6 Mei 2024
Agar Bunuh Diri Tidak Terjadi
65 / 100

Dimensi.id-Belakangan ini banyak terjadi kasus bunuh diri di kalangan pemuda, terutama mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di tanah rantau. Korban mahasiswa berasal dari berbagai latar belakang disiplin ilmu di berbagai kampus di Indonesia.

Setiap manusia memang  hidup dengan masalahnya masing-masing, tak terkecuali mahasiswa. Manusia di uji dengan beragam masalah kehidupan yang tidak bisa disamakan antara satu dengan yang lainnya. Masalah tersebut yang kemudian dikenal sebagai masalah sosial, bisa disebabkan karena faktor ekonomi, biologis, psikologis, dan sosial – budaya. (Soerjono Soekanto)

Dalam menghadapi masalah tidak ada template khusus, setiap manusia memiliki treatmen yang berbeda-beda. Terkadang masalah boleh sama, namun solusi yang diterapkan berbeda. Atau masalahnya berbeda, namun solusi yang diberikan sama.

Namun bagi sebagian orang, tidak menemukan ujung dari masalah tersebut. Mereka kehilangan harapan, sehingga masalah terlihat begitu besar dan mustahil dapat diselesaikan. Dalam kondisi seperti ini, manusia rentan berdaya pikir dangkal dan melakukan hal-hal prematur. Kondisi ini didukung pula dengan ketidakhadiran orang-orang terdekat seperti keluarga dan sahabat serta lingkungan masyarakat yang dapat membantu memberikan solusi atas masalah yang mereka hadapi.

Jika kita kaitkan dengan kondisi hari ini, hampir semua masalah yang dihadapi manusia dipicu oleh factor lingkungan/sistem kehidupan. Sistem kehidupan hari ini menimbulkan masalah dari berbagai sisi dan terakumulasi, sehingga menggempur pribadi yang telah rapuh jiwanya. Mungkin kerapuhan jiwanya tidak serta merta memperburuk kondisi jika lingkungan kehidupannya adalah lingkungan yang ideal. Hanya saja, sistem hari ini telah membentuk masalah demi masalah yang mau tidak mau harus dihadapi oleh setiap individu tak terkecuali. Sistem inilah yang kita kenal sebagai sistem kehidupan kapitalisme.

Tuntutan kehidupan kapitalis yang tidak manusiawi sudah cukup menyita emosi manusia hari ini. Tuntutan pendidikan yang melelahkan dan berbiaya mahal, sistem kesehatan yang dibisniskan, sempitnya peluang kerja bagi pemuda. Semua itu diperburuk dengan mahalnya biaya hidup yang semakin sulit untuk dipenuhi manusia.

Namun, sebagai seorang yang beriman kita dituntut untuk tidak menyerah pada keadaan. Kita percaya bahwa Allah memberi kita ujian beserta solusinya. Agar tuntutan dan masalah kehidupan tidak membawa kita kepada solusi prematur yang menyimpang dari ketentuan Allah, setidaknya ada 2 (dua) hal yang bisa kita upayakan saat ini yakni upaya ;

Internal, dengan penguatan akidah atau keimanan individu. Iman yang terpatri dalam diri seorang muslim, akan menjadi sensor terhadap seluruh bentuk kemaksiatan. Seorang yang memiliki iman yang benar kepada Allah, ia akan mengembalikan seluruh hidupnya mengikuti ketentuan yang telag Allah tetapkan. Ketika seorang yang beriman diterpa masalah, maka sikap pertama yang ditunjukkan adalah qanaah (menerima dengan lapang dada) ketetapan Allah. Kedua, ia bangkit berupaya mencari solusi dengan cara-cara yang dibenarkan Allah seraya berdo’a meminta pertolongan kepadaNya.

Dan terakhir bertawakkal (menyerahkan hasilnya) kepada Allah. Ia tidak akan melirik solusi-solusi maksiat yang dibisikkan syetan untuk menjerumuskan ummat manusia. Kekuatan iman seseorang bergantung pada ilmunya. Semakin dekat seseorang dengan ilmu, maka semakin kuat pula iman dalam jiwanya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun.” (QS. Fatir 35: Ayat 28)

Ekternal, dengan pembentukan suasana lingkungan yang kondusif. Suasana yang dimaksud adalah tradisi mengajak kebaikan dan mencegah dari kemungkaran (amar makruf nahiy munkar) di lingkungan masyarakat. Kebiasaan ini bisa dibentuk dengan memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa setiap muslim memiliki kewajiban untuk menghentikan kemungkaran yang ada di depan matanya.

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 110)

Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Kedua upaya tersebut tidak akan terlaksana secara sempurna tanpa adanya pengaturan dari negara. Suatu kelompok masyarakat yang dibangun dari individu-individu yang baik namun tidak ada peraturan yang mengikatnya, maka akan menjadi bangunan yang lemah dan rentan hancur.

“Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah dan adil, maka dengannya dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” (HR. Bukhari – Muslim) 

Wallahu’alam

Penulis : Tri Handayani

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.