi.id-China Xinhua News klarifikasi meluruskan berita yang memuat bahwa Batik berasal dari China di akun resmi Twitter media tersebut. Sebelumnya, China Xinhua News mengklaim batik sebagai warisan budaya milik mereka (republika.co.id 13/7/2020).

Hal tersebut disampaikan melalui akun Twitter Xinhua yang berdurasi 49 detik yang diunggah pada Sabtu 11/7/2020 pukul 12.22 WIB. Akun Twitter @XHNews menuliskan, “Batik adalah kerajinan tradisional China” di pembuka video. Video ini menampilkan seorang pengrajin yang menggambar motif batik di selembar kain. Alat yang digunakan untuk menggambar juga sejenis canting meski bentuknya sedikit berbeda.

“Batik ini biasanya dipakai kelompok etnis minoritas yang tinggal di Guizhou dan Yunan,” lanjut teks di video tersebut. Kemudian ditunjukkan juga proses pembuatan batik celup yang menghasilkan motif bergambar burung. “Batik is a traditional craft common among ethnic groups in China. Using melting wax and a spatula-like tool, people dye the cloth and heat it to get rid of the wax. Check out how the ancient craft evolves in modern times. #AmazingChina”. Demikian caption cuitan Xinhua.

Tak ayal video ini langsung menjadi sasaran kemarahan netizen Indonesia. Hingga pada senin 13/7/2020 Xinhua meluruskan beritanya dengan menyebut akun resmi Twitter Kementerian Luar Negeri RI. “Kerajinan cetak lilin China kuno sangat terampil dan memakan waktu. Kerajinan ini juga dikenal dengan Batik, sebuah kata Indonesia yang mengacu pada teknik pewarnaan berlapis lilin yang dipraktikkan di banyak bagian dunia. Terima kasih untuk Kemlu_RI,” cuit Xinhua merujuk pada cuitan klaim batik sebelumnya.

Demikianlah raja olah dunia melakukan aksi `ngeles’ level dewanya. Disambut hangat oleh Tim Informasi dan Media (Infomed) Kementerian Luar Negeri RI melalui salah stafnya di Twitter @Novanhue, memberi informasi atas klaim media China tersebut. “Kata Batik pasti berasal dari Jawa Indonesia. Tetapi seni/teknik ini ditemukan di berbagai negara dan pertama kali dikembangkan di Mesir pada abad ke-4. Memang kata Batik milik Indonesia, tetapi seni/teknik (milik) dunia”.

Jika penyampaian ini benar sungguh aneh, mengapa pada akhirnya UNESCO tetap mengukuhkan bahwa Batik milik Indonesia. Toh sebelumnya Malaysia, Jepang, China, India, Afrika, Jerman, Belanda dan negara lainnya sempat mengklaim Batik milik mereka. Bahkan proses pengukuhan ini tidak main-main. Ada proses panjang yang melalui pengujian dan sidang tertutup di hadapan enam negara di Paris. Hingga akhirnya disahkan sebagai budaya Indonesia.

Sampai disini sudah jelas ya semuanya, netizen tak perlu senewen lagi untuk sementara sudah selesai. Namun ada catatan penting dari aksi klaim Batik ini. Saya bertanya kepada diri sendiri, kok segitunya ya warganet bereaksi pada masalah ini? Nasionalisme? Bisa jadi, reaktif ketika budayanya di curi. Namun mengapa mereka tidak memberikan reaksi yang sama ketika akidahnya dicuri?

Coba kita pikirkan bersama, akidah bangsa ini telah ditilep, negeri muslim terbesar di dunia, telah berganti dengan sekulerisme. Memisahkan agama dengan kehidupan. Lihat sajalah Saudara, bagaimana narasi moderasi agama sudah di praktikkan. Pemerintah melalui Kemenag secara resmi akan menghapus konten radikal katanya, yang terindikasi dimuat oleh 155 buku pelajaran. Wow.

