18 Mei 2024

Penulis : Rut Sri Wahyuningsih, Institut Literasi dan Peradaban

Dimensi.id-Sebuah percakapan virtual memang terbatas, tak bisa melihat ekspresi lawan bicara secara jelas. Apakah ia benar-benar menikmati percakapan atau justru berpura-pura. Dan teknologi menjembatani kekurangan itu dengan menghadirkan emoticon ( emoji) berbagai ekspresi. Bahkan kini dengan citra diri berbagai ekspresi bisa pula ditambahkan.

Emoji adalah ikon atau simbol yang menggambarkan ekspresi wajah, objek umum, tempat, cuaca, hingga binatang yang biasanya digunakan dalam pertukaran pesan elektronik. Tak bisa dipungkiri, emoji menjadi salah satu bentuk pesan yang memperkuat proses komunikasi jadi lebih interaktif.

Sekarang ini diperkirakan ada lebih dari 6 miliar emoji yang dikirimkan per harinya, dengan lebih dari 90 persen di antaranya dikirimkan secara rutin dalam kegiatan online dunia. Emoji berasal dari Jepang, dan mungkin ini jadi salah satu karya terbaik negeri Sakura dalam menciptakan gaya komunikasi terbaru bagi umat manusia.

Bahkan, emoji sudah diklasifikasikan sebagai sebuah seni. Pada 2016, Museum of Modern Art (MoMA) di New York, Amerika Serikat, menambahkan emoji ke dalam koleksi permanennya. Ada 176 emoji orisinil yang diciptakan oleh seorang teknisi software bernama Shigetaka Kurita pada 1999 yang menjadi koleksi baru museum. Karya Kurita pun tampil di museum seni populer tersebut berdampingan dengan karya-karya seniman seperti Pablo Picasso dan Jackson Pollock ( kumparan.com, 5/6/2017).

Emoji sejatinya berasal dari emoticon yang terdiri dari tanda baca, yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan, yakni :-). tersebut muncul pertama kali pada 1881 saat majalah satir Puck bergurau menerbitkan empat emoticon vertikal sebagai bentuk ‘seni tipografi’, yaitu senang, sedih, takjub, dan acuh tak acuh.

Beberapa tahun sebelumnya, pada 1862, dalam transkrip New York Times dari naskah pidato Abraham Lincoln, terdapat pengetikan emoticon senyum. Menariknya, terdapat beberapa argumen yang mengatakan bahwa itu hanyalah salah ketik ( okezone.com, 28/12/2020)

Pada tahun 2007, Yahoo! Messenger melakukan survei mengenai emoticon. Dengan 40.000 responden, 82% dari pengguna Yahoo! Messenger mengatakan, mereka menggunakan emoticon setiap hari. Sedangkan, 61% merasa bahwa mereka mengekspresikan dirinya dengan sangat baik dengan emoticon.

Hingga kini, hampir semua smartphone dan aplikasi layanan pengiriman pesan memiliki fitur emoticon yang bervariasi. Tidak hanya emoticon kuning yang khas itu saja, tapi kini terdapat pula karakter-karakter lainnya yang dapat mewakili perasaan pada pesan para pengguna.

Emotikon atau emoji memang hanya produk sebuah kemajuan teknologi, yang penggunaannya universal. Namun ketika berada dalam sistem yang buruk, emotikon berubah menjadi sebuah komoditas yang banyak mendatangkan materi. Makin banyak aplikasi yang menyediakan beragam emotikon, awalnya hanya berupa kartun kini bisa berupa gambar diri, atau publik figur.

Dari yang hanya mengungkapkan perasaan mendasar, sedih, senang, gembira, marah kini menjadi lebih beragam. Ada emoji kegiatan sehari-hati, menggunakan kata-kata plesetan hingga gambar yang tak senonoh yang mengumbar aurat laki-laki dan perempuan. Lebih parah lagi emoji yang bisa bergerak, berupa GIF, tak jarang menunjukkan perzinahan yang diekplore.

Inilah alam sekulerisme, yang memisahkan agama dari kehidupan dan menjamin kebebasan setiap individu untuk berbuat diluar batas norma bahkan agama. Ditambah dengan watak kapitalisme yang justru menjadikan emotikon sebagai ladang bisnis, dimana generasi Muslim mengekor budaya kafir arahan setan ini.

Berbagai alasan bermunculan membenarkan sikap saling merendahkan, perzinahan, pelecehan, bullying tersembunyi dalam setiap karakter emotikon dengan kata-kata ” kekinian” , ” hanya gurau”, ” hanya lucu-lucuan”, ” gabut”. Makin jauhnya agama Islam sebagai solusi dari benak masyarakat Muslim menjadikan runyam keadaan. Rusaknya tatanan masyarakat dan goncangnya ketentraman jiwa.

Islam memandang, bahwa setiap Muslim wajib menjadikan dirinya sebagai pribadi Muslim yang utuh, yaitu pemikirannya Islam begitupun perilakunya. Seorang mukmin akan menjauhkan dari tindakan yang bakal merugikan sebab sia-sia. Maka standar perbuatannya adalah syariat. Apa yang dihalalkan Islam tak mungkin ia haramkan ,begitu sebaliknya. Sebab yang ia yakini bahwa setiap amal akan dihisab? Amal yang mana?

Amal yang setiap hari kita lakukan. Dari sejak berangkat tidur dimalam hari hingga berangkat tidur malam berikutnya. Di sekolah, di tempat kerja bahkan di toilet sekalipun. Adakah tempat lain yang tersembunyi dari pengawasan Allah sehingga kita bisa sembunyikan amal buruk kita?

Allah Al-Hasîb, artinya Allah Maha Penghisab, penghitung amalan makhluk-Nya. Hitungan Allah sangat detail dan terperinci, tidak ada sedikit pun yang terlewat. Benar-benar hitungan yang super teliti dan akurat. Tidak ada yang mampu menyerupai atau menyamai hitungan Allah. Tidak ada amalan yang dilakukan oleh manusia, kecuali Allah menghitung-Nya sebagai bukti keadilan- Nya. Allah swt berkalam, yang artinya,

 ”…Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun, pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (al- Anbiyâ`: 47).

Hisab itu terjadi sangat cepat, sebagaimana disebutkan dalam kalam-Nya,

“…Ketahuilah bahwa segala hukum (pada hari itu) kepunyaan-Nya. Dan Dialah Pembuat Perhitungan yang paling cepat.” (al-An’âm: 62).

Untuk itu, kita diperintahkan selalu mengintrospeksi diri kita sebelum datang hari Hisab. Allah Al-Hasîb, berarti Allah Maha Mencukupi seluruh kebutuhan makhluk-Nya. Allah akan mencukupi siapa saja yang mengandalkan-Nya.

”…Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (ath-Thalâq: 3). Wallahu a’ lam bish showab.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.