18 Mei 2024

Penulis : Eki Irmaya Sari, S.Pd, MT, The Voice Of Muslimah Papua Barat

Dimensi.id-Hingga kini pandemi Covid-19 belum juga berhenti. Kurvanya bahkan belum melandai, namun tiba-tiba pemerintah mencanangkan konsep new normal yang itu artinya kita diminta hidup berdampingan dan berdamai dg corona, demikianlah yang disampaikan Presiden Jokowi di Istana Merdeka Jakarta (Kamis, 7/5/2020). Statement Presiden tersebut ditanggapi oleh Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam diskusi Universitas Indonesia Webinar “Segitiga Virus Corona” Selasa (19/5/2020) dengan pertanyaan retoris yang menohok, “berdamai itu kalau dua-duanya ingin berdamai. Kalau kita ingin damai tapi virusnya enggak, gimana?” Ujar Jusuf Kalla.

Sementara di negara lain yang telah menerapkan kebijakan new normal lebih dulu terbukti harus menelan kenyataan bahwa kebijakan tersebut tidak efektif dan terpaksa memberlakukan kembali PSBB sebab yang terjadi setelahnya bukan hanya sang virus muncul kembali, namun terjadi ledakan jumlah kasus yang mengerikan.

           

Jika saat ini Indonesia hendak memberlakukan new normal, kira-kira akan seperti apa nasib rakyat ke depannya? Tulisan ini hendak mengurai benang kusut di seputar konsep new normal di Indonesia.

New Normal, Untuk Siapa?

Pandemi covid-19 tak ayal mengguncang ekonomi dunia. Daya beli masyarakat menurun akibat pendapatan tak lagi sama sejak terjadi pandemic, apalagi banyak dari masyarakat yang terpaksa diPHK dari tempat kerjanya. Akhirnya sebagian besar perusahaan dan pabrik terpaksa melakukan serangkaian kebijakan-kebijakan untuk tetap bertahan selama masa pandemic, diantaranya harus merumahkan karyawan, membatasi produksi dan lain sebagainya. Mega resesi menggelayuti nasib bisnis mereka. Ancaman collaps tampak nyata di depan mata. Kondisi inilah yang menyebabkan beberapa negara mulai berpikir untuk masuk dalam konsep New Normal walau masih di tengah pandemic.

Di Indonesia, dalam persiapan menghadapi new normal, pemerintah telah mengeluarkan Perpu nomor 1 Tahun 2020 yang di dalamnya memberikan otoritas penuh kepada presiden dan menteri keuangan selaku ketua KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) terkait pengambilan kebijakan dalam hal keuangan negara dan menyusun serangkaian program pemulihan ekonomi dalam new normal era, diantaranya  dengan menambah utang, menjual obligasi, meningkatkan deficit diatas 3%, strategi untuk menangani sector keuangan perbankan, memberikan dana talangan pada BUMN dan sector terkait serta penanganan sector riil. Yg paling tampak dari kebijakan-kebijakan di atas adalah perubahan APBN. Jelas tidak ada dalam perpu ini prioritas bagi kesehatan.

Di satu sisi, World Health Organitation (WHO) yang merupakan lembaga internasional untuk menangani kesehatan di bawah PBB, telah menyusun serangkaian pedoman yang dipakai untuk mengambil keputusan untuk bisa masuk dalam konsep new normal, empat diantaranya adalah, pertama, reproduction rate untuk virus dibawah 1 slama dua pekan, sementara di Indonesia kecenderungannya masih di atas 1. Kedua, ada penurunan minimal 50% selama > 3 pekan sejak puncak pandemic dan penambahan jumlah kasus terus menurun.

Di Indonesia angkanya masih fluktuatif dan kecenderungannya naik, padahal grafiknya masih belum sampai puncaknya. Ketiga, jumlah kasus terkonfirmasi < 5% dari total sample yg diuji dalam dua pekan terakhir, sementara di Indonesia berada di angka 12.2%. keempat, terjadi penurunan jumlah kematian pasien positif dalam pengawasan selama tiga pekan, dan di Indonesia angkanya masih terus naik.

