3 Mei 2024

Penulis : Erdiya Indrarini, Ibu Rumah Tangga

Dimensi.id-Teringat kebijakan pemerintah beberapa waktu lalu, yang mendatangkan dosen dari luar negri. Saat ini pun ada rencana pemerintah akan mendatangkan tenaga medis guna mendukung terlaksananya Indonesia sebagai tujuan wisata medis.

Wisata medis adalah sebuah istilah baru yang dikenalkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan. Hal itu mengiringi gagasannya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan wisata medis dengan mengundang investor untuk mendirikan rumah sakit (RS) bertaraf internasional dan mengundang tenaga medis seperti dokter dan tenaga ahli lainnya dari luar negri.

Hal itu di rencanakan karena menurut analisa Pricewaterhouse Coopers (PwC) diketahui bahwa ternyata jumlah wisatawan medis terbesar tahun 2015 adalah dari Indonesia. Yaitu sebanyak 600.000 wisatawan, mengalahkan Amerika Serikat.

Juga fakta bahwa pengeluaran wisatawan medis sebesar US$ 3,000 – 10,000 per orang. Dan kebanyakan dari mereka memilih berobat ke Penang dan Singapura dengan alasan murah dan cepat sembuhnya. (cnbcindonesia.com 29/8/2020)

Menurut Luhut, melalui wisata medis ini nantinya pemerintah akan melakukan penganekaragaman ekonomi, menarik investasi asing, menyediakan lapangan pekerjaan, membangun industri layanan kesehatan, juga menahan devisa agar tidak mengalir ke luar negri. Untuk itu perlu dukungan pemerintah dalam hal promosi yang besar-besaran, perijinan, juga fasilitas-fasilitas penunjang lainnya. (sindonews.com 19/8/2020)

Berkenaan dengan hal itu, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyatakan penolakannya. Wakil Ketua Umum PB IDI,  dr Adib Khumaidi menjelaskan bahwa sumber daya manusia (SDM) di bidang kedokteran di Indonesia dengan aset 180.000 dokter sudah cukup. Tinggal meningkatkan tata kelolanya saja dengan memperbaiki konsep pelayanan, sehingga sektor kesehatan dalam negri berjalan optimal. Jadi tidak perlu membentangkan karpet merah untuk dokter asing. (detikcom 18/8/2020)

Privatisasi bidang kesehatan.

Dengan mengundang investor asing, artinya negara berlepas tangan dari tanggung jawab terhadap pelayanan masyarakat bidang kesehatan. Alih-alih memperbaiki pelayanan yang hingga sekarang masih carut marut dan mahal, negara justru akan menyerahkan sektor kesehatan pada investor asing. Dengan demikian, tentunya biaya kesehatan pun justru akan semakin mahal. Dan mustahil terjangkau semua kalangan.

Bahkan keamanan kesehatan masyarakat pun sangat beresiko. Karena bukan tidak mungkin terjadi penyelewengan penggunaan obat-obatan terhadap masyarakat. Yang hal ini justru menjadi kekuatiran terhadap kesehatan masyarakat itu sendiri. Perlu dipahami bahwa bagi pemodal atau investor, yang penting adalah untung sebesar-besarnya dan sebanyak-banyaknya tanpa ada batasan. Bahkan tidak cuma itu, tapi bagi investor hal itu merupakan bentuk penguasaan di bidang yang di investasikan.

Memang terdengar seperti angin segar, yaitu agar tersedia lapangan pekerjaan. Tapi seiring dengan itu, dicari  kemudahan dalam perijinan agar dokter-dokter asing nantinya bisa dengan mudah di datangkan. Seperti yang selalu terjadi, bahwa setiap investasi akan menyertakan MoU yang harus disepakati. Dan kesepakatan itu selalu untuk keuntungan investor. Termasuk membawa sendiri pegawai dari negara asal investor. Juga gaji yang umumnya jauh lebih tinggi dari pegawai pribumi. Ahirnya tujuan memperluas lapangan kerja pun seringkali hanya menjadi angan-angan saja.

