2 Mei 2024

Dimensi.id-Di tengah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), media sosial diramaikan dengan keluhan warga tentang naiknya tagihan listrik yang harus dibayar sejak periode April 2020, pasalnya kenaikan mencapai 50-100%. Seperti yang dilansir oleh CNN Indonesia, salah satu warga yakni Rizka Annisa mengeluhkan jumlah tagihan listrik rumahnya mencapai Rp.300ribu.

Padahal pemakaian tidak jauh berbeda dari bulan-bulan sebelumnya. Selain itu, anehnya PT PLN (Persero) mengungkapkan bahwa konsumsi listrik rumah tangga di DKI Jakarta hanya naik 6%. Pencatatan stand meter oleh pihak PLN terbilang tidak transparan karena banyak warga yang belum tahu tentang skema pendataan stand meter listrik.

Tidak hanya pada rumah yang berpenghuni, kenaikan  juga terjadi pada rumah yang penghuninya kosong. Seperti yang dilansir Merdeka.com, General Manager PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya, Ikhsan Asaad menjelaskan bahwa rumah kosong tetap dikenakan tagihan pemakaian karena ada perhitungan energi minimum selama 40 jam. “Kalau misalkan hasil rata-ratanya lebih besar daripada angka minimum tersebut, maka akan diperhitungkan di rekening bulan depan,” ujarnya.

Beberapa waktu lalu, sejumlah warga telah mengalami krisis bantuan makanan di tengah penerapan karantina wilayah. Kini lagi-lagi warga harus melewati krisis tagihan listrik yang melonjak naik, saat mana warga lebih banyak menghabiskan waktu dirumah untuk menerapkan work from home.

Negara yang kaya akan sumber energi ini seharusnya bisa memenuhi kebutuhan masyarakatnya tanpa memberatkan harga tagihan listrik, apalagi di tengah pandemi ini warga berhak mendapat kompensasi dari harga listrik. Karena listrik adalah kebutuhan dasar dalam melakukan aktivitas dirumah maupun pekerjaan Tapi di negara kapitalis warga tidak bisa menikmati sumber energi dari kekayaan negaranya sendiri, namun justru harus membayar harga listrik yang melonjak naik.

Krisisnya tagihan listrik di tengah pandemi ini justru dapat berefek pada terbatasnya aktivitas pekerjaan di rumah yang menerapkan work from home, yang sebagian besar menggunakan listrik. Jika tingkat ketersediaan energi sulit digunakan karna harga melonjak, maka sumber daya manusia juga akan berkurang sehingga tingkat industrialisasi bisa menurun.

Lalu bagaimana dahulu negara khilafah memberi ketersediaan sumber energi pada masyarakat?

Didalam Islam, sumber energi seperti tenaga pembangkit listrik, gas, minyak adalah milik umum dan tidak boleh di privatisasi sehingga wajib dikelola negara serta dikembalikan pada masyarakatnya.

Dalam situs Kuliah Pemikiran Islam, mengenai Kebijakan Khilafah di Bidang Energi, oleh KH. Hafidz Abdurrahman menjelaskan bahwa untuk memenuhi ketersediaan sumber energi pada masyarakat, negara khilafah perlu membangun infrastruktur energi. Seperti minyak dan gas bumi harus dialokasikan untuk pemakaian yang penting seperti bahan mentah untuk industri manufaktur, pertanian dan petrokimia, karena sampai saat ini tidak ada alternatif untuk bahan-bahan itu.

Ini akan membantu pemanfaatan yang berkelanjutan atas sumber daya di negara khilafah. Untuk memenuhi konsumsi kebutuhan domestik rakyat, negara khilafah bisa menempuh dua kebijakan: Kebijakan pertama, mendistribusikan minyak, gas dan energi lainnya kepada rakyat dengan harga murah. Kebijakan kedua, negara dapat mengambil hasil dari pengelolaan energi kemudian hasil dikembalikan untuk kebutuhan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan termasuk terpenuhinya sandang, papan dan pangan.

Sehingga negara khilafah dapat mengelola sumber energi dari kekayaan alamnya secara mandiri dan tidak di intervensi oleh negara asing. Selain itu, dari proses pengembangan infrastruktur, sang khalifah dapat membuka berjuta-juta lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan.

Tentu berbeda dengan potret sistem negara yang berjalan saat ini, dimana angka kemiskinan terus naik dan jumlah tenaga kerja asing selalu bertambah, terutama tenaga kerja asing Cina. Sebab Indonesia telah terikat dalam cengkeraman investasi Cina pada pembangunan infrastruktur ditambah perjanjian Belt Road Initiative (BRI) yang semakin mengikat Indonesia.

Seperti halnya Sumber Daya Alam (SDA) milik Indonesia seringkali dikendalikan oleh asing dan aseng, sehingga hasil keuntungan semakin diraup oleh asing dan aseng. Sebab di negara kapitalis, keuntungan hanya didapatkan  oleh pemilik modal. Hal ini terus membuat warga Indonesia sendiri kehilangan jaminan kebutuhan hidupnya, seperti keterbatasan makanan pokok, kesehatan, pendidikan hingga kehilangan pekerjaan.

Maka hanya dalam negara yang berlandaskan syariat Islam yang dapat memenuhi jaminan hidup masyarakatnya. Karena bagi pemimpin beriman, konsekuensi keimanannya hanyalah menjadikan syariat Islam sebagai aturan dalam seluruh aspek kehidupan dan akan memberikan rahmat, tidak hanya bagi kaum muslim tapi bagi seluruh semesta alam.

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi” (QS. Al-A’raf : 96).

Penulis : LF (Mahasiswi Surakarta)

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.