Dari empat kriteria tersebut saja jelas Indonesia tidak memenuhi syarat untuk diberlakukan konsep new normal. kalau new normal dipaksakan, yang akan terjadi bukan hanya penambahan tapi ledakan kasus. Maka jika new normal tetap dipaksakan untuk diterapkan di Indoneisa pertanyaannya, pemerintah ini sedang bekerja untuk siapa? Utk rakyat atau utk segelintir pemodal yang sudah ketar-ketir akan resesi yang mereka alami akibat menurunnya daya beli masyarakat selama masa penerapan PSBB.

New Normal, Bukti Kebobrokan Sistem Kapitalisme

Konsep new normal bukan hanya model kehidupan baru yang harus dijalani oleh masyarakat pasca PSBB dg sejumlah protocol kesehatan. New normal adalah kehidupan dalam peradaban kapitalisme diterapkan oleh majory negara-negara di dunia saat ini, yang menjadikan materi dan manfaat sebagai prioritas tertinggi dalam setiap kebijakannya. New normal hrs dipandang sebagai kerangka kerja baru negara-negara besar dalam sistem kapitalisme bagi negara—negara berkembang, termasuk Indonesia, di tengah pandemic.

Sebagai ideology yang sedang memimpin dunia saat ini, kapitalisme tentu bukanlah pemimpin yang baik. sebelum pandemic kita sudah banyak melihat bagaimana sepak terjang ideologi ini. Kesewenang-wenangan, kehancuran, penindasan dan terror yang selalu terjadi dan dikomandoi oleh negara –negara kampium kapitalisme. Saat ini, di tengah pandemic, wajah buruk ideology ini semakin tampak nyata. Kebijakan new normal yang dipaksakan ke negara-negara pengekornya adalah bukti nyata buruknya solusi yang ditawarkan ideology ini bagi dunia.

Dengan alasan ekonomi harus tetap berjalan, pemerintah mengizinkan beroperasinya kembali mall, bar, pasar dan pusat kegiatan ekonomi riil lainnya di masyarakat. Meskipun dengan kewajiban menjalankan serangkaian protocol kesehatan namun konsep ini dinilai banyak kalangan sebagai upaya terlalu dini di tengah pandemic.

Salamudin Daeng, pengamat kebijakan politik di Indonesia, dalam diskusi online media umat (Minggu, 31/5/2020) mengatakan, bahwa wabah covid-19 adalah bencana kemanusiaan, maka penyelesaiannya harus mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, bukan nilai kapitalistik, demikian beliau menyampaikan. Pernyataan beliau diperkuat oleh panelis lain, Muhammad Ismail Yusanto, yang mengatakan bahwa ekonomi mungkin saja akan berdarah-darah, tapi nyawa manusia harus menjadi hal yang utama, sebab tidak ada artinya kegiatan ekonomi apapun jika manusianya tidak sehat. Membuka pembatasan social agar ekonomi kembali berjalan jelas kebijakan yang sarat dengan kepentingan para capital.  

Indonesia termasuk negara yang berada dalam cengkraman kapitalisme global. Tak heran jika solusi atas pandemic covid-19 sarat dengan nilai-nilai kapitalistik. Kendati dalam  pancasila dan UUD ada kewajiban negara utk mengedepankan nilai kemanusiaan, misal dalam sila kedua pancasila yang berbunyi kemanusiaan yang adil dan beradab, juga dalam pembukaan UUD 1945 yang mengatakan bahwa negara harus berlepas dari cengkraman penjajahan global karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan, namun sayangnya semua itu hanyalah lips service yang ada dalam sistem kapitalisme.

Yang kita butuhkan saat ini bukanlah new normal melainkan new system. Kebijakan new normal adalah bukti ketidak becusan ideology kapitalisme dalam memimpin dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan di dunia. Sudah saatnya umat ini tersadar untuk segera mengganti sistem kapitalisme dengan sistem lain yang lebih baik, yaitu sistem kehidupan yang berbasis pada wahyu ilahi.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.