3 Mei 2024

 Oleh : Asri Gayatri, S.Hut

Dimensi.id-Beberapa hari ini, media sosial diramaikan dengan munculnya tagar ‘Indonesia Terserah’ yang disampaikan oleh para tenaga medis penanganan Covid-19 sebagai garda terdepan penanganan wabah ini. Hal ini dikarenakan adanya rasa kecewa setelah melihat keadaan masyarakat Indonesia yang masih melakukan mobilisasi di saat masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Kekecewaan ini muncul menyusul kebijakan bahwa transportasi publik boleh beroperasi sehingga menimbulkan kerumunan masyarakat, misalnya di terminal, bandara, pasar dan lainnya.

Selain itu, tagar ini juga jelas diserukan atas kekecewaan terhadap perilaku masyarakat yang masih banyak melanggar aturan hingga membiarkan penyebaran Covid-19 lebih banyak lagi.

Di satu sisi disuruh PSBB, tapi tetap mobilisasi. Bak gayung bersambut, warga media sosial pun ikut serta memviralkan tagar ‘Indonesia Terserah’, sebagai respons negatif masyarakat Indonesia atas kinerja pemerintah dalam menanggulangi wabah ini.

Tagar ini seolah menghimpun semua rasa keluh kesah, kekesalan, kebingungan, kepasrahan serta rasa kecewa. Bagaimana tidak? Tak bisa dipungkiri, pemerintah dalam menghadapi wabah ini antara ada dan tiada. pemerintah dianggap ada ketika membuat aturan. Tapi setelah itu, seperti tidak ada jika berhubungan dengan apakah aturan itu bisa dilaksanakan di lapangan atau tidak.

Banyak aturan yang kadang saling tabrakan dan tidak jelas sehingga aturan tidak bisa terwujud dalam realitas di lapangan. Masyarakat pun menjadi bingung, aturan mana yang harus dipatuhi. Sebut saja dengan aturan tentang PSBB tapi beberapa ketentuan yang menunjang pelanggaran PSBB malah dibolehkan. Misalnya dilarang mudik, transportasi yang dibolehkan, mall dan pasar yang sudah dibuka kembali. Hal ini jelas memicu masyarakat untuk melanggar aturan PSBB itu sendiri.

Jika masyarakat sudah banyak yang keluar rumah di masa PSBB, itu artinya memudahkan masyarakat terinfeksi virus Corona. Dan jika banyak lagi yang tertular, maka tenaga medislah yang akan kewalahan untuk menangani mereka. Para tenaga medis adalah  pahlawan.

Merekalah yang terdepan berjuang membantu menyelamatkan mereka yang terinfeksi Corona. Nyawa tenaga medis dipertaruhkan tapi sepertinya pemerintah abai terhadap tenaga medis. Tenaga medis berharap masyarakat tetap di rumah, tapi kebijakan yang saling bertabrakan yang membuat masyarakat bisa keluar rumah.

Sudah banyak tenaga medis yang gugur karena menolong orang yang terkena virus Corona, namun di saat yang sama pemerintah melonggarkan PSBB dengan aturan yang berubah-ubah.

Di awal masa pandemi, masyarakat diminta untuk tinggal di rumah dan disaat Corona masih belum jelas kapan berakhirnya, pemerintah malah membuat kebijakan yang menyebabkan masyarakat bisa keluar rumah dan berkerumun dengan melibatkan banyak orang.

Masyarakat seperti tak mematuhi keputusan pemerintah yang memberlakukan PSBB. Ramainya pasar dan suasana pertokoan, penuhnya terminal dan bandara pun demikian. Bahkan banyak diantara mereka yang tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak saat berinteraksi.

Dalam kondisi ini bukan masyarakat yang disalahkan, tetapi pembuat kebijakannya. Sebagian kalangan menganggap pelaksanaan PSBB yang longgar ini selalu menyalahkan rakyat.