Dari sini jelas bahwa pemerintah hanya berlaku sebagai regulator yang cuma memberikan perijinan dan pelegalan saja. Sehingga komersialisasi itu berjalan tanpa kendala. Alih-alih menahan devisa agar tidak mengalir ke luar negeri, pemerintah justru akan dibebani dengan membayar gaji para Tenaga Kerja Asing (TKA) yang didatangkan.

Dengan rencana diadakannya wisata medis ini menunjukkan bahwa pemerintah telah gagal dalam mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) dibidang kesehatan seperti dokter-dokter ahli yang berkualitas. Juga gagal dalam menyediakan fasilitas publik bidang kesehatan seperti Rumah sakit, obat-obatan, juga alat-alat medis yang lengkap dan memadai.

Hal itu wajar karena negara menganut system yang diusung dari barat, yaitu Kapitalisme sekuler. Dimana dengan system ini negara kehilangan fungsinya sebagai pelayan masyarakat, seperti di bidang kesehatan ini. Namun justru menjadikan kesehatan masyarakat sebagai obyek investasi yang diharapkan menjadi sumber pemasukan negara.

System negara yang mampu menjamin kesehatan masyarakatnya

System kapitalis sekuler sudah terbukti tidak mampu berlaku sebagai pelayan masyarakat. Maka berbeda dengan system Islam. Yaitu system yang berasal dari wahyu Ilahi. Pemimpin dalam system Islam diangkat dari pribadi yang terbaik diantara yang baik, berkarakter cemerlang yang mau dan mampu menjalankan system pemerintahan sesuai degan syari’at. Ia menjalankan roda pemerintahan berdasarkan ketaqwaan yang kelak akan dipertanggungjawabkan kehadapan Tuhannya.

Sebagaimana sabda Rosululloh SAW yang artinya : Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. (HR.Muslim)

System ini memandang bahwa penguasa atau negara berkewajiban memenuhi segala kebutuhan dasar seluruh rakyatnya, terutama bidang kesehatan. Baik dari golongan kaya maupun miskin. Baik muslim maupun non muslim, semua akan mendapat hak yang sama.

System Islam mewajibkan pemeritah menyediakan  sarana maupun prasarana kesehatan seperti rumah sakit, laboratorium, alat-alat medis, juga obat-obatan dengan kualitas terbaik.  Pun wajib mengelolanya secara mandiri. Tidak di pivatisasi swasta, apalagi oleh asing atau aseng dengan dalih apapun. Juga mencetak tenaga ahli seperti dokter, maupun tenaga medis lainnya dengan gratis dan berkwalitas. Semua itu di jalankan dengan prinsip pelayanan, bukan dikomersialkan. Sehingga masyarakat tidak terbebani oleh berbagai pembiayaan.

Perekonomian dalam system Islam memungkinkan bagi negara untuk memperoleh pendapatan berlimpah, sehingga mampu mencukupi seluruh kebutuhan dasar masyarakat termasuk bidang kesehatan. Diantaranya adalah dari hasil Sumber Daya Alam (SDA) baik yang terkandung dalam bumi, di lautan, juga yang terhampar di permukaan bumi, yang semuanya itu dikelola secara mandiri. Oleh putra bangsa sendiri yang telah dididik  menjadi tenaga-tenaga ahli dibidangnya.

Selain itu juga dari zakat yang terhimpun dari masyarakat. Yang jumlahnya tak kalah besar. Pun dari pos fa’i dan khoroj. Semua itu masuk dalam kas negara yang merupakan pos kepemilikan umum yang bernama Baitul maal. Pemerintah mengelola pemasukan dan pengeluarannya sesuai dengan ketentuan syari’at. Untuk digunakan seluas-luasnya bagi kebutuhan masyarakat termasuk pelayanan kesehatan/medis. Juga biaya untuk sarana dan prasarana pendidikan dalam mencetak tenaga ahlinya.

Begitulah kenyataannya system Islam dalam pelayanan kesehatan. Yang terbukti pernah berjaya lebih dari 13 abad lamanya tanpa jeda. Dan mampu menguasai wilayah dua per tiga dunia. Maka sudah saatnya masyarakat memahami bahwa Islam adalah system kehidupan yang terbaik dan sempurna, buah dari syari’at.

Wallohuba’lam bisshowab

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.