3 Mei 2024

Penulis : Ilmasusi

Dimensi.id-Bencana demi bencana kini sedang  menimpa rakyat secara bertubi tubi. Baik bencana alam  berupa wabah corona, juga bencana  dari manusia berupa kebijakan. Kebijakan yang tidak bijak, membuat beban rakyat semakin berat. Belum lama ini masyarakat dibuat melongo dengan  naiknya premi BPJS Kesehatan, yang dipaksakan dengan peraturan pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Lalu tarif dasar listrik yang naik secara diam–diam, BBM yang harganya tetap melangit, padahal harga minyak mentah dunia anjlok.  Kini malah ada kewajiban untuk ikut Tapera bagi  beberapa profesi.

Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diterbitkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020. Tabungan ini akan mengalirkan dana dari rakyat dengan diwajibkan bagi PNS, TNI dan Polri, BUMN, BUMD, serta karyawan swasta. Besaran tabungan yang diambil dari gaji sebanyak 3%, dengan alokasi 2,5% pekerja dan 0,5% pemberi kerja. (Kompas, 5/6/20) Rencananya program ini diadakan untuk memudahkan masyarakat dalam mendirikan hunian. Tidak hanya fasilitas kemudahan membuat rumah yang didapat, Tapera juga diperuntukkan bagi warga yang telah memiliki rumah pribadi.

Tapera, Siapa yang Diuntungkan?

Memudahkan bagi rakyat untuk dapat hunian, program ini seakan mengandung maslahat bagi rakyat. Namun, tunggu dulu kebenarannya. Beberapa pihak meragukan adanya kemaslahatan Tapera bagi penabung. Pengamat Tata Kota dan Perumahan Universitas Trisaksi Yayat Supriyatna, mengatakan, tidak ada jaminan bagi peserta untuk memiliki rumah. Karena, ketika masa pensiun tiba misalnya, jika diakumulasikan tabungan tersebut belum tentu bisa dapat rumah. Karena harga rumah semakin hari akan semakin mahal. (cnnindonesia, 4/6/20)

Beberapa pengusaha juga telah menyampaikan keberatan atas PP ini. Bahkan pengusaha di DKI mengusulkan PP ini dicabut saja. Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta Sarman Simanjorang menuturkan, Tapera justru dianggap semakin membebani pengusaha dan pekerja, apalagi bisnis saat ini sedang terpuruk. Ia menambahkan, untuk membayar tanggungan BPJS karyawan saja susah. Apalagi jika ditambah Tapera, mereka angkat tangan. Ia meminta harusnya pemerintah memberikan dukungan agar para pengusaha bisa segera bangkit. Bukan malah memberikan beban. (kompas, 4/6/20)

Pandemi Covid-19 telah membawa resesi bagi dunia maupun nasional. Anggaran negara menjadi defisit. Akibatnya, negara  perlu mencari  sumber dana  untuk menutupi defisit anggarannya. Ada wacana penggunaan dana haji untuk menutupi kesulitan keuangan. Sekema pengelolaan keuangan model begini, memungkinkan dana Tapera mengalami nasib yang sama. Berbagai macam kemungkinan bisa terjadi saat ini. Bahkan di negeri yang menempati ranking ke empat di bidang korupsi se-Asia Tenggara ini, adakah jaminan bahwa Tapera bakal aman-aman saja?

Tapera menyapu kalangan masyarakat dengan cakupan yang luas. Jika diwajibkan untuk  Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), maka baik yang sudah punya rumah maupun belum punya akan dikenakan potongan yang sama. Bagi mereka yang telah punya rumah,  mereka bisa mengajukan pinjaman untuk merenovasi melalui lewat bank, jadilah mereka nasabahnya. Meskipun penawaran suku bunganya rendah, tetap yang diuntungkan pihak tertentu, yaitu para kapitalis pemilik perusahanan yang bergerak  pada jasa keuangan ini. Belum lagi masilah bunga, sekecil apa pun namanya juga tetap tambahan atas jumlah yang dihutang dan itu termasuk riba.

Sistem Islam dan Jaminan Tempat Tinggal

Dalam sistem kapitalis, yang bermain dalam sebuah  urusan adalah keuntungan material. Urusan apa pun  dan situasi apa pun. Termasuk urusan menbantu rakyat dalam  memperoleh perumahan. Dengan dalih mempermudah untuk mendapatkannya, dana pun bisa tersedot dari kantongnya rakyat. Atas nama kesejahteraan,  rakyat, pun jadi korban. Beginilah jika aturan dibuat sesuai kebutuhan dan kepentingan. Menjadi aturan yang tak bisa ditolak oleh rakyat ketika dikuatkan dengan legalitas  hukum, berupa PP.

Berbeda jauh dengan konsep Islam. Baik dari sistem, maupun dari kepemimpinan. Islam  menjadikan kepemimpinan sebagai pengurus urusan rakyat. Amanah kepengurusan ini harus dijalankan sesuai syariat islam dengan keyakinan bahwa mereka tanggung jawab mereka adalah dunia dan akhirat. Seorang pemimpin yang bertakwa tak akan berani menyelisihi batasan syariat dalam kepemimpinannya. Ia tak akan berani membebani rakyatnya, karena tugasnya justru mengurus kemaslahatan bagi rakyatnya pada semua kebutuhan pokok semacam hunian atau tempat tinggal.

Seorang pemimpin negara dalam konsep Islam akan mengelola keuangan sesuai dengan pandangan syariat. Mereka tak akan  bermain-main dengan riba, di saat Islam mengharamkannya. Tak akan memberikan hak pengelolaan sumber daya alam yang jumlahnya tak terbatas kepada pihak swasta, ketika Islam melarangnya.  Sumber-sumber pendapatan negara dari yang telah ditentukan Allah, itulah yang digunakan untuk meriayah kemaslahatan mereka. Semua itu ada dalam manajemen keuangan negara Khilafah.

Sumber-sumber pemasukan untuk pembiayaan kesejahteraan bagi rakyat, telah dirancang Allah SWT sedemikian sehingga cukup untuk pembiayaan kebutuhan pokok mereka, baik sandang , pangan maupun papan tempat tinggal. Juga untuk membiayai jasa mendasar bagi rakyat yaitu kesehatan, pendidikan mau pun keamanan.

Salah satunya berasal dari barang tambang seperti  batu bara, gas bumi, minyak bumi, hingga tambang emas dan berbagai logam mulia lainnya, yang jumlahnya berlimpah. Sebuah desain  yang meniscayakan  negara khilafah memiliki ketahanan finansial yang memadai untuk menjalankan berbagai fungsinya di setiap saat, ada bencana atau tidak. Wallahu a’lamu bishshowab.

Editor : Fadli

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.