17 Mei 2024

Oleh : Ir. Farida Madjid

Dimensi.id-Solusi yang ditawarkan untuk menyelesaikan wabah Covid 19 difokuskan pada penggunaan  vaksin Covid 19 yang sudah di produksi di beberapa negara   adidaya  yakni Amerika, China,  Rusia dan Inggris

AS telah meluncurkan program Operation Warp Speed pada April lalu dengan target mempercepat penemuan vaksin Covid-19. Beberapa vaksin yang didanai program ini di antaranya Moderna dan Pfizer.

Adapun China, dengan  empat vaksin eksperimental yang sudah masuk uji klinis tahap akhir. Di antaranya Sinovac Biotech dan Sinopharm Wuhan Institute of Biological Products dan Sinopharm yang uji klinisnya dilakukan di Indonesia, Bangladesh, dan UEA.

Sementara itu, Rusia tengah membuat vaksin yang digawangi Gamaleya Research Institute. Vaksin bernama Sputnik V ini sudah memasuki uji klinis fase tiga yang diuji kepada relawan di Rusia dan beberapa negara lainnya.

Vaksin dari Inggris buatan AstraZeneca dan Oxford of University. Saat ini, perolehan vaksin itu sedang dalam tahap finalisasi. Bahkan Indonesia akan  pengadaan 100 juta dan membayar  down payment (uang muka) sebesar 50% atau USD250 juta (sekitar Rp3,62 triliun)  

Sebegitu mendesaknya peran vaksin atas nama menjaga kesehatan rakyat hingga beberapa agenda dan dana sudah disiapkan. Bahkan pernyataan dari  Ma’ruf Amin jika Vaksin Covid akan didatangkan dari China,   Tak Halal Tak Masalah,  Atas dasar kondisi darurat wabah pandemi Covid,  tidak masalah jika vaksin tidak halal mengingat kondisi darurat saat pandemi seperti sekarang ini. Suara.com dari kanal YouTube KOMPASTV.

Untuk hal ini seharusnya Wapres benar-benar mempertimbangkan perioritas utama kepada keselamatan rakyat yang mayoritas muslim dengan memilihkan vaksin Covid 19 yang halal, bukan alasan darurat. Hingga hari ini pandemi Covid 19 masih bisa dikendalikan dengan program 3M (Menjaga jarak, Mencuci tangan dan Menggunakan masker).

Terbelengunya negeri yang mayoritas muslim  ini terhadap pengadaan vaksin   oleh negara- negara   dalam sudut pandang Islam sebagai  negara kafir harbi secara de facto (daulah muhaaribah fi’lan). China  terbukti menyiksa dan membunuh banyak umat muslim etnis Uighur di Provinsi Xinjiang. Begitupun Amerika dengan  propaganda radikalisme dan terorisme bersama dengan  sekutunya Rusia dan Inggris.

Padahal syariat Islam telah mengharamkan umat Islam untuk bermuamalat dengan negara kafir harbi fi’lan. Seperti muamalat perdagangan, termasuk jual beli vaksin. Karena perdagangan ini akan memperkuat negara kafir tersebut untuk  memusuhi umat Islam diseluruh dunia sebagai  umat Nabi Muhammad Saw yang sangat mereka benci.

Sesuai Roadmap Vaksinasi Covid-19, Presiden Joko Widodo   meminta agar peta jalan atau roadmap vaksinasi Covid-19 dipaparkan sehingga jelas apa yang akan kita lakukan  dan   telah menerbitkan peraturan presiden (perpres). Perpres ini mengatur empat hal;  pengadaan vaksin Covid-19, pendanaan pengadaan vaksin Covid-19, pelaksanaan vaksinasi Covid-19, serta dukungan dan fasilitas kementerian/lembaga/pemerintah daerah.

Menurut  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, ada lima kelompok prioritas yang jumlahnya mencapai 102.411.500 orang. Kelompok prioritas pertama adalah garda terdepan yang terdiri atas medis, paramedis contact tracing, pelayan publik termasuk TNI/Polri berjumlah 3.497.737 orang.  Kelompok prioritas kedua adalah masyarakat yang terdiri atas tokoh agama/masyarakat, perangkat daerah (kecamatan, desa, RT/RW), dan sebagian pelaku ekonomi berjumlah 5.624.010 orang.

