2 Mei 2024
12 / 100

Oleh Reni Rosmawati

Ibu Rumah Tangga 

 

Kemajuan sebuah negara bisa diukur salah satunya dari ketahanan pangannya. Karena dengan ketahanan pangan, masyarakat bisa hidup sehat yang akhirnya akan berpengaruh pada kemajuan ekonomi. Namun apa jadinya jika harga pangan di dalam negara tersebut senantiasa mengalami kenaikan? 

 

Dilansir oleh Liputan6.com (26/11/2023), harga sejumlah komoditas bahan pangan di tanah air terpantau mengalami kenaikan. Adapun harga bahan pangan yang naik adalah beras premium, bawang putih, bawang merah, daging sapi murni, telur ayam, gula, dan cabai rawit merah. Berdasarkan panel harga pangan BAPANAS (Badan Pangan Nasional) dalam sepekan harga beras premium rata-rata mengalami kenaikan 0,40 persen menjadi Rp15.020, bawang merah naik 0,52 persen menjadi Rp29.160, bawang putih naik 0,84 persen menjadi Rp35.860, cabai rawit merah naik 0,38 persen menjadi Rp82.370. 

 

Bukti Kegagalan Negara

 

Bak tikus mati di lumbung padi, tampaknya itulah gambaran nasib rakyat di negeri ini. Bagaimana tidak, di negeri yang terkenal ‘gemah ripah loh jinawi’ dan kaya akan hasil bumi, rakyat harus berjuang keras melawan getirnya kehidupan. Biaya pendidikan dan kesehatan mahal, harga pangan pun terus mengalami kenaikan. Sungguh ironis. 

 

Sejatinya peristiwa kembali naiknya harga pangan merupakan kejadian berulang yang tak pernah ada habisnya. Sayangnya, selama ini negara dan penguasa tampaknya belum mampu mengatasi dan menjamin kebutuhan pangan yang murah bagi rakyatnya. 

 

Jika kita telusuri, ada beberapa faktor penyebab naiknya harga pangan di negeri ini. Pertama, mahalnya biaya pertanian, akibat dikuranginya subsidi pupuk dan benih. 

 

Kedua, masifnya pengalihfungsian lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman dan industri. Sehingga rakyat kehilangan lahan pertanian dan tidak bisa memproduksi pangan. 

 

Ketiga, penimbunan barang oleh distributor nakal.

 

Keempat, adanya kebijakan impor yang mematikan produksi lokal. 

 

Kelima, pendistribusian hasil pertanian yang diserahkan kepada mekanisme pasar. Sehingga harga bisa mudah dikendalikan oleh kekuatan kapital. Inilah yang membuat harga pangan tidak stabil dan cenderung mahal.

 

Keenam, banyaknya perjanjian-perjanjian kerjasama dengan pihak asing. Sehingga membuat negeri ini kehilangan kedaulatan dalam menentukan kebijakan termasuk dalam hal ekonomi. 

 

Berkaca dari fakta ini, maka untuk menyelesaikan naiknya harga pangan pemerintah harus menghilangkan dahulu berbagai hambatan tersebut di atas. Sebab, hanya dengan menghilangkan berbagai masalah tersebut negara akan mampu berdaulat dan bisa mewujudkan ketahanan pangan. Namun yang menjadi pertanyaannya apakah hal itu dapat diwujudkan negara dalam kondisi saat ini? 

 

Mustahil Terwujud dalam Sistem Demokrasi Kapitalisme

 

Sungguh, ketahanan pangan dan kedaulatan negara mustahil terwujud selama negeri ini masih mengadopsi sistem demokrasi kapitalisme. Pasalnya, sistem inilah biang dari segala masalah kehidupan. Sistem ini telah gagal menciptakan ketahanan pangan. Sebab, setiap kebijakan yang lahir dari sistem demokrasi kapitalisme tak ada satu pun yang berpihak pada rakyat. Seperti kebijakan pengalihfungsian lahan pertanian menjadi non-pertanian, yang menjadikan petani tidak bisa berproduksi. Serta kebijakan impor yang mematikan harga jual masyarakat. Juga kebijakan penyerahan harga pangan kepada mekanisme pasar yang dikendalikan oleh kekuatan kapital. Di sisi lain, paham materi adalah segalanya yang terkandung dalam sistem ini pun telah melahirkan pribadi-pribadi serakah dan rela melakukan apa saja demi meraih keuntungan. Termasuk menimbun barang, sehingga membuat harga pangan tidak stabil dan cenderung mahal. 