Konten radikal yang dimaksud tak lain adalah materi tentang Khilafah. Khilafah dipandang dengan penuh tuduhan dan kecurigaan, dianggap sebagai ancaman serius bagi bangsa ini. Sayang sekali, pandangan ini menunjukkan bahwa para penggiat usaha moderasi ini terindikasi ahistoris. Ini khusnudzan saya loh ya. Atau paling ekstrem, mereka ini para pendengki yang memang  berhasad untuk mendistorsi keagungan Khilafah itu sendiri.

Menag sendiri berucap bahwa penghapusan konten radikal tersebut merupakan bagian dari penguatan moderasi beragama yang dilakukan Kemenag. Sebagian suara sumbang lainnya menganggap bahwa materi ajaran Islam tersebut sudah kurang relevan untuk dikaji pada abad 21. Hal ini cukup menggelikan.

Padahal kalau kita mau jujur, benteng yang paling kokoh untuk tetap bisa waras di tengah kesulitan yang mendera Indonesia saat ini adalah agama, akidah Islamiyah. Berbagai kesulitan hidup menimpa dari segala arah, menghimpit siapa saja tak pandang usia. Semua terbelenggu masalah, baik laki-laki maupun perempuan, tua atau muda, miskin atau kaya. Dalam hal ini justru seharusnya penguatan pendidikan agama sangat dibutuhkan.

Tidak percaya? Lihat saja kasus pesta seks 37 anak SMP, siapa yang tidak ngenes menyaksikannya? Generasi kita kering nilai-nilai akidah, jauh karena dijauhkan secara sistemik. Ketika persoalan mengemuka, semua elemen berlomba untuk cuci tangan. Moderasi atau apalah itu namanya, tidak lebih dari upaya memasukkan generasi anak-anak umat ini kedalam `lubang biawak’.

Moderasi agama adalah pencuri, pencuri akidah bangsa ini. Tak sepatutnya kita mingkem. Ini soalan hidup matinya  generasi. Muslim akan kehilangan identitasnya oleh modernitas karena modernitas meniscayakan menjalankan Islam sesuai dengan nilai-nilai peradaban Barat. Modernitas tak dapat dijalankan tanpa melalui tahapan sekulerisme.

Padahal katanya, sekulerisme dilarang di Indonesia, ini maling teriak maling. Ini penghinaan. Lebih aneh lagi Ketika wacana moderasi agama ini menggandeng TNI AD, yang katanya akan mengurus kerukunan umat beragama hingga ke pelosok-pelosok daerah di negeri ini. Tak habis pikir saya, dimana korelasinya Bung?

Istilah Islam moderat ini tidak tidak muncul secara alami melainkan diciptakan Barat melalui skenario menjijikkan setelah peristiwa 9/11 pengeboman Gedung WTC di Amerika. Istilah ini muncul, kemudian disusul istilah turunan lainnya yaitu terorisme, yang kemudian kurang populer, hingga berganti label lagi menjadi radikalisme.

Moderasi adalah klaim terhadap pemahaman yang netral, tengah-tengah. Jika mau jujur, ini adalah pemahaman Islam yang murni yang dinodai oleh pemahaman liberal, kacau balau campur aduk hak dengan bathil.  Tujuannya jelas, menjauhkan kaum muslimin dari ideologi mereka yaitu Islam itu sendiri. Walhasil Islam Kaffah tinggal romantika sejarah belaka.

Hal ini karena nilai-nilai yang dilarang justru menjadi nilai yang dipromosikan oleh negara. Sekulerisme, liberalisme, kapitalisme, bahkan komunisme yang dilarang di atas kertas nyatanya bebas. Justru Islam dinarasikan sebagai ancaman. Wajar jika fenomena `generasi hantu’ bertebaran menuai kerusakan.

Hamka pernah mengatakan bahwa, “Jika engkau tak marah Ketika agamamu dihina, maka gantilah bajumu dengan kain kafan.” Umat harus bersuara, karena Allah telah menetapkan, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu” (QS. Al-Baqarah:208).

Menjadi jelas, setiap muslim diperintahkan berislam kaffah bukan Islam jalan tengah. Wallahu `alam.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.