Adapun kelompok prioritas ketiga adalah seluruh tenaga pendidik mulai PAUD/TK, SD, SMP, SMA, dan sederajat, perguruan tinggi berjumlah 4.361.197 orang. Selanjutnya kelompok prioritas keempat adalah aparatur pemerintah yakni pusat, daerah, dan legislatif berjumlah 2.305.689 orang. Kelompok prioritas terakhir adalah peserta BPJS PBI sebanyak 86.622.867 orang. Jumlah vaksin yang dibutuhkan dua kali lipat dari jumlah sasaran vaksinasi. Bila jumlah kelompok prioritas sebanyak 102.411.500 orang, vaksin yang diperlukan mencapai 204.823.000.

Jumlah ini masih ditambah kelompok lain yang menjadi sasaran vaksinasi meskipun bukan prioritas, yakni masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya sebanyak 57.584.500 dengan kebutuhan vaksin 115.097.000. ’’Sehingga jumlah sasaran vaksinasi Covid-19 berjumlah 160 juta orang dengan kebutuhan vaksin 320 juta.

Jumlah yang besar ini tentu sangat menggiurkan bagi pengusaha dan penguasa untuk mendulang keuntungan di tengah resesi ekonomi yang terus memburuk, dijadikan peluang  baru pemasukan negara dan keuntungan pengusaha, dengan menjual  kepada masyarakat harga vaksin bersikasar “25 dolar AS (Rp365 ribu) hingga 30 dolar AS (Rp438 ribu) per orang. Namun Bio Farma sedang menghitung ulang berapa harganya. Nantinya satu orang akan disuntik dua kali dengan jeda 2 minggu.

Kebijakan Roadmap dalam hal Pengadaan, Untuk menindaklanjuti  Perpres pengadaan vaksin, Agenda perlawatan    Luhut dan Terawan dari China, untuk mempercepat datangnya  Vaksin Covid-19    pada   November mendatang.

Kerja sama Menkes  dengan Menlu RRT, Wang Yi  dan  Cansino, produsen  G42/Sinopharm, dan Sinovac dalam hal transfer teknologi dengan Bio Farma dan kerjasama riset termasuk uji klinis dengan lembaga penelitian medis yang ada di Indonesia.  China bersedia bekerja sama dengan Indonesia dalam penelitian, produksi dan distribusi vaksin, serta mendukung pertukaran antar lembaga penelitian medis terkait untuk membantu memastikan akses ke vaksin yang terjangkau di seluruh kawasan dan di seluruh dunia. Ini menunjukkan betapa tidak berdayanya negeri ini dalam kemandiriannya untuk menyelesaikan masalah pandemic Covid 19. Juga semakin nampak aroma bisnis dibalik pengadaan vaksin ini yang nantinya pun akan diperjualbelikan kepada masyarakat. Selain itu jeratan intervensi asing khususnya negara China semakin mencengkeram atas  penjajahan di  negeri ini.

Sama halnya saat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir bersama Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi  mengunjungi Inggris. melakukan pertemuan dengan Coalition for Epidemic Preparedness Innovation (CEO CEPI). membahas tindak lanjut dari due diligence yang dilakukan CEPI terhadap Biofarma pada September 2020 lalu. Peluang kerjasama strategis yang dapat dilakukan beyond Covid-19.

CEO CEPI menyampaikan bahwa hasil due diligence terhadap Bio Farma menunjukkan hasil yang sangat baik.  CEPI siap melakukan kerjasama dengan Bio Farma. Strategis jangka panjang dengan CEPI, antara lain, pengembangan berbagai platform teknologi rapid vaccine dan imunoprofilaksis untuk melawan patogen yang tidak diketahui. Dan juga melakukan riset dan pengembangan inovasi vaksin berpotensi epidemi/pandemi.

Indonesia telah menyampaikan keinginannya untuk menjadi bagian dari CEPI Investors Council.

 Komitmen Indonesia terhadap upaya multilateral untuk menjamin akses setara terhadap vaksin yang aman dan dengan harga terjangkau, namun tetap saja aroma bisnis menjadi prioritas,  mendapatkan kemudahan  dan legalitas pasar, tidak hanya sekedar melayani kebutuhan rakyat, karena rakyatpun mendapatkannya dengan harga yang tidak murah.

Walaupun hasil  baik due diligence ini juga merupakan pengakuan terhadap kapasitas dan kualitas yang dimiliki Bio Farma untuk manufacturing vaksin.

Hingga  mendapatkan apresiasi  Inggris dan sejumlah negara dunia, wadah koalisi dunia untuk inovasi pencegahan epidami atau Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) telah menempatkan perusahaan BUMN Bio Farma dalam kategori organisasi yang kompeten dalam hal pengembangan vaksin Covid-19.

