30 April 2024
11 / 100

Berkunjungnya kita ke sanak keluarga sudah menjadi hal yang trend sejak 1970-an, sebagaimana disebutkan dalam buku ‘Kajian Sosiologis Fenomena Mudik’ dan banyak pendapat/penelitian lainnya. Selain karena perubahan tradisi ziarah sejak zaman Hindu-Buddha yang mengandung kesyirikan menjadi kegiatan mudik yang sama namun tanpa kesyirikan. Dilihat semakin masif pula perkembangan kota-kota sebagai dampak dari sistem ekonomi kapitalis sehingga banyak orang merantau ke kota untuk mencari penghidupan dengan harapan kesejahteraan yang lebih baik akan menggunakan momen ini sebagai momen kepulangan yang berharga. Adapun ditambah terdapat tradisi mudik menjelang Idul Fitri ini menurut hasil survei oleh Kementrian Perhubungan (Kemenhub), pada 2024 diprediksi sebanyak 71,1% dari total penduduk Indonesia atau 193,6 juta orang akan berencana untuk mudik. Akan menjadi suatu kesempatan besar bila kita berpikir secara ekonomi kapitalis untuk mendulang keuntungan materi setinggi-tingginya. Hal ini merambat pada kecenderungan perilaku masyarakat perantau untuk membuktikan keberhasilan hidup sejahtera lalu kebiasaan saling membandingkan kehidupan antarkeluarga satu dengan yang lain bisa jadi pemicu untuk melakukan persiapan seperti membeli baju, makanan, dan lainnya. Secara kapitalis, hal ini dijadikan kesempatan besar bagi semua elemen masyarakat yang berbisnis secara masif untuk menaikkan semua harga termasuk harga tiket transportasi.

Salah satu aktivitas kenaikan harga terjadi pula pada transportasi maskapai penerbangan. KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) menghimbau untuk melapor terlebih dahulu sebelum memutuskan menaikkan harga tiket pesawat secara ugal-ugalan. Hal ini mengacu pada Putusan Kasasi MA No. 1811 K/Pdt.Sus-KPPU/2022. Ditemukan sebanyak 7 maskapai penerbangan RI diantaranya, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT Nam Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi, secara bersamaan meniadakan tiket subclass harga rendah dan hanya menjual tiket subclass harga tinggi. Sehingga masyarakat tidak ada pilihan selain membeli tiket pesawat dengan harga tinggi. Para pelaku usaha berkolaborasi/berkolusi (kartel), terbukti beraksi untuk membatasi peningkatan penerbangan dengan adanya peningkatan pembatalan rencana penerbangan yang tercatat pada dokumen permohonan penurunan frekuensi dan atau pencabutan rute penerbangan ke Kementerian Perhubungan. Tindakan para kartel ini akan mempengaruhi kondisi persaingan dalam usaha sebagai cara efektif agar penawaran tetap pada tiket subclass harga tinggi dan dapat diterapkan pada musim sepi pengunjung (low season). Jika berhasil maka harga tiket mahal pada peak season seperti musim lebaran dapat dipakai sebagai batas harga minimal pada low season dan maskapai dapat membuat harga tiket subclass mahal baru yang lebih mahal. Maskapai yang telah disebutkan tersebut memiliki penguasaan pasar lebih dari 95% sehingga perilaku menurunkan secara bersama-sama pasokan tiket pesawat ini sangat efisien mendistorsi kinerja pasar. KPPU pun telah menggugat para maskapai terlapor ke Mahkamah Agung melalui Putusan Kasasi MA No. 1811 K/Pdt.Sus-KPPU/2022, namun masih terdapat temuan Kemenhub mengenai penjualan tiket melebihi tarif batas atas.

