17 Mei 2024

Penulis : Laily Chusnul Ch. S.E.

Akhir April lalu, Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengklaim laju kenaikan kasus harian COVID-19 di Jakarta, pusat pandemi Indonesia, sudah melambat. Klaim lainnya, kurva kasus coronavirus mulai mendatar sebagai efek dari pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang telah berjalan sejak 10 April 2020.

Pada 9 Mei lalu, pemerintah melalui video conference mengkampanyekan “Gerakan Kurva Landai”. Ini merupakan seruan agar kasus positif virus corona bisa berkurang dan tak menularkan ke orang lain. Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan gerakan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah kasus dengan cara memastikan tidak menularkan orang lain begitu juga sebaliknya.

Kampanye kurva landai ini sebenarnya bagian dari upaya sosialisasi untuk menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam menekan angka sebaran virus corona. Hal ini juga menjadi legitimasi kesehatan untuk melonggarkan PSBB demi kepentingan ekonomi.

Sebagaimana pernyataan Kementerian Koordinator Perekonomian yang memproyeksikan aktivitas masyarakat berangsur pulih mulai 1 Juni 2020. Saat itu industri dan jasa sudah boleh beroperasi dengan protokol kesehatan. Pada 6 Juli, restoran, kafe, bar, dan tempat olahraga mulai dijalankan

Klaim ini memicu perdebatan, tidak hanya di kalangan pejabat pemerintahan itu sendiri, namun juga dari kalangan ahli medis. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak setuju dengan pernyataan pemerintah pusat bahwa Indonesia telah melewati fase kritis Covid-19. Hal itu disampaikan Anies wawancara bersama media Australia The Sydney Morning Herald dan The Age. Dia berpendapat, laporan penambahan kasus Covid-19 di Indonesia yang disampaikan setiap hari tak dapat dijadikan acuan untuk menyatakan Indonesia telah melewati fase kritis.

Pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga Laura Navika Yamani menilai klaim tersebut didasarkan pada kurva dan cara membaca data yang keliru. Justru nyawa masyarakat berpotensi terancam karenanya. Kurva penularan COVID-19 turun harus dilihat dalam jangka waktu satu minggu hingga satu bulan.

Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia Syahrizal Syarif memperkuat pernyataan Laura bahwa Indonesia mengalami keterbatasan dalam pengujian reaksi berantai polimerase (PCR), khususnya soal laboratorium dan reagen. Keterbatasan itu pun mengakibatkan lambannya hasil tes dilaporkan ke pemerintah. Ada yang harus menunggu 7 hari sampai 14 hari sejak spesimen dikirimkan. Akibatnya, kurva yang selama ini dipamerkan ke masyarakat dinilai tidak menggambarkan kondisi riil di lapangan.

Peneliti dari Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU), Iqbal Elyazar menyebut hingga hari ini Indonesia belum memiliki kurva epidemi yang sesuai kaidah epidemiologi. Kurva epidemiologi adalah sebuah visualisasi dari berbagai data terkait wabah guna memahami kondisi riil di lapangan. Kurva epidemi ini penting untuk melihat apakah klaim melambat landai menurun itu semua terpenuhi atau tidak, tapi ada syarat-syaratnya untuk membacanya. (Tirto.co.id)

Gerakan kurva landai sejatinya merupakan kebijakan yang dipaksakan oleh pemerintah demi mengakomodir kepentingan bisnis para kapitalis yang sudah mulai bangkrut karena pandemi covid-19.

Mereka mendesak pemerintah untuk melakukan berbagai cara agar pelonggaran PSBB bisa segera direalisasikan. Mengabaikan nyawa mayoritas masyarakat menengah kebawah adalah ciri khas sistem kapitalis dalam menyelesaikan persoalan.

Sementara islam memiliki cara pandang lain yang bertolak belakang dengan sistem kapitalisme dalam menyelesaikan persoalan. Dalam sistem ekonomi islam, standar pertama yang akan dilakukan oleh negara adalah menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar (asasiyah) dan pelengkap (kamaliyah) setiap individu dalam masyarakat.

Baik kondisi negara dalam keadaan aman, ataupun terkena bencana. Seperti gempa bumi, gunung meletus, tsunami, maupun wabah penyakit seperti pandemi covid-19 seperti saat ini. Negara akan menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat tiap individu.

Dalam kasus penularan wabah, maka akan dilakukan karantina wilayah (lockdown) tempat wabah tersebut berada. Dengan penjagaan yang ketat warga daerah wabah tidak boleh keluar daerah demi menghindari penularan secara bebas. Demikian juga warga dari luar daerah wabah tidak diperbolehkan masuk ke daerah wabahwabah, semua demi keamanan bersama.

Jika dilakukan karantina seperti itu maka negara islam wajib menjamin kebutuhan individu terdampak. Pasalnya ketika menjalani karantina, mereka pasti akan kekurangan uang dan bahan makanan untuk memenuhi hajat hidupnya. Disinilah peran negara memberikan bantuannya meskipun akhirnya perekonomian di daerah itu mengalami kemunduran. Sebab prioritas negara islam adalah mengutamakan keselamatan rakyat.

Negara islam sepanjang peradabannya nyaris tak pernah kekurangan dana kas negaranya. Sebab pendapatan negara diperoleh dengan mengoptimalkan tiga prinsip kepemilikan dalam islam yakni kepemilikan umum, kepemilikan negara, dan kepemilikan individu rakyat. Negara akan mengelola sendiri kepemilikan umum seperti hutan, laut, barang tambang, dan lain-lain sehingga hasilnya bisa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bahkan bisa digunakan untuk pembiayaan yang sifatnya mendadak di kala bencana atau wabah.

Negara berdasarkan syariat islam bukanlah negara skala lokal. Sehingga jika ada di suatu wilayah dalam kondisi kekurangan, maka wilayah yang lain akan memberikan bantuan. Inilah kesempurnaan sistem islam yang sangat komplek dalam menyelesaikan persoalan manusia dan negara. Sistem terbaik karena bukan buatan manusia yang serba cacat. Sistem islam yang terwujud dalam sebuah negara yang bernama khilafah islamiyah yang pernah dibawa dan didirikan oleh Rasulullah SAW. [S]

Editor : azkabaik

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.