Due diligence yang dilakukan CEPI terhadap Bio Farma menunjukkan hasil positif  dan     siap melakukan kerja sama dengan Bio Farma. Namun tetap saja kemandirian negara ini tidak diwujudkan dengan program-program untuk membuat sendiri vaksin yang dibutuhkan oleh rakyat, walaupun sudah ada pengadaan Vaksin Merah Putih yang sedang dikembangkan, namun dukungan yang setengah hati penguasa jika dibandingkan dengan impor vaksin yang menjadi prioritas.

Tentu hal ini merupakan apresiasi bagi semua peneliti, ahli farmasi, hingga seluruh pihak yang terlibat dalam usaha pengembangan vaksin asli Indonesia. Kualitas Biofarma sudah diakui dunia. Sayangnya kebijakan pemerintah untuk memperdayakan sumber daya yang ada baik perusahaan farmasi, peneliti, ahli farmasi untuk memaksimalkan kemampuannya memproduksi vaksin covid 19, hingga mudah di peroleh oleh rakyat dengan harga murah.

Walaupun    Bio Farma merupakan salah satu dari sekitar 29 produsen vaksin di 22 negara di dunia yang telah memperoleh Prakualifikasi Badan Kesehatan Dunia (PQ WHO) sehingga dipercaya dapat memenuhi kebutuhan vaksin di lebih dari 150 negara. Harusnya negara meningkatkan kemampuan   sumber daya manusia, sarana dan prasarana sehingga Bio Farma mampu memproduksi vaksin Covid 19 dalam kapasitas besar sesuai kebutuhan seluruh penduduk Indonesia, tentunya berbiaya murah jika dibandingkan membeli ke negara lain.

Untuk menjaga dan menjamin kualitas vaksin Covid-19 mulai dari bahan baku dan lainnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)  mampu   memastikan fasilitas dan proses produksi Vaksin Covid-19 di Bio Farma memenuhi standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) /Good Manufacturing Practice (GMP).  Sehingga kemandirian negeri ini untuk memproduksi vaksin dengan  tingkat kualitas tinggi seharusnya mendapat perhatian dari penguasa.

Untuk menjamin kesetaraan akses secara global terhadap vaksin ini, WHO bersama aliansi vaksin (GAVI) dan Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI) telah menginisiasi program COVAX (Covid Vaccine Global Effort) sejak awal tahun ini,  beranggotakan  168 negara, 76 di antaranya adalah negara berpenghasilan menengah hingga tinggi. 

Untuk  mendapatkan akses terhadap fasilitas vaksin global yang sedang dikembangkan, Indonesia pun buru-buru bergabung dalam program COVAX Facility. Bahkan sudah membayar dana untuk Down Payment (DP) pembelian vaksin sebesar Rp3,3 triliun dari Rp37 triliun dana yang disiapkan pada September lalu kepada WHO. Semakin membuktikan jika penguasa hari ini tidak memiliki pilihan lain selain ketergantungannya kepada negara adidaya dibawa intervensi asing.

Dalam situasi ekonomi   yang morat-marit, berharap bisa mandiri mengadakan vaksin secara gratis atau murah memang seperti mimpi di siang hari. Pemerintah bahkan mewanti-wanti, rakyat yang (tergolong) mampu diharapkan bisa membeli vaksin secara mandiri.

Kondisi hari ini sangat berbeda jauh dengan kondisi masyarakat saat ideologi Islam menaungi kehidupan. Dunia betul-betul dilingkupi keberkahan dan kedamaian tersebab penerapan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Saat itu, negara Islam (Khilafah) betul-betul hadir memfungsikan diri sebagai pengurus dan pengayom rakyat sebagaimana perintah syariat: menjamin kebutuhan mereka dengan sebaik-baiknya, mulai dari kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, keamanan, hingga kesehatan.

Semuanya diberikan dengan layanan terbaik dan prima karena terkait  eksistensi kehidupan

Terkhusus di bidang jaminan kesehatan, negara tak hanya bicara tentang layanan dasar seperti penyediaan tenaga medis yang mumpuni, faskes, dan obat-obatan yang memadai, aman, dan membantu kesembuhan (kuratif); tapi juga bicara soal ketahanan pangan, kecukupan gizi, kesehatan lingkungan, mitigasi bencana atau wabah, riset saintek, dan lain-lain (prefentif, promotif).

Wallahu a’lam bi asshowab.

Editor : Tokiazka

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.