3 Mei 2024

Penulis : Meitya Rahma

Dimensi.id-Saat ramainya tagar Indonesia Terserah, ternyata pemerintah juga pakai logika terserah. Terserah gue maunya apa yang penting dapat untung, seperti itu mungkin redaksinya. Inilah yang dilakukan oleh penguasa kita saat ini, belum lama BPJS naik, kini UU Minerba pun sudah diketok palu. Di saat masa pandemi  semakin mewabah, pemerintah dan DPR mengesahkan Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). DPR telah mengesahkan perubahaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba dalam Rapat Paripurna yang digelar Selasa (12/5/2020) (Gridhot.ID).

UU tersebut meliputi kewenangan perizinan, perpanjangan izin, pengaturan terhadap Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan aspek lingkungan, hilirisasi, divestasi, hingga pengaturan yang diklaim untuk memperkuat badan usaha milik negara (BUMN) (Gridhot.ID). UU inipun menuai kontroversi, karena disaat rakyat mengalami keprihatinan dalam masa pandemi ini pemerintah seolah tidak mau tau.

“Terserah suka suka saya buat ngatur negri ini”, begitulah kiranya untuk menggambarkan pemerintah yang tidak peduli, tertawa diatas penderitaan rakyat Indonesia. Banyak pihak menyebut UU Minerba yang baru saja disahkan merupakan buah keberhasilan lobi pengusaha dan DPR.  Kenapa? Karena beberapa pasal memberikan celah para investor, para kapital untuk menguasai sumber kekayaan negri ini, antara lain:

1.  Dalam UU Minerba ini kewenangan dalam pemberian ijin pengelolaannya bepindah kepada pemerintah pusat. Pengambilalihan urusan oleh Pemerintah Pusat ini membawa konsekuensi berkurangnya fungsi hak menguasai negara atas minerba yang ada di pemerintah daerah.Sehingga, kebijakan itu juga berdampak pada hilangnya penerimaan daerah dari sektor yang sangat menjanjikan tersebut.

2. Pemerintahpun seakan tidak mau disalahkan ketika melakukan penyalahgunaan kewenangan mengeluarkan izin penambangan.  Terbukti, bahwa ketentuan Pasal 165 UU Minerba terkait sanksi pidana yang menjerat pemerintah karena melakukan penyalahgunaan kewenangan mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan, Izin Pertambangan Rakyat, dan Izin Usaha Pertambangan Khusus dihapus oleh UU Minerba yang baru (tempo. com).

Inilah yang akan memberikan angin segar bagi para koruptor dan membuka konflik kepentingan bagi pemerintah dalam mengeluarkan izin terhadap pemilik tambang yang ingin dimudahkan pengurusan izinnya.  Inilah awal pintu masuk terjadinya oligarki kekuasaan dan perusahaan. Maka benarlah kiranya kebijakan seperti ini rawan ditunggangi oleh para kapital  yang memiliki power secara ekonomi alias konglomerat.

Beberapa pasal di dalam UU tersebut memang menguntungkan pengusaha. Para pengusaha disambut bak tamu terhormat dengan karpet merah. Dengan adanya UU Minerba yang baru ini  maka penguasaan tanah dalam skala besar oleh pengusaha tambang (kurang lebih 8 tahun)  dapat diperpanjang satu tahun sekali. Ini dinilai membuka celah perpanjangan sejumlah perusahaan raksasa minerba yang akan selesai masa kontrak untuk memperpanjang.

 3.UU Minerba dianggap membuka peluang kriminalisasi terhadap warga yang menolak tambang. Karena dalam Pasal 162 menyebut bahwa “Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan Usaha Pertambangan dari pemegang IUP, IUPPertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) (tempo.com). Ini menunjukkan bahwa UU ini sangat berpihak pada para investor. Hukum bisa dibuat untuk melindungi para kapitalis.  

Maka wajar lah kiranya UU ini banyak menuai kritik. Berdasarkan hal ini menurut direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia Hendra Sinaga untuk memberikan kritik terhadap UU Minerba, DPR mempersilakan masyarakat mengajukan uji materiil ke MK (tempo.com)  Masyarakat berharap MK dapat memutus pengujian undang-undang itu seadil-adilnya tanpa memihak namun mempertimbangkan kemakmuran rakyat sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Jika memang pengajuan kritik ke MK ini ketika berhasil akankah  UU ini akan direvisi kembali sehingga amanat pasal 33 ayat 3 bisa terwujud? Fakta yang ada, tarif BPJS berhasil  diturunkan karena tuntutan di MK menang saja pemerintah tidak konsekuen, alhasil BPJS pun kembali pada tarif semula. Ini menjadi gambaran nyata negara demokrasi telah terbukti tidak demokratis. Bukankah suara rakyat adalah penentu, namun demokrasi mengingkarinya sendiri.

 Jika penguasaan sumber daya alam negri ini dibiarkan begitu saja, maka sumber daya alam yang melimpah di republik ini akan semakin punah. Untuk itu perlu sebuah solusi bagaimana mengatur sumber daya alam agar dapat dimanfaatkan secara benar, tepat guna tepat sasaran dan tentunya membawa kemaslahatan umat bukan untuk para kapital.

Jika ingin melihat bagaimana tatakelola sumber daya alam maka rujukan yang sahih adalah Al quran. Itulah sebabnya Islam hadir  tidak hanya sebagai agama ritual dan moral belaka. Islam juga merupakan sistem kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problem kehidupan, termasuk dalam pengelolaan kekayaan alam.

Dalam aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat, maka  haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing. Dalam pengelolaan kepemilikan umum merujuk pada sabda Rasulullah saw.:

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ

Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).

Rasul saw. juga bersabda:

ثَلَاثٌ لَا يُمْنَعْنَ الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ

Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).

Dalam UU negara kita pada pasal 33 ayat 3 juga menyebutkan ; Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sebenarnya isi pasal 33 ayat 3 pada intinya hampir sama dengan sabda Rasulullah diatas tadi .

Semua sumber alam di negri ini negara yang menguasai dan digunakan untuk kemakmuran rakyat,bukan dijual pada investor lalu rakyat suruh bayar. Rupanya pasal 33 ayat 3 ini pun hanya sekedar formalitas belaka. Ada pasal yang mengaturnya, tetapi dianggap tidak ada. Alhasil UU Minerba ini hanya dijadikan legalitas bagi para pemilik modal /kapital untuk bisa mengeruk kekayaan alam negri ini. 

Keadaan ini berbeda jika Islam yang mengatur bagaimana tambang dikelola. Menurut aturan Islam, tambang yang jumlahnya sangat besar  baik  garam maupun selain garam seperti batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, bumi, gas dsb semuanya adalah tambang yang terkategori milik umum sebagaimana tercakup dalam pengertian hadis di atas. Jadi masyarakat dapat memanfaatkan secukupnya dan  hanya dibebankan ongkos produksinya saja.

Namun pengaturan model seperti ini tidak akan ditemukan di negri kita ini. Pemanfaatan tambang untuk kemaslahatan rakyat ini bisa diwujudkan ketika Islam diterapkan. Untuk penerapan aturan  syariah Islam membutuhkan peran negara. Karena melalui negaralah aturan bisa ditegakkan. Tanpa peran negara yang menerapkan syariah Islam, rakyat akan seterusnya menjadi yang terdzolimi karena berbagai penerapan sistim Kapitalisme.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.