6 Mei 2024

Penulis : Anita (Aktivis Dakwah)

Dimensi.id-Plt. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid membuat wacana akan membuka kembali sekolah dipertengahan Juli 2020 ini, hal itu disampaikannya kepada CNNIndonesia.com Sabtu (9/5). Pembukaan sekolah Tsb berlaku untuk daerah yg telah dinyatakan aman dari wabah, tegasnya. 

Ia menyatakan akan diberlakukan protokol kesehatan di area institusi pendidikan yang sudah ditentukan pemerintah. Juga diwajibkan menggunakan masker. Namun, sayangnya belum ditentukan mekanisme menetapkan protokol kesehatan tersebut serta penjelasan pembatasan jumlah siswa yang boleh kembali belajar di sekolah. (cnnindonesia.com, 9/5/2020)

Sebelumnya Kemendikbud menyatakan tengah menyiapkan tiga skenario belajar di tahun ajaran 2020/2021. Pertama kegiatan belajar dilakukan di sekolah, sebagian di sekolah dan sebagian PJJ, serta sepenuhnya PJJ sampai akhir tahun.

Wacana Tersebut kurang mendapat tanggapan yang baik dari Wakil SekJend FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia) Santriwan yang mengkhawatirkan siswa dan gurulah yang nantinya akan menjadi korban wabah covid-19 atau virus corona jika rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuka sekolah pertengahan Juli diputuskan.

Mengingat pemerintah pusat dan daerah kerap memegang data penyebaran virus yang berbeda-beda. (cnnindonesia.com, 9/5/2020) “Kalau ingin membuka sekolah di tahun ajaran baru, oke itu kabar baik. Tapi datanya harus tepat, mana daerah yang hijau, kuning, atau merah,” tuturnya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Sabtu (9/5).

Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian juga mengingatkan Kemendikbud harus berhati-hati menerapkan kebijakan ini. Karena  menurut beliau, saat ini penyebaran virus corona justru telah terdeteksi di seluruh provisi di Indonesia. Deputi bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama, (Kemenko PMK) Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan , Agus Sartono ikut bersuara, ia mengatakan akan tetap berisiko jika membuka sekolah pada pertengahan Juli 2020. Sementara Secara nasional, jumlah terkonfirmasi Virus Corona melompat ke angka 14.032 kasus atau bertambah 387 kasus positif baru. Dari jumlah itu, 2.698 sembuh dan 973 wafat.

DKI Jakarta masih menjadi wilayah dengan penyumbang kasus Covid-19 di Indonesia dengan 5.190 kasus. Jawa Barat berada di urutan ketiga. Sedangkan Provinsi Jawa Timur menempati urutan kedua terbanyak dengan 1.502 kasus.

Terkait hal ini, Pelaksana Tugas Deputi IV KSP Bidang Komunikasi Politik Juri Ardiantoro menegaskan pembukaan kembali sekolah ada di tangan Presiden Joko Widodo.

Jokowi bakal memutuskan hal tersebut jika sudah mendapat masukan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Menteri Koordinator PMK, Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Kurang mendukungnya beberapa pihak di kementrian ke beberapa pejabat negeri menggambarkan pada masyarakat bahwasannya wacana sekolah dibuka kembali, hanya bagian dari usaha mereka dalam memulihkan kondisi sosial ekonomi. Dan enggan memperhatikan aspek keamanan bagi rakyat sebab dilakukan tanpa mau memastikan bahwa virus tidak akan lagi menyebar dan mereka yang terinfeksi sudah diisolasi. Karena pada kenyataannya untuk memastikan siapa saja yang terinfeksi melalui tes massal dan PCR saja belum dilakukan sampai saat ini . Dengan alasan kekurangan alat dan SDM. Kalaupun rakyat mau melakukan tes sendiri, pastinya mereka harus mempunyai biaya yang cukup dan itu bukanlah biaya yang murah, inikan makin menambah keriwehan masyarakat.

Tidak gampang bagi kita untuk tetap bersikap positif atas kebijakan kebijakan pemerintah, terutama dalam hal membuka kembali sekolah pada pertengahan juli ini, karena hampir diseluruh kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak memiliki kejelasan dalam menangani wabah, walaupun ada kebijakan PSBB faktanya jumlah masyarakat yang terpapar terus bertambah. Pemerintah menganggap wabah ini hanya seperti sakit influenza biasa yg ketika memakan obat flu, sakit akan reda dan hilang dengan segera.

Kebijakan kebijakan yang dikeluarkan bak Drama mini seri yang setiap hari akan berubah jalan ceritanya, hari ini mudik tidak diperbolehkan, besok pulang kampung aman, Beberapa bulan yang lalu kita melakukan PSBB dan diam dirumah, hari ini transportasi dilonggarkan hingga disetiap bandara dan jalan jalan banyak kerumunan serta kendaraan yang sudah berseliweran, kemarin Para guru harus memberikan pembelajaran via online untuk menghindari kumpul kumpul, eh…malah keluar wacana akan dibuka kembali sekolah yg padahal pandemi juga belum kunjung berakhir, dan pastinya ini menimbulkan banyak keragu raguan pada orang tua ketika nanti akan melepaskan anak anaknya untuk bersekolah. Aman atau tidak??

Tidak hanya sampai disitu, masih banyak lagi kebijakan kebijakan pemerintah yang sangat kontroversial. Mulai dari membebaskan para napi yang mengakibatkan kriminalitas meningkat,  tetap ngotot memindahkan ibu kota negara di tengah pandemi, politisasi bansos di tengah kelaparan rakyatnya. Mengesahkan UU Minerba, sampai Menaikkan iuran BPJS. Yang keseluruhannya tidak satupun menguntungkan masyarakat. Seperti itulah yang terjadi ketika orang orang bodoh mengurusi urusan umatnya.