Mengkapitalisasi moment Ramadhan dan Lebaran menjadi hal lumrah dalam sistem ekonomi hari ini namun tidak dapat dibenarkan begitu saja karena tidak diimbangi dengan kesejahteraan yang nyata bagi masyarakat. Perilaku ini hanya akan menguntungkan sebagian kecil pebisnis besar yang memonopoli pasar sedangkan rakyat dengan aktivitas tahunannya semakin terseok-seok menjangkau harga pokok mudik yaitu harga transportasi yang makin tahun makin mahal. Oleh karena itu, penjagaan agar harga tidak melebihi batas dan sesuai dengan kemampuan masyarakat secara rasional tetap harus ditingkatkan. Sebagai warga negara patutnya menyadari hak mereka untuk diurus oleh penguasa, bukan diperas oleh pengusaha bertabir penguasa, sebagai semata-mata dana pemasukan negara. Sebagai rakyat yang menyerahkan kepengurusan mereka kepada penguasa dengan sumber daya yang melimpah, maka penguasa wajib memutar otak menyediakan sarana yang murah, aman, nyaman, dan berkualitas sepanjang waktu serta tidak dibenarkan bila penguasa berdagang dengan rakyatnya sendiri untuk memperoleh keuntungan alih-alih menyejahterakan. Seharusnya bukan rakyat yang menanggung bila ada kenaikan harga namun tidak pula akhirnya disubsidi dengan menambah kenaikan utang negara yang berakibat pada kekeosan negara. Sehingga melibas perilaku para kartel ini ibarat impian yang indah namun mustahil bersih selama masih berlandaskan pada ekonomi kapitalis. Hal ini selaras dengan prinsip reinverting government (mewirausahakan birokrasi)  yang digunakan oleh hampir seluruh negara di dunia penganut kapitalisme dimana lembaga sektor pemerintah menjadi enterpreuner dengan memanfaatkan sumber daya yang ada agar lebih efektif dan efisien. Namun sayangnya, efektif dan efisien ini diartikan dapat menggunakan berbagai cara serta memiliki batasan yang tidak jelas dan tetap sehingga memungkinkan adanya penyelewengan terhadap hak-hak orang lain terutama rakyat kecil. Mirisnya, bila mengejar keuntungan sebesar-besarnya dengan berbagai cara adalah dengan bermanufer licik, maka akan dilakukan, tidak ada standar pahala dan dosa yang mengikat mereka meskipun diri mereka seorang muslim.

Di bulan Ramadhan ini seharusnya kita lebih disibukkan untuk khusyuk beribadah kepada Allah. Namun, kita sibuk mencari, berlomba-lomba, dan termakan oleh pengkondisian komersial yang masif terjadi di mana-mana hingga hampir-hampir kita kehilangan fokus dalam beribadah. Alangkah lugunya kita merasa ini adalah kewajaran yang harus kita alami, tanpa memperhatikan bagaimana syariat Islam mampu dijadikan sistem yang manusiawi bagi seluruh pihak dalam memanagemen berbagai urusan. Sebagai seorang muslim pun kita dibuat melepaskan prinsip pahala dan dosa ketika sudah berhadap-hadapan dengan pemisahan agama dan kehidupan dalam sistem ekonomi kapitalis. Kita dalam kondisi terjebak dalam sistem yang tidak sesuai dengan identitas kita sebagai muslim dan sistem yang menyulitkan kita untuk berlaku adil dan baik secara continu. Sudah sewajarnya kita sebagai muslim kembali memegang prinsip-prinsip Islam. Yang mana prinsip kepengurusan ummat dalam Islam haruslah menjamin pemenuhan kebutuhan publik semua rakyatnya sepanjang hayat termasuk sarana transportasi. Adapun anti untuk mendzalimi bahkan per individu karena penguasa yang menggunakan Islam sebagai sistem, mengetahui betul bahwa perbuatan dia akan dipertanggungjawabkan dan dituntut oleh setiap individu di bawah kekuasaaanya di hari Perhitungan kelak. Dalam Islam, negara memiliki sumber pemasukan negara yang sangat beragam dan dikelola secara jujur. Keuntungan sebesar-besarnya bukanlah menjadi tujuan utama sebagaimana ekonomi kapitalis. Akan tetapi, konsepnya adalah dengan menjadikan dirinya sebagai pengurus ummat, apabila dia penguasa yang baik maka dia akan mendapatkan pahala jariyah sebesar-besarnya dan apabila dia mendzalimi bahkan satu orang pun maka dia akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan kedzaliman yang dirasakan pada satu orang tersebut. Sehingga alamiahnya, ketika berada dalam sistem yang seluruhnya menggunakan Islam sebagai aturan, maka tidak ada rakyat yang menjerit dan tidak ditunggu untuk menjerit dalam keadaan viral baru ditangani.

Prinsip Islam tidaklah bisa dijalankan hanya oleh segelintir oknum muslim, namun membutuhkan kepemimpinan terpusat yang membawahi seluruh kaum muslim yang ada dimanapun dan kaum lain yang berada dalam perlindungan kedaulatan Islam. Jelas tidak kompatibel bila mencampuradukkan produk sistem ekonomi kapitalis dengan embel-embel syariah. Terbukti dengan perilaku ummat muslim sendiri sebagai pelaku yang menyuburkan praktek kapitalisme, kaum muslim diibaratkan seperti terjebak di kandang orang.

 

Referensi

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.