Padahal justru berubah-ubahnya aturan sehingga membingungkan masyarakat. Harus tetap di rumah, tapi mall boleh dibuka. Dilarang mudik, tapi transportasi tidak dilarang bahkan pesawatpun boleh terbang.

Masyarakat dianggap seolah tidak memperhatikan aturan PSBB. Sejak dibolehkannya mall dan transportasi publik dibuka, penambahan pasien Covid-19 terus saja bertambah. Bahkan pada Kamis, 21 Mei 2020 lalu, penambahan pasien positif dinilai sangat tinggi mencapai 973 orang. Hingga Jumat, 22 Mei kemarin pasien positif Covid-19 di Indonesia telah mencapai 20.796 orang.

Menekankan kepatuhan masyarakat dalam menyukseskan PSBB ini tidak akan berhasil jika sikap pemerintah “mendua”. Maraknya berita tentang kedatangan TKA China yang terus mengalir tanpa ada sanksi, bahkan cenderung mendapat dukungan dari para pejabat tinggi negara, ini melukai hati masyarakat yang sudah berbulan-bulan diam di rumah, dan jelas melanggar kedaulatan negara.

Negara kita sudah tersandera oleh kemilau besarnya investasi China di Indonesia. Melihat hal ini akan muncul ketidakpatuhan sipil secara masif. Akan muncul di tengah masyarakat bahwa kebijakan PSBB tak serius. Pembuat kebijakan PSBB cenderung gamang jika berhadapan dengan kekuatan para pemilik modal atau konglomerat utama di negeri ini. Seakan penyelamat aset dan investasi lebih penting daripada penyelamatan nyawa dan kedaulatan NKRI. Akibatnya, makin banyak warga yang merasa bahwa pemerintah seperti tidak sedang menanggulangi wabah Covidnya, tapi lebih sibuk membenahi sektor ekonominya.

Dalam hal ini, pemerintah diharapkan konsisten menerapkan aturan dan bersikap adil dengan melarang semua kegiatan yang membuat orang berkerumun. Tidak hanya melarang umat Islam bersalat jamaah di masjid, tapi juga melarang orang banyak menumpuk di bandara, mall dan tempat keramaian lain dengan membuat aturan tegas untuk menutup tempat-tempat yang membuat orang banyak berkerumun. Disamping itu, lebih tepat bila pemerintah mampu menghentikan laju kedatangan orang asing ke negeri ini.

Selain itu, masyarakat juga diharapkan lebih fokus kepada diri sendiri dan keluarga. Karena keluar rumah atau tidak, hal ini bisa dikendalikan. Dengan fokus pada apa yang kita bisa lakukan untuk menjaga diri, seperti menerapkan pola hidup bersih dan sehat, maka menanggapi suasana pandemi yang dialami sekarang ini akan menjadi lebih ringan. Aksi sekecil apapun tetap berpengaruh untuk kehidupan bersama.

Aturan yang berubah-ubah dan saling bertabrakan menandakan kebingungan pembuat aturan itu sendiri. Sehingga tak heran, masyarakat pun dibuat bingung dengan aturannya. Maka dari itu, diharapkan saling bersinergi dan berdialog antara pembuat kebijakan, tenaga medis, ilmuwan, dan pihak-pihak terkait untuk bersama-sama bergandengan tangan dalam membuat aturan ini.

Sehingga masyarakat tidak kelimpungan ketika menjalankan aturan. Saat ini masyarakat terjebak dengan aturan PSBB, ditambah dengan biaya hidup, semakin membuat masyarakat linglung. Ujung dari sikap masyarakat ini adalah sikap pasrah, dan kemudian tidak peduli pada imbauan, sikap, pernyataan, bahkan aturan dari pemerintah sendiri. Kepasrahan yang tidak peduli itulah yang tercermin dalam kata “terserah”. [S]

Editor : azkabaik

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.