 

Mirisnya, negara dan penguasa yang semestinya bertindak sebagai penanggung jawab yang mengurusi rakyat dan memastikan pasokan bahan pokok memadai dan seimbang, justru hadir sekadar sebagai regulator yang memuluskan kepentingan para korporasi, bukan sebagai pelayan rakyat. 

 

Harga Pangan Stabil Hanya dengan Sistem Islam

 

Sebagai agama sempurna, Islam hadir ke dunia ini untuk menjadi solusi atas segala problematik kehidupan.  Dalam sistem Islam, negara dan penguasa benar-benar berfungsi sebagai raa’in (pengurus dan pengatur urusan umat). Negara tidak boleh menjadi regulator yang memfasilitasi dan memuluskan kepentingan para korporasi. Negara dan penguasa dalam sistem Islam wajib melaksanakan tanggung jawabnya dalam menyediakan seluruh kebutuhan pokok rakyat, seperti bahan pangan, kesehatan, keamanan, dan pendidikan. 

 

Rasulullah saw. bersabda: “Imam (khalifah) itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya).” (HR. Imam Al-Bukhari dan Imam Ahmad) 

 

Sejarah mencatat, selama kurun 13 abad lamanya, sistem Islam telah teruji kemampuannya dalam menyejahterakan rakyat. Fasilitas kesehatan dan pendidikan disediakan oleh negara dengan harga murah bahkan gratis, harga kebutuhan pokok pun stabil. Hal demikian karena dalam mengurus urusan rakyat sistem Islam senantiasa mengedepankan kemaslahatan bagi rakyat, bukan bagi korporat seperti pada sistem demokrasi kapitalisme. 

 

Untuk menjaga ketahanan pangan, negara Islam akan memfasilitasi para petani untuk bertani (benih, pupuk, dan lainnya akan disediakan oleh negara dengan harga murah bahkan gratis). Lahan pertanian juga akan dibuka seluas-luasnya. Pengalihfungsian lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman dan industri dilarang dalam Islam. 

 

Negara dan penguasa Islam pun wajib bertindak sebagai penanggung jawab yang menyediakan pasokan bahan pokok memadai dan seimbang. Serta menghilangkan berbagai penghambat pasar seperti penimbunan, penipuan, rekayasa dalam permintaan, dan penawaran tak wajar.

 

Negara dan penguasa yang menerapkan sistem Islam juga wajib memberikan hukuman (ta’zir) kepada siapa saja yang berani berbuat curang di pasar, yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga. 

 

Selain itu, negara yang menerapkan aturan Islam diharuskan agar selalu melakukan operasi pasar. Dalam hal ini, Baitulmal akan bertindak sebagai penjaga harga di pasar. Saat panen raya dan kebutuhan pangan melimpah, negara akan membeli sebagian besar kelebihan yang dibutuhkan pasar. Barang-barang tersebut kemudian akan disimpannya di gudang Baitulmal, untuk kemudian didistribusikan lagi di tengah masyarakat jika terjadi paceklik. Dengan demikian maka harga akan senantiasa stabil. Bahkan ketika stok dalam negeri surplus atau melimpah. 

 

Di sisi lain, sistem Islam pun melarang negara melakukan impor dan berbagai kerjasama luar negeri yang berpotensi merugikan rakyat dan mengangkangi kedaulatan negara. 

 

Sistem Islam pun melarang negara dan pemerintah memberlakukan tas’ir (taksir) yaitu mematok harga. Hal demikian dimaksudkan agar tercipta perdagangan yang sehat, tidak merugikan penjual dan pembeli. 

 

Hal ini sebagaimana yang terjadi di masa Rasulullah saw., kala itu ketika harga-harga naik, para sahabat meminta agar Rasulullah mematok harga. Namun, beliau menolaknya karena mematok harga akan menimbulkan kezaliman pada penjual dan pembeli, serta akan menyebabkan inflasi (kenaikan harga). 

 

Demikianlah beberapa mekanisme yang ditempuh sistem Islam dalam mengatasi kenaikan dan menstabilkan harga pangan. Semoga penjelasan yang singkat di atas mampu membuka mata dan pikiran kita semua, bahwa betapa hanya sistem Islamlah solusi bagi seluruh masalah kehidupan, termasuk masalah kenaikan pangan. Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

1 thought on “Bahan Pangan Murah Hanya Ilusi dalam Sistem Demokrasi

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.