“Ruwaibidhah” Sebagaimana sabda Rasulullah saw:

“Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang Ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum.” (HR. al-Hakim, al-Mustadrak ‘ala as-Shahihain, V/465).

Jelas tampak dimata kita bagaimana orang orang yg mengurusi rakyatnya disistem demokrasi ini, mereka tidak perduli apa yang dirasakan oleh rakyatnya, mereka hanya perduli dengan ambisi mereka yang hanya ingin menjadi penguasa dan pengusaha yang menurut mereka itulah yang bisa menyelamatkan mereka dari penyakit dunia. Bagi mereka rakyat hanyalah jembatan yang menghantarkan mereka ke tujuan utama mereka, setelah sampai maka jembatan tidak akan diperlukan lagi.

Bagi mereka yang benar adalah orang orang yang beruang, yang bisa membayar kebenaran tersebut, menurut mereka orang yang jujur adalah orang orang yang pandai mencari muka dan selalu setia dalam menerima perintah dan menjalankannya. Padahal yang sebenarnya merekalah para pembohong jitu yang hanya pandai mengklaim saja.

Mereka mempergunakan ilmunya hanya untuk mengakal akali rakyatnya, dengan mencampurkan adukkan kebenaran dan kebathilan, mengatas namakan agama, demi melanggengkan semua kebijakan kebijakan yang mereka keluarkan.

Bagi kita yang mau berfikir dengan memakai nurani, pasti kita akan faham dengan kondisi ini, kondisi dimana umat dalam kebingunngan yang akut dikarenakan terus bertambahnya manusia yang kehilangan nyawa.

Imam as-Syathibi pun menjelaskan arti Ruwaibidhah, “Mereka mengatakan, bahwa dia adalah orang bodoh yang lemah, yang membicarakan urusan umum. Dia bukan ahlinya untuk berbicara tentang urusan khalayak ramai, tetapi tetap saja dia menyatakannya.” (As-Syathibi, al-I’tisham, II/681).

Beginilah Rezim Ruwaibidhah menjalankan sistem pemerintahannya, yang benar menjadi salah, yang salah menjadi benar. Sangat disayangkan Rakyat yang dipimpin oleh Rezim Ruwaibidhah, mereka bukanlah ahli dalam membicarakan ataupun memutuskan segala sesuatunya untuk urusan orang banyak, tetapi tetap saja memaksa untuk menyatakan dan menetapkannya melalui pertimbngan yang plin plan, maka wajar saja  kalau kebijakan yang dikeluarkan oleh rezim saat ini kebanyakan tidak konsisten bahkan lebih mengarah ke kepemalakan, selalu  tidak pernah tepat sasaran dalam memberi solusi atas permasalahan rakyatnya.

Hadirnya Rezim Ruwaibidhah yang berkuasa menjadi bukti kegagalan dari sistem demokrasi kapitalis dalam mencetak seseorang pemimpin. Yaitu Pemimpin yang harusnya pantas untuk berkuasa dalam mengriayah (mengurusi) umat. Hingga Ia akan selalu lebih mengutamakan memberikan jalan keluar serta pelayanan atas segala  kebutuhan  rakyatnya dengan tepat.

Jika rakyat sedang susah dalam menghadapi wabah seperti saat ini maka seharusnya pemimpinlah yang mengupayakan dengan segala kemampuan yang dimilikinya untuk myelamatkan rakyatnya dari wabah. Karenanya kebijakan yang dikeluarkan adalah kebijakan yg menyegerakan penanganan wabah dan penghentian penularan seperti yang diperintahkaan oleh syariat. Misalnya saja seperti kebijakan memberlakukan Lockdown. Jadi Pemerintah bisa fokus dalam mengobati masyarakat yang terdampak wabah. Dan wilayah yang tidak terdampak akan tetap bisa melakukan aktifitas sosial ekonominya seperti biasa.

Kemudian pemerintah harus menanggung secara keseluruhan atas kebutuhan masyarakat yang terdampak wabah terutama kebutuhan logistiknya, menjamin pelayanan kesehatan dengan kualitas no wahid untuk mengobati pasien korban wabah tanpa menzholimi para tenaga kesehatan yang bertugas. Hingga tidak akan ada kalimat #Indonesia terserah.

Memberlakukan aturan khusus bagi masyarakat sehat diwilayah terdampak wabah dengan menjamin kesiapan peralatan dan bahan obat-obatan, sehingga mereka dapat melakukan aturan khusus tersebut dengan mudah.

Mendukung berbagai riset penemuan vaksin dan obat-obatan yang bisa menghentikan wabah, dan pada saat situasi dan kondisi sudah terkendali maka dilakukanlah pemulihan kondisi ekonomi masyarakat yang terdampak wabah.

Begitulah seharusnya kebijakan kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin, peminpin yang tidak hanya mengandalkan kecerdasan dan kemampuan manusiawinya saja, melainkan selalu menyandarkan pada apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan dicontohkan oleh Nabi saw. Maka Insyaa Allah negara sebagai pelaksana hukum syara yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang berkarakter mulia layaknya Sahabat Rasul Umar bin Khattab ra dengan rakyat yang dipimpinnya akan bersinergi dan rakyatpun akan dengan mudah menerima amar ma’ruf nahi mungkar dari pemimpinnya.

Wallahu’alam bissowab.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.